-*⁠.⁠✧17 - Bersama Grandpa✧.*-

16K 1.2K 23
                                    

17 - Bersama Grandpa

"Mom...." panggil lirih Sylvester pada Lauriel yang masih menyuapinya dengan bubur gandum. Perutnya terasa penuh, padahal dirinya masih memakan tiga sendok bubur.

"Baiklah, ini minum." Lauriel meletakkan mangkok buburnya, ia menyerahkan susu coklat pada Sylvester. Dirinya menghela nafas di dalam hati karena porsi makan Sylvester makin berkurang.

Sarapan pagi ini terasa sedikit suram setelah kejadian Sylvester henti nafas pada saat tidur kemarin. Lauriel tidur di kamar Sylvester karena masih takut tadi malam.

"Sylvester," panggil Fransisco, Sylvester menatap Fransisco yang memanggil dirinya.

"Ya grandpa." Sylvester menjawab panggilan. Fransisco tersenyum tipis, ia melangkah menghampiri Sylvester dan mengusak surai nya.

"Nanti kita jalan-jalan, gimana mau?" Fransisco menjejerkan tingginya pada Sylvester yang duduk di kursi meja makan, tatapan tulus ia pancarkan. Sylvester merenung sejenak, tak lama dirinya mengangguk mengiyakan ajakan Fransisco yang mengajak dirinya untuk jalan-jalan.

"Kalau begitu grandma akan menyiapkan pakaian hangat dulu." Margareta beranjak, ia pergi keruang pakaian guna menyiapkan pakaian musim dingin untuk suami dan cucunya.

-*.✧Sylvester✧.*-

"Sylvester."

Sylvester menerima dengan baik coklat panas yang sekarang sudah hangat dan meminumnya. Rasa manis pahit menjalar di seluruh mulutnya. Tubuhnya menghangat, semburat merah terlukis.

"Suka?" Fransisco duduk di sampingnya. Sylvester mengangguk senang, ia menikmati coklatnya.

Fransisco mengajak Sylvester untuk pergi ke taman kota. Taman tersebut saat indah saat musim dingin. Untuk keamanan sendiri Fransisco sudah mengatasinya dengan mengutus banyak bawahannya untuk berjaga di seluruh sudut ataupun titik buta taman tanpa terlihat oleh Sylvester.

Kakek dan cucu itu duduk di bangku taman yang sudah di bersihkan dan terlindungi dari hujan salju, ada atap di atas bangku tersebut. Fransisco mengusak puncuk surai Sylvester, hatinya yang selalu dingin sekarang menghangat.

Sudut bibir Fransisco tertarik, senyuman lebar terlukis di wajahnya. Sylvester tanpa sadar mengerucutkan bibirnya. Dahinya ia kerut, kedua netranya menyipit. Ia mendongak seraya menatap Fransisco yang tersenyum sambil menghadap ke arah depan.

"Grandpa."

Fransisco yang masih tersenyum menoleh pada Sylvester yang memanggilnya.

"Jangan tersenyum, grandpa terlihat menakutkan kalo sedang tersenyum kayak gitu," ujar Sylvester.

Fransisco mendengus.
"Dasar, kau berani berkata seperti itu pada grandpamu."

"Biarin, emang fakta kok." Sylvester hanya acuh dan mengangkat bahunya tidak peduli pada ekspresi Fransisco yang sudah masam di sampingnya.

"Hu!" Dengan sengaja Fransisco mencubit pipi Sylvester, tidak terlalu keras tapi memerah. Sylvester memekik, ia langsung menjauhkan tangan Fransisco dari pipinya.

"Tangan grandpa bau! Jauh-jauh sana!" Sylvester meletakkan gelas coklat, ia berdiri dan melotot garang ke arah Fransisco yang terlihat puas dengan tindakannya tadi.

Fransisco hanya terkekeh, ia merasa senang dan lucu dengan ekspresi cucunya. Sepertinya Sylvester sudah membaik.

Ernest tidak tahu. Dirinya merasa tidak pantas untuk merasakan semua kebahagiaan ini. Sylvester yang asli juga tidak pernah menemui dirinya, remaja itu seperti langsung pergi ke alam baka begitu saja.

Ernest benar-benar bimbang. Tapi, mungkin ini memang takdirnya. Takdirnya untuk hidup bahagia di sini.

'Tak!

"Aduh!" Sylvester mengaduh kala jidat paripurna miliknya di jitak oleh sang kakek, ia menggerutu.

"Jangan melamun," titah Fransisco seraya berkacak pinggang layaknya seorang ibu yang sedang memarahi anaknya.

Sylvester hanya bisa menganggukkan kepalanya, dirinya tidak ingin terkena jitakan Fransisco lagi akibat dari membantah.

✿✿✿Bersambung...

Sylvester [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang