-*.✧04 - Kakek✧.*-

33.3K 2.6K 78
                                    

04 - Kakek

Sekolah telah berakhir. Sylvester juga sudah menaiki mobil, sekarang ia telah sampai di depan gerbang utama mansion.

Enid turun dan membuka pintu samping kanan penumpang. Tapi... Sang tuan muda—Sylvester—masih asik memejamkan kelopak netranya seraya memeluk ranselnya layaknya bantal guling, dengkuran halus juga terdengar darinya.

Enid bimbang, dirinya harus apa?

Dewi Fortuna seakan sedang memberkati dirinya. Enid melihat sang tuan—Damien—melangkah ke arah dirinya.

"Tuan," ucapnya sambil menundukkan kepalanya hormat.

"Hm," dehem singkat Damien. Damien acuh terhadap sosok Enid, kedua netranya masih asik menatap lekat Sylvester yang tertidur dengan pulas nya.

Padahal, Damien pulang ke mansion hanya untuk mengambil beberapa berkas. Dirinya tidak ingin dan tidak mau menyuruh anak buahnya guna mengambil berkas itu, lagipula sekalian Damien ingin mengecek sesuatu.

"Tuan muda ketiga langsung tertidur setelah sekolah telah berakhir," jelas Enid.

Damien mengangguk singkat, ia mendekat ke arah sang putra bungsu, mengangkatnya perlahan dan menggendongnya ala koala. Ransel juga sudah ada di bawah kendali Enid.

Damien melangkah menuju kamar Sylvester. Terkadang mengelus punggung ringkih itu saat merasakan adanya pergerakan gelisah, dirinya teramat berhati-hati. Entahlah, batinnya seakan mengatakan;

'Putraku terlihat sangat rapuh seperti kaca yang bisa aku hancurkan kapan pun kalau-kalau sedikit kasar saja'

A/N : Cuih :v

Jika Sylvester bangun mungkin ia akan misuh-misuh dan mencak-mencak karena rasa kesal yang sudah memuncak.

Damien sudah sampai di depan kamar Sylvester. Pria melangkah masuk, sempat tertegun menghirup harum yang sangat dirinya rindukan. Vanilla dan mawar, harum yang menyeruak kuat di indra penciumannya.

Tersadar dari ketergunan-nya, Damien meletakkan secara hati-hati Sylvester untuk berbaring di atas empuknya kasur. Sepatu sudah terlepas.

"Heum...." Sylvester bergerak gelisah. Damien sigap, ia mengusap lembut surai perak sang putra bungsu. Terbukti, caranya ampuh. Sylvester langsung tertidur pulas lagi, ia memeluk bantal kotak putih.

Menghela nafas lega, Damien menaikkan selimut sampai setinggi dada, "Hihi...."

'Lucunya....'

Damien menutup mulut dengan tangan kanan, merasa geli melihat Sylvester yang menampilkan berbagai ekspresi saat tertidur. Sylvester nampak menggerutu lirih.

Setelah mengamati sejenak, akhirnya Damien keluar kamar. Dirinya tidak ingin menganggu istirahat sang putra.

Enid yang bagaikan anjing setia masih berdiri tegak di depan pintu kamar. Ia menunduk, menunggu perintah selanjutnya sang tuan.

"Pergilah ke ruanganku lima menit lagi, laporkan segalanya padaku," Damien memberi perintah, ia melenggang pergi. Sebelumnya Enid menjawab tegas.

"Baik tuan."

.*✧-Sylvester-✧*.

"Hoam...."

Mulutnya menguap lebar. Sylvester meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku, ia mengangkat kedua tangannya ke atas.

Sekarang hari mulai gelap. Dirinya harus mandi, tapi rasa malasnya membuncah saat ini. Batinnya selalu bertanya ;

'Plis, siapa yang nyiptain mandi sih?'

Dengan ogah-ogahan, Sylvester melangkah dengan perasaan dongkol menuju kamar mandi.

Setelah berbagai perjuangan melawan kemalasan, akhirnya Sylvester sudah selesai mandi dengan menghabiskan tiga belas menit di dalamnya. Ia selesai berpakaian, mengenakan sweater cream juga celana hitam selutut. Sylvester berniat untuk tidur lagi.

Tapi, baru saja beberapa detik dirinya baru beberapa detik merebahkan tubuhnya di atas empuknya kasur. Ketukan pintu membatalkan niatnya. Apalagi satu orang pelayan wanita yang menginterupsi bahwa makan malam telah tiba.

"Sialan...." Gigi gerahamnya bergemelatuk, Sylvester bangkit dari acara berbaringnya, "Pengen rebahan...."

Memutar kenop pintu, Sylvester melangkah ke lantai dasar sembari mencak-mencak. Dan tanpa Sylvester sadari lagi, dirinya mengerucutkan bibirnya di tambah alis yang menukik tajam. Ekspresi tersebut menimbulkan berbagai tatapan binar dari seluruh pekerja yang melewati dirinya.

Sylvester acuh, ia lebih peduli pada sumber utama rasa kesalnya.

Setelah sampai, seperti biasa tiga orang-Damien, Danielo, Eleander-duduk di sana. Tapi ada yang berbeda, yaitu tambahan satu orang yang sekarang ini duduk di kursi kepala keluarga.

'Siapa itu?'

Tanyanya dalam benak. Sylvester menatap penasaran sosok itu.

Bersurai hitam pekat, netra merah, memakai jas hitam juga sarung tangan hitam. Berahang tegas, proporsi tubuh bagus. Tapi yang membuatnya kesal, adalah-tinggi sosok itu. Sangat teramat jauh di atasnya.

"Sylvester, duduklah di dekat grandpa." Sosok itu tersenyum tipis, menunggu tanggapan dari lawan bicaranya. Sylvester mengerjap cepat.

'Eng-engak mungkin kalo pria itu kakek-kakek kan?'

Mau dilihat berapa kali pun, pria itu yang memanggil dirinya grandpa itu tidak terlihat seperti kakek-kakek, tapi gelar itu sudah tersemat di dalam dirinya. Sungguh, visual Dimitri tidak bisa di anggap enteng.

"Sylvester, ia adalah kakekmu," celetuk Damien setelah ia melihat erjapan cepat sekaligus bingung Sylvester.

"Aku adalah kakekmu," ujar pria itu seraya mengelus lembut surai Sylvester yang sudah ada di dekatnya, "Fransisco von Dimitri."

Fransisco von Dimitri. Nama dari sang tuan besar Dimitri, nama sang kepala keluarga Dimitri, sang pemimpin Dimitri.

Walaupun sudah menginjak kepala enam, tetapi Fransisco masih terlihat segar bugar dengan dada bidang dan punggung tegap. Perawakan yang pastinya mengira ia masih seorang ayah nyatanya Fransisco sudah menjadi seorang kakek-kakek bercucu.

Itu juga, yang membuat istrinya yaitu Margareta Grayson was-was terhadap dirinya. Wanita tua itu selalu takut kalau-kalau sang suami tiba-tiba encok karena lupa umur.

Sylvester menatap asing wajah yang ada di hadapannya kini.

"Wajar saja jika kau tidak mengingat grandpa, kau masih bayi saat itu." Fransisco terkekeh. Sylvester agak bergidik ketika suara bariton itu memasuki indra pendengarannya.

"Sekarang panggil grandpa."

"Eum." Sylvester mengangguk patuh seraya tersenyum manis, "Grandpa."

Sylvester tersenyum manis, tapi bagaikan udang di balik bakwan ada seringaian kecil di senyum manisnya itu.

'Jadiin sumber uang, cocok nih.'

"Baiklah, makan malam di mulai."

✿✿✿Bersambung....

Sowri for typo, and bye...! ✧⁠◝⁠(⁠⁰⁠▿⁠⁰⁠)⁠◜⁠

Sylvester [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang