Semilir angin dipagi hari membuat Kesta memejamkan kedua matanya. Pancaran sinar kehangatannya menyapu hangat permukaan kulit Kesta. Remaja itu menatap lurus ke depan. Sebuah pohon yang unik membuat kening Kesta mengernyit.
"Hei, kalian lihat pohon yang ada di sana," suruh Kesta.
Kelvin, Jala serta Zolla mengikuti apa yang diperintahlan oleh Kesta. Kelvin mengernyitkan dahi lebih dulu. "Apa? Itu hanyalah pohon biasa," ujar Kelvin.
Kesta melangkahkan kakinya mendekati pohon yang ia maksud. Kedua matanya menatap pohon itu dengan lamat. Pohon jeruk yang berbuah apel. Tinggi pohon itu dua kali lipat dari dirinya.
"Pohon ini yang kumaksud," celetuk Kesta.
Ketiga remaja itu mendekati tubuh Kesta. Mereka bertiga berada di belakang Kesta yang masih menatap intens pohon aneh di depannya.
"Apa? Memangnya kenapa dengan pohon ini?"
Kepala gadis itu dimiringkan.
"Lihatlah, batang dan daunnya seperti pohon jeruk, namun pohon ini malah berbuah apel," cetus Kesta.
Mendengar itu, Zolla, Kelvin dan Jala menagangkat sebelah alisnya bersamaan. Lantas mereka bertiga memperhatikan buah dari pohon itu. Meskipun memiliki dahan dan daun yang rindang, pohon di depan mereka hanya berbuah satu. Jelas sekali jika buah itu adalah buah apel. Menggantung sendirian pada ujung dahan.
"Woah, bravo! Bagaimana apel bisa tumbuh dalam pohon jeruk?" heran Kelvin.
Kesta memperhatikan apel itu dengan lamat. "Kalau tidak salah, aku pernah membaca sebuah kalimat yang mungkin jika di perhatikan akan bermaksudkan pada pohon jeruk berbuah apel ini," ungkap Kesta.
Zolla meletakkan satu tanganya di bawah dagu. Rambut panjang gadis itu di kepang menjadi satu, membuat aura feminimnya kentara meskipun pakaiannya hanya memakai celana panjang dan kaos pendek saja.
"Bagaimana kalimatnya?" tanya si gadis.
"Buah merah yang tumbuh pada pohon berbuah asam manis," beritahu Kesta.
"Di mana kau menemukan kalimat itu?" tanya Kelvin kemudian.
Kesta mengehela napasnya. Kedua bahunya digidikkan tak tahu. Kelvin dan Zolla memrotasikan bola matanya malas. Sementara Kesta menyengir lebar.
"Tunggu, biar aku ingat-ingat lag— Ah ya! Aku menemukan kalimat itu pada buku jejak John Willis yang kubaca di perpustakaan Istana!" seru Kesta. Senyuman cerah terbit di wajah tampannya seketika.
"Pohon berbuah asam manis?" Satu tangan milik Kelvin diletakkan di bawah dagu.
"Itu adalah pogon jeruk ini. Aku mengerti arti kalimatnya sekarang!" binaran kesenangan sangat kentara jelas di kedua mata Kesta.
"Lalu kalimat apalagi yang kau baca setelahnya?" tanya Zolla.
"Makan dengan tangan kirimu, ya?"
Dahi Kesta menciptakan sebuah kernyitan bingung.
Zolla dan Kelvin kompak menganga. "Hah?"
"Setelah kaliamt itu tertulis lagi kalimat 'makan dengan tangan kirimu, ya?' di buku yang ku baca," jelas Kesta, mengulang kembali apa yang disampaikannya karena mengerti maksud dari kebingungan kedua temannya.
"Apakah dia menyuruh untuk memakannya?" Akhirnya Jala bersuara.
"Tidak-tidak ... kurasa bukan itu maksud dari kalimatnya. Ada makna lain."
Bibir bawah Zolla digigit, otaknya berpikir keras berusaha menelaah lebih dalam lagi makna dari kalimat itu.
"Bukankah makan itu dengan menggunakan tangan sebelah kanan?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Kelvin. "Hei Jala, apakah keluargamu makan menggunakan tangan kiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Prince Kesta Kaelo Moonstoon
AventureSeperti siang yang juga membutuhkan matahari untuk menyinari, seperti malam yang juga membutuhkan rembulan untuk menerangi. Kesta juga membutuhkan ibunda untuk mendampingi. Tidak adil rasanya, jika sang anak harus dipisahkan selama 10 tahun dengan...