6th | marah

7 2 0
                                    

Cerita ini hanya fiktif. Tempat, latar belakang, tokoh-tokoh dengan segala ceritanya dari masa lalu or in the present dalam cerita ini hanyalah karangan dari sang penulis yaitu diriku sendiri. Aku nulis ini buat have fun, dan aku harap kalian juga senang dan terhibur dengan tulisan-tulisanku.

Itu aja. Makasie. Enjoy the read ;)

***

a ruby song

a ruby song

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa diam aja? Ayo, masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa diam aja? Ayo, masuk."

"Ini serius saya disuruh masuk juga?" Lucy malah bertanya. Soalnya ya, logika aja gitu kan, Lucy nggak kenal-kenal amat sama lelaki yang meski aduhai tampan sekali ini, namun belum tentu dia sebaik yang terdengar dan terlihat. Ya kali dia masuk begitu saja ke rumah laki-laki yang nggak dia kenal hanya untuk mengoleskan salep ke jidatnya yang kelihatannya sudah menunjukkan tanda-tanda akan benjol. Sori-sori nih, tapi Lucy punya trust issues berat.

"Iya, dong. Masa kamu mau nunggu diluar?"

Lucy membuang nafas. "Yang waktu itu bukan apa-apa, Bang Taylor. Jadi nggak perlu begini. Saya pulang aja, ya? Dideket rumah saya ada apotik kok, jadi nanti saya beli disana aja. Nggak perlu khawatir."

Anyway, Lucy membicarakan tentang beberapa hari yang lalu dimana ia 'menyelamatkan' Taylor yang keselek boba thai tea-nya. Taylor bilang, kalo kebetulan dirumahnya ada salep buat memar. Jadi dengan polos dia mengajak Lucy untuk ikut dengannya ke rumah. Lucy sempat menolak, namun Taylor bilang;

"Anggap aja ini sebagai permintaan maaf sekaligus balas budi saya karena kamu udah nyelametin saya waktu itu."

"Hah?" Lucy jelas bingung.

A Ruby SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang