The End

10 1 0
                                    

Seorang wanita berpakaian kemeja dan celana panjang rapi duduk menatap layar komputernya dengan senyum intens. Di bagian dada kanannya terdapat tanda nama "Aditi Shanti". Tangan kirinya meraih cangkir kopi sementara tangan kanannya menggulir baris-baris tulisan. Seiring membaca tulisan itu, dia memicing sambil mengangguk ringan dengan bangga. Tak lama kemudian, wanita itu sampai di penghujung halaman. Dia membaca komentar-komentar yang masuk dari para pembaca laman.

"Aduh, Sang Putri kasihan sekali. Hidupnya selalu diganggu oleh si Villain!"

"Kenapa si Villain tidak mati saja 'sih?!"

"Jangan ganggu Sang Putri, Dasar Villain menyebalkan!"

"Terkutuk hidupmu, Dasar Villain!"

Aditi meng-klik tombol untuk kembali ke bagian paling atas. Dia melihat ke bawah judul tulisan. Terdapat nama "Aishan" dan gambar mata diikuti tulisan "5K" di sana.

"Siapa sebenarnya si Villain? Tentu saja itu aku." Aditi menyeringai melihat nama-nama pembaca yang meninggalkan komentar. "Karena aku memang suka menyiksa Sang Putri dalam cerita itu. Itu adalah hiburanku."

Seorang pria paruh baya mengetuk pintu kaca ruangan Aditi. Dengan sigap Aditi menghapus halaman ceritanya dari layar komputernya.

Pria itu menyerahkan sebuah berkas. Aditi beranjak dari tempat duduknya dan menerima dokumen itu.

"Perbaiki lagi," titah pria itu.

Aditi menatap dan membaca cepat bagian dokumen yang diberi tanda lingkaran di beberapa titik. "Maaf, Pak. Bukankah ini sudah sesuai contoh yang Bapak berikan? Saya sudah memasukkannya sesuai data dukung dari bagian HR. Saya mohon arahan bagian apanya yang masih salah."

Pria itu menatap kecewa pada Aditi. Dia menarik kursi untuk duduk.

Aditi menelan ludah kesusahan. Pria itu tak biasanya mau duduk jika hanya berniat memberikan tugas.

"Kau marah?"

Aditi melebarkan mata. "Pak?"

"Aku minta maaf kalau aku salah. Aku tidak akan mengulanginya lagi."

Aditi menarik kedua sudut bibirnya canggung. "Maaf?"

"Apa susahnya mengatakan itu? Kalau kau salah, tinggal perbaiki saja. Jangan banyak tanya!" Pria itu berdiri dari kursinya dan melenggang keluar dari ruangan.

Aditi menarik kedua sudut bibirnya semakin tinggi dan duduk dengan lemas. Matanya berkaca-kaca, tapi senyumnya terbuka lebar. Sambil mengusap air matanya cepat-cepat, dia tertawa cekikikan. Dia meraih map kertas dan mengibas-ibaskannya di depan wajahnya sambil tertawa cekikikan.

"Aku ingin membunuhnya," bisiknya.

Aditi dapat mengeringkan air matanya dengan begitu cepat. Segera setelah matanya tak sembab lagi, dia membuka dokumen yang diminta bosnya tadi dan mulai memperbaikinya. Aditi membuka ulang beberapa dokumen referensi dari bagian HR. Dia menemukan beberapa isi dari dokumen yang dibuatnya memang berbeda dengan referensi dari bagian HR. Aditi menarik napas panjang.

Jam menunjukkan pukul 12 siang. Aditi menyenderkan bahunya dengan berat ke punggung kursi.

Rekan perempuannya yang berambut pendek memasuki ruangan dengan setumpuk berkas yang tingginya tidak kurang dari 30 senti hingga menutupi dagunya.

"Halo, Shanti! Ini tagihan dari bidang pemasaran. Mohon bantuannya, ya," ucap si Perempuan Berambut Pendek.

"Taruh saja di meja itu." Aditi menunjuk ke meja yang ada di sebelahnya.

Si Perempuan Berambut Pendek meletakkannya dengan hati-hati dan lega. Terdapat tanda nama miring bertuliskan "Betty" di dada kanannya. Dia meregangkan tangannya setelah merasakan beban berat menghilang. Pandangannya menyapu sekitar. "Kau sendirian di bagian keuangan?"

Unauthorized LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang