Halo semua! <3
Gimana kabar kalian hari ini? Semoga kalian selalu diberi kesehatan, ya!Aku update chapter baru lagi, nih. Semoga enjoy dengan ceritaku, ya. Jangan lupa untuk vote, komen dan follow aku agar kalian gak ketinggalan pas aku update!
Untuk kalian yang merasa kurang sehat dan merasa tidak bersemangat menjalani hari, tetep bertahan dan jangan menyerah, ya. Jangan sampai pola makan sama pola tidurnya rusak, gak baik!
Untuk kalian yang lagi ngecrushin seseorang, semangat terus! Kejar dia sampai menoleh ke arah kalian. Jodoh gak bakalan kemana-mana kok, palingan diambil temen sendiri.
Terakhir, yang lagi punya banyak masalah di rumah atau di sekolah, semoga masalahnya cepat terselesaikan. Jangan lari dari masalah dan jangan lari dari apa yang menyakitimu. Terlukalah hingga kamu sembuh.
Jangan pernah merasa sendirian. Ada aku, Tuhan, yang selalu bersama kalian. Jangan sedih lama-lama, jelek!
Selamat membaca ya, readers kesayanganku! <3
19. PLEASE, DON'T GO
“Udah gila kamu? Kemana sampai baru pulang jam segini? Hah?!” Wanita paruh baya itu menatap anak gadis di depannya dengan emosi yang menyala. “Kamu pikir hidup kamu sama seperti yang lain? Hidup kamu berpenyakitan. Selalu merepotkan jika Ibu sedikit lengah. Ini salah satu alasan Ibu gak bisa nerima kamu!”
Anneth menundukkan pandangannya menahan sesuatu yang bergejolak ingin turun. Menyakitkan sekali. Ibunya tak pernah sekalipun memikirkan perasaannya ketika ia melontarkan kata-kata yang tak pantas untuknya.
“Ibu, Anneth bisa--”
“Ibu lelah ngurus kamu! Kamu selalu hidup semau kamu tanpa tau akibatnya!” Telunjuknya terangkat. “Pergi saja kamu dari sini! Samperin Ibu kandung kamu!”
Seorang laki-laki yang kini bersembunyi di belakang pagar rumah Anneth langsung menutup mulutnya. Deven baru saja mendengar kenyataan yang bahkan belum pernah ia ketahui. Apakah ia tak salah mendengar? Jadi Delli bukanlah Ibu kandung Anneth selama ini?
Deven sedikit mengintip dari balik pagar. Ia kini menangkap seorang gadis yang tengah mati-matian menahan tangis. Dada gadis itu naik-turun. Anneth tampak sangat terluka dan ketakutan dalam waktu yang bersamaan.
Gadis itu selalu disalahkan. Anneth disalahkan karena bersuara atas rasa sakitnya. Perlahan tatapan Deven menjadi redup. Benar apa yang dikatakan orang-orang disekitarnya. Selama ini, Anneth adalah pihak yang benar-benar terluka. Perlakuan Deven selama ini sama sekali tak pantas untuk gadis itu dapatkan.
****
Anneth perlahan membuka pintu ruang kerja Ibunya. Hatinya terus menolak dan merasa ragu karena kejadian semalam. Namun Anneth mencoba tak peduli itu. Anneth kini mendapati Delli yang tengah fokus pada lembaran kertas yang berada di meja. Gadis itu menarik nafas terlebih dahulu lalu menghampiri Delli.
“Ibu,” panggilnya.
“Ibu sibuk. Jangan ganggu Ibu,”
“Anneth minta maaf, Bu. Kemarin Anneth--”
Delli menarik nafas, “Ibu gak peduli alasan kamu, Neth. Jangan coba-coba buat jelasin apapun ke Ibu,” Lagi-lagi Anneth mendapatkan kata yang menyinggung perasaannya.
Anneth menahan diri agar tak larut dalam kesedihannya. Hidupnya akan terasa sia-sia jika ia terus-menerus merasa terluka. “Makasih, Ibu. Anneth janji bakalan berusaha buat nggak bikin Ibu repot lagi,” ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVEN
Teen FictionDeven Christiandi Putra. Murid pendiam yang pintar dengan segala kegeniusannya. Hidupnya yang semula baik-baik saja seketika hancur oleh seorang gadis yang dengan mudah melenyapkan segala impiannya. Gadis itu tiba-tiba datang dan masuk ke dalam dun...