"Tanamkan keberanian di dalam dirimu, Nak. Jangan membuat dirimu terlihat lemah. Ibunda tau, hanya Kae yang bisa menuntaskan misinya."
Kening Kesta dikernyitkan, tidak mengerti dengan apa yang ibundanya katakan. Nandini tersenyum, ia menggenggam tangan berkeringat anaknya.
"Bunda yakin, suatu saat Kae bisa menjadi siper yang luar biasa. Hanya satu yang perlu Kae ingat, seorang siper harus mempunyai keberanian yang besar. Ingat, jangan pernah takut pada apapun, kecuali satu hal. Apa itu?"
Kesta menggeleng, tidak tahu.
"Kehilangan jati diri sendiri." Nandini menuntun tangan kecil Kesta menyentuh dada kirinya. Kesta berhenti menangis. Anak dan ibu itu saling bertatap-tatapan di tengah-tengah ricuhnya pesta yang berubah menjadi medan perkelahian.
"HABISLAH KAU NANDINI!"
"ARGH!"
"BUNDA!"
"Kesta!"
Tersentak.
Kesta membuka lebar-lebar kedua matanya. Wajah panik Aldrick menjadi satu-satunya hal yang Kesta lihat. Napasnya terengah-engah tak beraturan. Keringat membanjiri tubuhnya, sehingga baju yang ia pakai ikut setengah basah.
"Ini. Minumlah terlebih dahulu, Pangeran."
Basma memberikan segelas air. Tangan Kesta yang berkeringat dan bergetar mengambil gelas itu dan menenggak airnya hingga tandas.
Aldrick duduk di bibir kasur. Ia memperhatikan putra semata wayangnya dengan tatapan iba. Meski sudah berlalu 10 tahun, tampaknya Kesta belum bisa melupakan peristiwa itu.
"Merasa baik?" tanya Aldrick.
Kesta mengangguk. Ia serahkan kembali gelas kosong itu kepada Basma. Tubuhnya disandarkan pada kasur. Pandangan matanya menerawang ke atas. Bayang-bayang mimpi 10 tahun lalu masih terus menghantuinya.
"Mimpi yang sama?" Aldrick kembali bertanya. Suara baritonnya membuat Kesta menatap ke arahnya.
Kesta mengangguk. Keheningan terjadi selama satu menit utuh. Kedua ayah dan anak itu sama-sama fokus pada pikiran masing-masing, hingga Kesta memutuskan untuk bersuara.
"Ayah, di mana ibunda berada?"
Aldrick tertegun.
Kepalanya yang menunduk mendongak menatap putra semata wayangnya. Tatapan Kesta terlihat teduh, namun di dalamnya, tersimpan kerinduan yang sangat dalam kepada sang ibunda.
Satu gelengan Aldrick berikan sebagai jawaban. "Pastinya, di suatu tempat yang sangat jauh dan berbahaya." Bahu gagah itu dikedikkan tak menahu.
Kesta diam. "Apakah ibunda masih hidup?" tanyanya kemudian.
"Pasti, ayah yakin itu," sahut sang ayah, cepat.
"Kalau begitu, kenapa kita tidak mencari ibunda saja?"
Aldrick terpaku. Ia kehabisan kata-kata. Ada banyak alasan yang tak bisa Aldrick katakan pada Kesta sekarang. "Tidak bisa, Nak. Tempat itu terlalu bahaya."
Pada akhirnya, hanya kalimat itulah yang mampu Aldrick berikan sebagai jawaban. Di antara banyaknya kata yang tak mampu terucap dan hanya tercekat di pangkal tenggorokan.
Kesta mendengus. "Kalau begitu, biarkan aku yang mencari ibunda sendirian," cetusnya.
Aldrick menggeleng. Pria paruh baya itu menatap dalan kedua netra hitam putranya. "Tidak. Jika ayah bilang tidak maka tidak."
Aldrick tahu, apa yang dirasakan oleh Kesta. Selama 10 tahun Aldrick juga merasakan hal itu. Begitu besar keinginannya untuk mencari sang istri, namun keinginan itu harus segera di hilangkan kalau tidak mau mati. Aldrick merupakan seorang Kaisar. Bagaimana nasib rakyatnya jika seorang Kaisar tiba-tiba meninggal?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince Kesta Kaelo Moonstoon
AdventureSeperti siang yang juga membutuhkan matahari untuk menyinari, seperti malam yang juga membutuhkan rembulan untuk menerangi. Kesta juga membutuhkan ibunda untuk mendampingi. Tidak adil rasanya, jika sang anak harus dipisahkan selama 10 tahun dengan...