Tharn, meskipun tidak bisa mengubah esensinya, memutuskan untuk menjalani hidup dengan sikap yang lebih santai. Dia menemukan keseimbangan antara ketegasan dan kedewasaan dalam pekerjaannya, namun terkadang masih menunjukkan sisi ceria dan jahil seperti dulu.
Dalam pekerjaan, Tharn mampu bersikap tegas dan dewasa. Dia membuat keputusan dengan bijaksana dan menangani tanggung jawabnya dengan profesionalisme. Namun, di luar pekerjaan, dia masih mempertahankan sisi kekanak-kanakan yang ceria.
Sepuluh bulan berlalu, kedekatan antara Tharn dan Gulf semakin erat. Meskipun sering kali digosipkan memiliki hubungan lebih dari sekadar persahabatan, keduanya memilih untuk mengabaikan gosip tersebut. Hari ini, mereka berkumpul untuk memulai rapat mengenai inovasi material di perusahaan mereka.
Gulf, dengan penampilan tampannya, fokus mendengarkan ide-ide kreatif dari para karyawannya. Bright, setia mencatat setiap kata yang diucapkan, memastikan tidak ada detail yang terlewat. Tharn, yang juga turut serta dalam rapat, memberikan saran-saran berharga berdasarkan hasil risetnya.
Suasana rapat terasa kondusif, diwarnai dengan ide-ide segar dan semangat tim. Kedekatan Tharn dan Gulf terlihat dari cara mereka saling melengkapi. Gulf memberikan ruang untuk pendapat Tharn, dan Tharn dengan tulus memberikan kontribusinya.
"Saya suka ide itu, Tharn. Bagaimana menurutmu kita menggabungkan itu dengan konsep yang sudah ada?" Ujar Gulf
"Saya setuju, pak Gulf. Dengan memadukan kedua konsep itu, kita bisa menciptakan sesuatu yang benar-benar inovatif" Balas Tharn
"Baik, saya catat untuk segera dilakukan. Ini akan menjadi langkah besar bagi perusahaan kita" ujar Bright sambil sibuk mencatat
Rapat berjalan dengan lancar, mencerminkan kerja sama yang kuat antara Gulf, Tharn, dan tim mereka. Kedekatan dan kepercayaan yang mereka bangun selama ini menjadi fondasi untuk mencapai tujuan bersama.
Setelah rapat, Gulf, Tharn, dan Bright memutuskan untuk makan siang bersama. Saat duduk di sebuah restoran, obrolan mereka beralih ke masa magang Tharn yang akan segera berakhir.
"Tharn, tinggal 2 bulan lagi ya sebelum masa magangmu berakhir. Kamu benar-benar memberikan kontribusi luar biasa selama ini. Kita bangga memilikimu di tim kita" ujar Gulf
"Ya, Tharn. Hasil riset dan ide-idemu sungguh luar biasa. Aku yakin kamu akan mendapatkan nilai tertinggi" tambah Bright
Tharn tersenyum, senang mendengar pujian mereka. Namun, di balik senyumannya terlihat sedikit rasa sedih.
"Terima kasih, pak Gulf, pak Bright. Aku benar-benar menikmati bekerja di sini. Rasanya sudah seperti rumah kedua bagiku" ujar Tharn
"Hei, sudah phi katakan jangan panggil bapak saat sedang diluar kantor, dan kenapa wajahmu sedih seperti itu?" Tanya Gulf
"Maaf PhinGulf. Sebenarnya Aku senang bekerja di sini dan bersamamu dan Phi Bright. Tapi, sisa waktu saya hanya 2 bulan lagi. Rasanya seperti aku baru saja mulai merasa betah" jawab Tharn
"Tharn, jika kamu ingin tetap bersama kami, phi bersedia membuatmu menjadi pegawai tetap di perusahaan ini. Kamu sangat berharga bagi kita" ujar Gulf
"Aku setuju pada Gulf kau sudah aku anggap seperti nong-ku sendiri Tharn, aku tidak mau kehilangan adikku" ujar Bright mulai dramatik
"Terima kasih, Phi Gulf, Phi Bright. Tapi ayahku meminta untuk bergabung dengan perusahaan keluarga setelah lulus kuliah nanti. Aku ingin memenuhi harapan beliau" tolak Tharn
Gulf mengangguk mengerti, "Aku paham, Tharn. Kami akan selalu menghargai kontribusimu di sini. Dan siapa tahu, mungkin suatu saat kita bisa berkolaborasi lagi" ujar Gulf
Rasa haru dan keakraban terasa di antara mereka, menyadari bahwa meskipun suatu periode berakhir, hubungan mereka tetap berharga. Makan siang bersama menjadi momen yang penuh emosi, mengingat perjalanan dan pengalaman yang telah mereka bagikan selama ini.
Di balik senyuman dan rasa bersyukur Tharn, ternyata ada lapisan perasaan yang lebih dalam dan rumit. Kepedihan Tharn tidak hanya karena masa magangnya yang akan berakhir, tetapi juga karena perasaan yang mulai tumbuh di hatinya.
Tharn, yang selama ini bersikap profesional di tempat kerja, merasa sulit untuk mengungkapkan perasaannya pada Gulf. Rasa takut dan ketidakpastian menyelimuti hatinya.
Tharn merenung, "Sebenarnya, rasa sedihku tidak hanya karena masa magang akan berakhir. Aku mulai merasakan sesuatu yang lebih, sesuatu yang sulit kukatakan" batin Tharn
Dia berpikir tentang kedekatan mereka dan melihat Gulf sebagai seseorang yang lebih dari sekadar rekan kerja. Tapi ketakutan dan keraguannya membuatnya terhenti untuk mengungkapkan perasaannya.
Tharn bertanya pada dirinya sendiri, "Apa yang seharusnya aku lakukan? Bagaimana jika Phi Gulf tidak merasakan hal yang sama? Dan jika aku harus pergi setelah magang berakhir, akankah kita kehilangan kesempatan untuk bersama lagi?" Gumam Tharn
Dalam kebimbangan dan cemas, Tharn mencari jawaban. Perasaannya yang rumit dan keraguannya menciptakan ketegangan emosional, membuatnya bertanya-tanya apakah langkah ini bisa merubah segalanya atau justru mengancam hubungan baik yang sudah terjalin.
~~~
Malam itu, Gulf, Bright, dan Win berkumpul untuk makan malam bersama di salah satu restoran terbaik di London. Win, yang sedang berada di kota tersebut untuk kontrol bulanan di restorannya, juga memanfaatkan kesempatan untuk bersama dengan kekasihnya, Bright. Sudah tiga bulan sejak mereka menjadi sepasang kekasih, dan suasana hati mereka terpancar kebahagiaan.
Saat meja mereka dipenuhi dengan hidangan lezat, obrolan santai mengalir di antara ketiganya.
"Bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Tharn, Gulf? Kau kelihatan ragu beberapa waktu terakhir" tanya Win
Gulf terdiam sejenak sebelum menjawab, "Sejujurnya, aku masih belum yakin, Win. Suka pada Tharn atau hanya karena dia mengingatkanku pada phi Mew" jawab Gulf
Win melihat ke arah Gulf dengan pandangan penuh pengertian, "Mungkin perasaanmu masih bercampur aduk. Tapi, tidak ada yang bisa memaksa hati untuk memahami perasaannya sepenuhnya. Beri waktu pada dirimu sendiri" Ujar Win
Gulf mengangguk, "Benar, Win. Dan aku pernah berjanji pada Phi Mew bahwa hatiku tidak akan dimiliki oleh lelaki lain selain dia. Ini sulit untuk diterima" balas Gulf
"Gulf, setiap orang berhak untuk bahagia. Mungkin kamu hanya perlu memberi kesempatan pada dirimu sendiri untuk merasakan dan mengerti perasaanmu" tambah Bright
Makan malam berlanjut dengan obrolan yang ringan, tetapi beban perasaan di hati Gulf masih terasa. Di antara canda tawa dan cerita kehidupan sehari-hari, pertanyaan tentang perasaan sejati dan kesetiaan pada janji masa lalu masih menggelayuti pikiran Gulf.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Does Happiness Exist? S2 || MewGulf (End)
RandomKelanjutan kisah Gulf Kanawut setelah 4 tahun di tinggal mati oleh sang suami Mew Suppasit, kini akhirnya Gulf bertemu dengan seorang pemuda yang sangat mirip dengan mendingan Suaminya, tapi dengan sikap yang 180° berbeda dengan mendiang suaminya Ba...