-*⁠.⁠✧12 - Snow✧.*-

15.9K 1.3K 2
                                    

12 - Snow

'Dor!

Suara tembakan saling bersahutan di sebuah dan di dalam gedung usang di tengah hutan belantara. Beberapa mobil hitam terparkir di depan bangunan itu. Damien, dengan mengenakan kemeja hitam dan celana panjang hitam keluar dari salah satu mobil.

Enid, yang membuka pintu mobil untuk sang tuan menunduk, ia lalu berucap;

"Di dalam sudah terurus tuan," ucapnya.

Damien mengangguk singkat, ia memasuki bangunan tersebut. Amis darah menguar saat langkah pertama Damien di lantai bangunan itu. Lantai pertama terlihat banyak mayat tergeletak di atas lantai, Damien hanya memasang wajah datar saat beberapa anak buahnya menunduk hormat pada dirinya.

"El."

Danielo yang sedang membersihkan belati kesayangannya menoleh. Kepalanya ia tolehkan ke arah belakang, yang dimana ayahnya berdiri di ambang pintu. Danielo mengangkat alis, berharap sang ayah peka dengan pertanyaan tak terlihatnya.

"Apa yang kau temukan."

Terdengar seperti pernyataan ketimbang pertanyaan kalimat itu, mengabaikan itu Danielo mengambil beberapa dokumen yang tergeletak di atas meja yang bersih, ia memberikannya kepada sang ayah.

"Hm, kita kembali," ucap datar Damien.

"Baik ayah." Danielo menjawab, ia menyimpan belati dan pistolnya. Dirinya mengabaikan jejak cipratan darah di pakainya.

-*.✧Sylvester✧.*-

"Woah..!"

Sylvester berseru senang. Kedua netra birunya menatap binar di balik jendela ruang tengah lantai dua, mulutnya menganga lucu.

Di balik jendela, salju turun. Butiran putih itu menutupi tanah sehingga berwarna putih. Pohon-pohon juga ikut tertutupi olehnya.

"Hehe," tawa kecil dirinya lontarkan. Sylvester lalu berlari, ia menuju ke arah dimana Lauriel berada yaitu ruang santai.

Lauriel yang sedang duduk dan menghias cantik kukunya tersenyum cerah, melihat sang keponakan imutnya mendekat kearahnya seraya tersenyum manis. Hatinya terasa damai melihat senyuman itu.

"Mom, boleh keluar?" Sylvester melontarkan pertanyaan. Dengan senyum merekah dirinya memohon dengan tatapan binarnya, berharap kata 'iya' Lauriel ucapkan.

"Tidak."

Senyum merekah itu memudar, binar manik itu hilang. Lengkungan bibir tadi Sylvester lengkungkan ke bawah, dirinya menunduk sedih saat mendengar kalimat itu. Sudut bibir Lauriel berkedut, ia merubah gaya duduknya.

"Tidak jika cute boy sendiri, iya jika cute boy bersama seseorang."

Dengan secepat kilat Sylvester mendongak, ia tatap kedua netra hijau gelap Lauriel.

"Baik mom!"

Anak itu langsung berlari menjauh dari dirinya. Lauriel hanya menggelengkan kepalanya. Setelahnya ia menatap dalam keluar jendela di dekatnya. Senyum dan pandangan teduh ia lukis di air mukanya.

"Turun salju ya."

---✿✿✿---

"Cih, pada kemana sih...?" tanya lirih Sylvester pada dirinya sendiri. Dengan kesal tangan kanannya melempar bantal kotak ke arah lantai. Bantal kotak itu menjadi korban dengan tergeletak tak berdaya di lantai karena kekesalan Sylvester. Sungguh bantal yang malang.

Dirinya tanpa sadar mengerucutkan bibirnya, tangannya bersedekap, dahinya mengkerut. Anak itu masih duduk di ruang tengah lantai dua tadi, sepi di sana kecuali beberapa maid yang berlalu lalang.

"Huh!" Menghela nafas kasar, Sylvester segera bangkit. Ia melangkah lagi menuju Lauriel berada.

"Mom...."

Alis Lauriel terangkat kembali melihat air muka sedih yang tercetak jelas di wajah keponakanku, ia mempersilahkan Sylvester untuk duduk di samping kirinya.

"Nggak ada siapa-siapa mom...." Dengan nada sedih Sylvester mengadu, benar-benar menyebalkan.

Tadi setelah Lauriel mengizinkan dirinya untuk keluar mansion dengan syarat bersama seseorang, dirinya langsung berlari ke sana kemari guna menemukan seseorang untuk dirinya seret. Anak itu berlari dari sudut ke sudut mansion untuk menemukan seseorang, tapi nihil tidak ada seorangpun.

"Hm...." Lauriel nampak merenung sejenak, ia menumpukkan dagunya. Lauriel langsung memasang air muka cerah saat selesai merenung.

"Sepertinya ada putra pertama mommy di perpustakaan sebelah barat," pinta Lauriel kepada Sylvester yang masih bersedih karena tidak ada seseorang yang dirinya seret.

"Kak Marcellus?"

Lauriel mengangguk. Sylvester langsung saja tersenyum cerah, tapi langsung luntur kala dirinya teringat sesuatu.

"Tapi, kak Marcellus nggak galak kan?"

Lagi-lagi sudut bibir Lauriel berkedut saat mendengar putra pertamanya di tanyai galak.

"Nggak kok, kak Arce nggak galak." Dirinya tersenyum, ia meyakinkan Sylvester. Sylvester tampak ragu, tapi dirinya tetap mengangguk dan langsung berlari ke arah perpustakaan yang di tuju nya.

✿✿✿Bersambung....

Holaaaa (⁠ ⁠╹⁠▽⁠╹⁠ ⁠)

Sylvester [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang