-*.✧52✧.*-

3K 345 8
                                    

"Putri yang telah lama kau tinggalkan ini sudah terlanjur hancur dari dulu bu."

---🌹🌹🌹---

Sylvester sudah merasa lebih baik sekarang ini. Tapi ia masih sesenggukan. Kedua netranya agak bengkak, serta wajahnya memerah karena terlalu lama terisak tadi. Lauriel ada di sampingnya. Ia mendekap hangat sang keponakan.

Sekarang ini keduanya sedang ada di kamar Sylvester. Hanya ada keduanya, sedangkan yang lain katanya sedang ada di luar kamar.

"Cute boy...." Lauriel memberikan kata-kata penenang. Sylvester menyamankan diri ke dalam dekapan Lauriel, ia memejamkan kelopak netranya.

Mare sudah mati, mati karena gadis itu. Sekarang tidak ada lagi yang akan mengganggu dirinya kala Sylvester sedang menggambar atau membaca. Tidak ada lagi makhluk kecil yang akan mendengkur kala dirinya usap kepalanya. Sylvester sedih, sekaligus benci.

Sedih karena kematian Mare, benci sebab gadis itu yang membunuhnya.

"Mom... Bunuh gadis itu." Sylvester jadi terisak kembali di dekapan Lauriel.

"Tentu, my cute boy." Lauriel mengiyakan, ia mengelus lagi surai belakang Sylvester lembut.

"Syl juga harus menjadi minta maaf sama kak Pearl...."

Dirinya harus minta maaf pada Pearl. Padahal Sylvester sudah bilang akan menjaga dan menyayangi Mare, tapi dirinya tidak bisa serta gagal dalam ucapannya.

"Iya, kita akan ke kediaman Ephraim nanti."

Sylvester mengangguk pelan. Tubuhnya sekarang rasanya tidak nyaman. Kepalanya agak pusing. Nafasnya terasa terengah-engah, pandangannya pun memburam. Sylvester mengantuk.

"Cute boy...?"

Sylvester tidak menyahut, tapi ada gerakan kecil darinya. Lauriel peka. Sylvester baru keluar dari rumah sakit, kondisinya masih tidak memungkinkan untuk hal seperti sekarang ini.

Lauriel akan memanggil Louis.

Setelah beberapa saat, akhirnya Sylvester tidur. Lauriel menaikkan selimut, serta mengatur suhu ruangan agar tidak terlalu dingin. Ia melangkah ke luar kamar.

-*.✧Sylvester✧.*-

Margareta yang ada di luar kamar langsung menoleh kala pintu kamar Sylvester terbuka, sosok Lauriel keluar dari sana. Dari celah pintu sebelum tertutup bisa terlihat Sylvester yang sudah tertidur pulas akibat terisak.

Margareta mendekat ke arah Lauriel, "Bagaimana?"

"Cute boy masih sedih ma." Lauriel menjawab setelah menggeleng pelan. Margareta menghela nafas, ia menatap cemas ke arah pintu sang cucu bungsu.

"Ini semua salah pria tua busuk itu!" Margareta mengutuk, kala dirinya mengingat rencana busuk sang suami.

Lauriel menghela nafas pelan. Semua sudah terjadi, "Hm, papa tidak bisa di bantah ma."

"Kita juga tidak bisa memberi tahu Sylvester, pria tua itu pasti tidak akan membiarkannya terjadi begitu saja." Margareta memijat kepalanya, merasa pusing karena tingkah gila pria tua yang notabenenya adalah suaminya. Apalagi mengingat mereka berdua sudah bersama selama bertahun-tahun.

"Riel akan memanggil Louis sebentar."

Margareta mengangguk. Sang cucu bungsunya sekarang pasti akan sakit lagi. Ia masuk ke dalam kamar, membiarkan Lauriel yang pergi melangkah ke lantai dasar.

Sylvester [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang