08. Tamu Tak Di Undang

83 18 2
                                    

. Tamu tak di undang

  Kian Santang masih diam, netranya terus menatap wajah Serayu yang memang sama dengan Kenari Rindu. Rasa bersalah dalam dirinya kembali terasa, ia terlalu terkejut menghadapi lawan dengan wajah sama. Bukan tidak bisa melawan atau keluar dari ancaman Serayu tetapi hati, pikiran, juga raganya menyatu untuk tidak melawan.

  Serayu hanya diam menatap manik mata Kian Santang yang ia ketahui adalah mata rasa bersalah yang teramat besar. Seberapa fatal kesalahan Kian Santang terhadap gadis bernama Kenari Rindu hingga pemuda dalam ancamannya itu susah untuk memaafkan dirinya sendiri.

  Serayu mengalihkan pandangannya kelain karena ia merasakan sesuatu yang datang dan yang akan pergi. Serayu mengalihkan pedangnya dari leher Kian Santang lalu berbalik membelakangi Kian Santang yang menatapnya aneh.

   "Aku tidak suka jika ada orang lain yang ikut campur urusanku!" Kata Serayu yang menatap istana Padjajaran.

  Kian Santang menautkan kedua alisnya ia tidak mengerti dengan ucapan Serayu. Sebab, ia sama sekali tidak merasakan apa apa.
Kian Santang pun mencari kesempatan untuk berdiri lalu mengambil pedang Cakra yang terlempar. Serayu menoleh kearah Kian Santang tapi ia tidak berselera lagi untuk membunuh pemuda tersebut. Entah kenapa hatinya berkhianat untuk melakukannya ditambah ada sesuatu masuk ke istana.

  Tak lama terdengar kegaduhan dalam istana melebihi kegaduhan ia perbuat untuk mencari keberadaan Kian Santang. Kian Santang juga mendengar hal tersebut apalagi suara kakak iparnya juga yang lain berteriak memanggil nama bayi yang baru saja beberapa hari lahir.

  "Yunda Endang Geulis.." Kian Santang segera memasuki istana namun belum sampai sebuah ledakan terjadi dibelakang dirinya. Kian Santang menoleh dan mendapati Serayu perempuan berjubah merah maroon itu tidak ada lagi.

  "Rindu...bukan. Dia bukan Rindu.." Geleng Kian Santang saat mulutnya kembali berucap nama yang sudah ingin ia lupakan.

 
  TANG!!

  Kian Santang menatap hutan sebelah kanannya yang terdengar peraduan pedang.
Rasa penasarannya menyeruak tiba tiba dan pikirannya mengatakan jika Serayu berada didalam sana. Tak ingin menyiakan, ia segera pergi kedalam hutan guna untuk melihat.

○○○○○


Didalam istana, Abimanyu, Arkian, Chen dan Aheng menghadapi para siluman berkepala sapi bertubuh manusia (Gudel) yang datang untuk mengambil bayi baru lahir. Tuan mereka sudah merebut putri dari Walangsungsang dan membiarkan anak buahnya menghalau agar lancar mendapatkan bayi yang akan dijadikan tumbal.

   "Dasar sapi aneh! Cihh! Mau saja diperintah sama manusia!" Gerutu Arkian.

  "Adikku pasti sudah tidak berselera lagi untuk membunuh targetnya." Kata Abimanyu sambil menghalau serangan siluman sapi tersebut.

  Aheng memenggal kepala siluman sapi tersebut namun kepala itu kembali muncul hingga membuat Aheng bergidik ngeri.

  Sementara itu Rara Santang, Kandita dan beberapa punggawa lainnya melawan serangan siluman sapi yang begitu susah untuk dikalahkan.

"Yunda awas!!!" Rara Santang berteriak melihat kakaknya Kandita yang diserang oleh siluman sapi dari belakang. Ia ingin membantu tetapi tidak bisa karena siluman sapi lainnya masih menyerangnya.

  Jleb!

Kandita membuka mata dan melihat siluman sapi itu tumbang setelah dada kirinya tertusuk pedang. Kandita menatap pemuda berwajah tiongkok didepannya dengan lamat.

  "Kau tidak apa-apa?" Tanya pemuda itu.

  "A-aku tidak apa apa. Te-terima kasih." Balas Kandita sedikit gugup.

  "Yunda kau tidak apa apa?" Tanya Rara Santang yang sudah berada didekat kakaknya.

  Gelengan sebagai jawaban dari Kandita yang disyukuri oleh Rara Santang. Rara menatap pemuda itu lalu juga ikut berterima kasih atas selamatnya Kandita walau pemuda itu musuhnya.

  "CHEN!! JANGAN MENGGODA PEREMPUAN! KU BILANG SAMA SERAYU HILANG ITU KEPALAMU!" Teriak Aheng karena melihat Chen kekasih Serayu bersama dua putri kerajaan.

   "AKU HANYA MENOLONG!" Balas Chen dengan teriakannya juga.

  Chen pemuda yang menolong Kandita segera pergi untuk membantu yang lainnya.
Kandita merasakan sesuatu dalam dirinya apalagi wajah tampan pemuda itu membuatnya tertarik.

"Dia tampan sekali" Batinnya.

 

○○○○○

 
Syuuuttt

  Serayu melemparkan bola kristalnya dan pecah menjadi kepulan asap. Pemilik siluman sapi yang menculik bayi Walangsungsang kesusahan untuk melihat apalagi bayi yang ia pegang menangis kencang.

  "Kurang ajar!!" Ucapnya kesal sambil mencoba menghilangkan kepulan asap tersebut.

   
   Casssst

   Jleb

  Kepala pemimpin siluman sapi itu terpenggal oleh pedang milik Serayu bukan hanya memenggal Serayu juga menusuk jantung pemimpin itu agar tidak hidup kembali.  Kepala itu terlempar dari balik kepulan asap dan jatuh tepat didepan Kian Santang yang baru saja sampai tempat tujuan.

  Kian Santang membelalakan matanya melihat kepala itu. Ia pun melihat Serayu berjalan kearahnya sambil menggendong bayi. Kian Santang segera menghampiri Serayu namun belum sampai pedang tajam sudah didepan matanya.
 

  "Mendekat. Kau mati atau anak ini yang mati?" Ucap Serayu.

  "Jangan! Jangan kau bunuh keponakanku." Pinta Kian Santang.

Serayu menatap bayi ditangannya kemudian menatap Kian Santang. Satu ide muncul diotaknya, Serayu tersenyum miring.

  "Kau ingin keponakanmu selamat?" Kian Santang tentu saja mengangguk.

  "Aku ingin membuat penawaran." Ujar Serayu.

  "Penawaran apa?" Tanya Kian Santang yang matanya selalu menatap bayi ditangan Serayu.

  Serayu tersenyum tipis," Kita keistana baru aku beri tahu. Jalan." Kian Santang berbalik sambil meringis sakit karena kakinya ditendang oleh perempuan itu yang masih menodongkan pedangnya.

  "Ada apa dengan diriku? Kenapa aku begitu susah untuk melawan perempuan ini? Apakah karena wajahnya? Ya allah Rindu kau membuatku gagal mengikhlaskan kematianmu."

Bersambung.

Pendekar Pedang SerayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang