8. PEDULI?

41 10 1
                                    

Halo semua! <3
Gimana kabar kalian hari ini? Semoga kalian selalu diberi kesehatan, ya!

Aku update chapter baru lagi, nih. Semoga enjoy dengan ceritaku, ya. Jangan lupa untuk vote, komen dan follow aku agar kalian gak ketinggalan pas aku update!

Untuk kalian yang merasa kurang sehat dan merasa tidak bersemangat menjalani hari, tetep bertahan dan jangan menyerah, ya. Jangan sampai pola makan sama pola tidurnya rusak, gak baik!

Untuk kalian yang lagi ngecrushin sama seseorang, semangat terus! Kejar dia sampai menoleh ke arah kalian. Jodoh gak bakalan kemana-mana kok, palingan diambil temen sendiri.

Terakhir, yang lagi punya banyak masalah di rumah atau di sekolah, semoga masalahnya cepat terselesaikan. Jangan lari dari masalah dan jangan lari dari apa yang menyakitimu. Terlukalah hingga kamu sembuh.

Jangan pernah merasa sendirian. Ada aku, Tuhan, yang selalu bersama kalian. Jangan sedih lama-lama, jelek!

Selamat membaca ya, readers kesayanganku! <3

8. PEDULI?

Senyuman sempurna itu terlukis di kedua bibir yang sedang mengangkat piala besar yang berhasil mereka raih. Mereka berdiri di atas podium setelah pengumuman prestasi di suarakan setelah upacara hari Senin sudah selesai. Mereka berhasil berjaya, mereka berhasil membawa pulang kejuaraan yang mereka nanti-nantikan. Perjuangan mereka selama ini patut untuk dibalas dengan kebahagiaan.

“Berikan kembali tepuk tangan kepada Deven dan Joa yang sudah berhasil membawa piala dan harum sekolah kita ini,” ujar Kepala Sekolah lalu suara riuh tepuk tangan bersahutan. Seluruh siswa-siswi SMA Dewantara mengucap bangga kepada mereka.

“Maaf, Pak,” Deven berbicara di depan pengeras suara. Deven bertingkah seolah-olah ada yang ingin ia sampaikan kepada Kepala Sekolah. Kini, perlakuannya mengundang rasa penasaran semua murid dan guru-guru.

“Ada satu orang lagi yang perlu Bapak apresiasi. Walaupun dia tidak bisa mengikuti olimpiade ini, tapi selama ini dia sudah berusaha dengan keras. Bagaimanapun dia tidak bisa mengikuti olimpiade karena kesalahan saya,”

Semua murid terlihat bertukar pandang dan berbisik-bisik. Kepala Sekolah yang bernama Pak Arthur itu langsung memasang wajah penuh pertanyaan. Pak Arthur mengangguk dan tersenyum. “Baiklah, Deven. Siapa yang kamu maksud? Biar saya panggil untuk ikut serta berbahagia dalam kemenangan kalian ini,” ujar Pak Arthur.

Deven terlihat memandang lurus ke depan. Berkali-kali ia ragu namun selalu mengucap yakin. Berkali-kali juga ia menghela nafas untuk bisa membuang egonya. Untuk terakhir kalinya, Deven mengambil nafas perlahan sebelum berbicara.

“Anneth Delliecia,”

Gadis yang baru saja Deven sebutkan terlihat terkejut serta mengingat kembali rasa sedih yang menimpa hatinya. Tapi untuk kali ini, Anneth terlihat ceria namun banyak pertanyaan yang bercabang. Apakah Deven benar-benar melakukan ini untuknya? Apakah benar Deven mengakui kesalahannya di depan semua orang dengan tulus?

“Cie-cie, Anneth!"

“Anneth dipanggil Deven, tuh,”

“Kalian udah baikan, Neth?”

“Anneth beruntung!”

Anneth segera diserbu oleh ribuan pertanyaan dan godaan dari teman-teman yang berada di dekat barisannya. Anneth hanya bisa tersenyum kikuk menanggapinya. Ah, bagaimana bisa ini terjadi? Semua ini bahkan di luar prediksinya sendiri.

DEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang