Love (ing)-Renjun Ningning

161 9 3
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ayo putus."

"Apa?"

"Ayo kita akhiri hubungan ini."

hening.

Merasa tidak ada lagi yang di ucapkan, gadis cantik berhoodie itu melangkah tergesa meninggalkan pria bertopi hitam itu duduk tertunduk di kursi taman. terlihat terpukul dengan pernyataan yang beberapa menit tadi terlontar.

Mereka berkahir? tentu saja!

Nasya pikir setelah berpisah dia akan baik-baik saja, tapi mengapa terlihat lebih kesepian dari biasanya. berkali-kali membaca ulang pesan-pesannya dengan Janar sebelum berpisah. sudah lebih dari sebulan dia berpisah dengan Janar. tapi rasa kesepian itu muncul setiap saat. dia pikir akan lebih baik berpisah dari hubungan yang membosankan. tapi ternyata ini jauh lebih menyiksa.

Tidak ada lagi hari cerah untuk pergi piknik berdua, menikmati langit cerah dengan tidur di paha kekar Janar, tidak ada lagi suapan jahil dari Janar. yang ada kini hanya ruangan sepi dengan alunan lagu akustik menusuk hati.

Merindu!

Tentu saja Nasya merindukan suasana itu. di mana dia dan Janar menghabiskan waktu berdua, saat berjalan bersama dengan bergandengan tangan. memasak bersama. Nasya rindu!

Tidak berguna lagi seberapa lama dia menangis, semua itu tidak akan bisa membuat hubungannya dengan Janar kembali utuh. masih segar di ingatannya seminggu lalu. di mana dia menghubunggi Janar dengan semangat, berniat meminta maaf dan mengulang semua dari awal.

memesan dua tiket untuk menonton pertunjukan opera, menulis surat permintaan maaf dan tentu saja mengirim pesan pada Janar.

tidak seperti biasa, Janar dulu selalu membalas dengan cepat apapun keadaannya, tapi kini dia membuat Nasya menunggu lama, sampai tertidur di meja hanya menunggu balasan, dan itu pun hanya terbalas dengan kata "Bisa."

Tidak apa, setidaknya Janar mau bertemu.

Berdandan dengan cantik agar Janar terkesan, tapi ternyata hanya tetapan yang entah seperti apa, entah lah Nasya hanya melihat senyum tipis, itu melukai hatinya. segitu tidak inginkah Janar bertemu?

"Masuklah."

Nasya memejamkan matanya, suara itu, suara yang gadis itu rindukan. Perlahan langkah itu masuk kedalam, pertama kali yang dia lihat adalah lukisan besar di dinding atas Tv, jemari itu meremas roknya, kepalanya tertunduk, hatinya pilu. ya dia tertampar keadaan jika kini semuanya berubah, foto mereka yang tersenyum lepas sudah terganti!

"Duduklah."

Nasya mendudukan tubuhnya, mengambil air yang Janar sodorkan, "Terima kasih."

Gadis dengan senyuman manis itu tidak jadi meminumnya karena melihat Janar duduk di hadapannya. jantungnya nyaris melompat, sudah lama jantungnya tidak agresif seperti sekarang.

"Aku datang, ingin membicarakan sesuatu. Aku-"

"Biar aku yang bicara dahulu."

Nasya menutup rapat mulutnya, memandang wajah tampan itu sebentar lalu mengangguk pelan.

"Aku tidak tahu mengapa kita harus ada di situasi seperti ini, aku tidak tahu salahku apa sehingga kau harus melontarkan kata pisah di saat hubungan kita baik-baik saja."

"Janar, kau bilang apa. bagaimana kalau kita-" mengeluarkan tiket yang sudah dia siapkan.

"Nasya, sudah cukup. sudah cukup membuatku tidak bisa berkata-kata. aku pikir selama ini kita baik-baik saja. maaf jika selama denganku kau tersiksa dan bosan. aku banyak berfikir akhir-akhir ini, menagapa aku yang selalu mengalah? aku selalu meng-iya-kan apa yang aku ingin. aku pikir dengan begitu kau bisa mencintaiku lebih lagi. tapi, semuanya jauh dari prediksiku. kita sudah berbeda, mulai sekarang mari jangan saling menghubungi lagi."

"Jan-"

"Maaf, dan ku mohon terima kembali semua ini, aku tidak ingin mengingat semua tentang kita."

Nasya melihat kotak itu dengan mata yang berkaca-kaca, tangannya bergetar saat menerima kotak berisi kenangan mereka.

"Oke!"

Setelah pergi dari rumah Janar pun Nasya masih memandang kosong jalanan, hingga kakinya lemas, tertunduk di trotoar, ingin menangis keras tapi tidak bisa. jadi semuanya memang sudah berakhir? kisahnya berkahir? di bukanya kotak itu, hal pertama yang dia lihat adalah foto-foto mereka, semuanya lengkap. dan Janar benar-benar tidak ingin mengingatnya, Nasya menyesal! andai kata-kata itu tidak pernah dia ucapkan, mungkin kini dia akan hangat di dalam pelukan Janar. semuanya sudah terlambat, Yasya memasukan surat dan tiket itu ke dalam kotak itu. terisak tanpa suara mengabaikan orang yang berlalu lalang. semuanya berakhir!
Kembali meringkuk seperti bayi, terisak dengan pilu saat mengingat kepastian kandasnya hubungan mereka. Nasya sudah mencoba untuk mencari kesibukan untuk melupakan segalanya, tapi selalu tidak berhasil.

"Kau menang Janar, aku... aku hancur tanpamu."

Nasya mencoba bangun, melihat penjuru kamarnya yang bernatakan, sampah di mana-mana. botol beer tergelak dengan tidak tahu aturan.

Nasya turun dari ranjang dan duduk di depan meja kecil tempat beberapa botol beer kosong tergelatak.

"Aku haus, kau tidak ingin datang Janar?"

Nasya menuang beer yang masih tersisa ke dalam gelas mungil itu dan meneguknya dengan sekali tegukan. lalu tersenyum miris. merasa kesepian dan hancur. mengulangi kegiatan itu berkali kali sembari terisak. di balik mata berairnya dan rasa mabuknya, dia melihat bayangan orang yang sangat dia cintai sedang berdiri menjulang di hadapannya.

"Kau datang?"

Laki-laki itu mengulurkan tangannya, dengan perlahan Nasya menyambut ulurannya, tubuh mungilnya tertarik masuk pada pelukan hangat itu. tangisan pemuda manis itu meledak, meremas pelan baju yang di gunakan orang yang memeluknya hangat itu. menangis sejadi-jadinya menuangkan rasa rindu, tidak mampu berkata-kata walau hanya menyebut nama. di fikirannya kini Janar memeluknya erat, dan dia menuangkan rasa rindunya.

Menangis sampai lelah dan tertidur dengan nyaman di dalam pelukan itu. laki-laki itu tersenyum miris memandang wajah lelah itu.

"Sebegitu cintanya kau dengan Janar, Nasya."

End

ONESHOOT STORY AEDREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang