Strong Enough Huh?

91 5 0
                                    

 Suara gaduh percakapan antara dua orang berhasil membuatku terbangun dari tidur pulasku ini. Hal pertama yang kulihat adalah atap kamar yang dihiasi bintang bintang dan lampu gantung yang menyala. Terasa begitu asing dengan suasana kamarku sendiri. Suara yang tadinya gaduh berubah menjadi nada kepanikan membuatku tersadar kembali dari lamunanku. Entah dari siapa suara itu berasal tetapi sepertinya mereka sedang membicarakan hal yang sangat genting. Kerongkonganku begitu perih ketika aku ingin memanggil ibu. Bahkan aku sampai menelan ludahku sendiri demi mencoba menemukan suaraku kembali.

"Baca ini Nona Anderson!" pinta seorang lelaki sedikit memaksa dengan menyodorkan koran yang ada ditangannya.

Aku menoleh kearah pintu kamarku yang sedikit terbuka, menampakan sosok pria dan wanita yang saling berhadapan. Bukankah itu Mr.Carrick, tangan kanan ayah? Dan wanita itu seperti bibi Eliza. Perlahan aku mencoba turun dari tempat tidurku mencoba meraih tembok dan berjalan mendekati mereka. Aku sangat tertarik ingin mengetahui isi koran yang membuat Mr. Carrick panik bukan kepalang.

"Charles Evander Orlyn dan Istrinya Stacia Meggie Orlyn dipastikan menghilang ditengah laut hitam dalam perjalanan..."

Seketika tubuhku terasa lemas, suara bibi eliza semakin menghilang dan air mata ini turun dengan sendirinya. Kedua orangtuaku menghilang.

"—Tidak mungkin, ini bukan kakakku, Cark!!"

Bibi Eliza mulai berteriak histeris sama shock-nya sepertiku setelah membaca artikel itu. Aku mematung di belakang pintu mahogany yang membatasi diriku dengan mereka.

"Kapal Pesiar Poernix, itu baru saja dipastikan karam di lautan hitam. Dan.. tidak ada lagi yang berhasil ditemukan."

Aku tak sanggup lagi mendengar semua berita yang diceritakan Mr.Carrick. Kini pikiranku mulai melayang— Oh tuhan! Aku baru ingat sekarang. Kapal Pesiar Poernix, kapal termegah yang hanya berpenumpang kalangan elite pada saat itu akan menuju ke Pulau Camber. Ayah dan ibu mengajakku untuk mengunjungi kerabat ayah disana. Aku bahkan dengan jelas masih mengingat semua kemewahan yang dipertunjukan secara cuma-cuma. Sayangnya hujan terus mengguyur hingga badai dan ombak menerjang kapal Poernix. Kupikir kapal sekokoh pasti bertahan menahan badai besar sekalipun. Bahkan kedua orangtuaku berkata "Semua akan baik-baik saja", membuatku semakin yakin tidak akan ada hal buruk yang terjadi.

Namun keyakinanku tak ada artinya lagi saat kapal itu kehilangan keseimbangan dan selang beberapa menit air mulai memenuhi semua sudut ruangan. Saat itu yang kuingat semuanya berteriak, berlarian, dan tiba-tiba gelap. Aku tak mampu lagi membendung tangisanku yang sekarang sudah pecah. Menyadarkan mereka akan kehadiranku yang secara sembunyi-sembunyi dibalik pintu.

"Oh Morie! Kenapa kau bisa ada disini?"

Aku menatap nanar bibi Eliza, memeluknya erat dan meluapkan semua tangisanku. Ruangan ini seketika penuh dengan suara tangisan.

***

Kini setiap malam bibi Eliza selalu berusaha membacakan dongeng Volksland, menggantikan kebiasaan ibu. Mengurusi semua pakaianku, keperluan sekolah, keperluan rumah bahkan ia membuka usaha florist demi mencukupi kebutuhan hidup kami. Bibi Eliza kini berperan menjadi ibu sekaligus ayah untukku, walau kadang kehadirannya ku abaikan.Lima tahun berlalu begitu cepat, masih menggoreskan luka yang teramat dalam di hidupku, yang membuatku yatim piatu.

Lima tahun ini pula membuatku tidak bersosialisasi dengan dunia sekitar. Aku tidak pernah lagi bermain bersama teman-teman, pergi bertamasya, bahkan untuk berkebun aku tidak mau lagi.

"Hidupmu tak akan berarti kalau kau hanya diam saja."

Perkataan anak kecil yang kutemui beberapa hari yang lalu selalu tengiang di telingaku dan memenuhi isi kepalaku. Melihat bibi Eliza yang mempertahankanku, mengurusiku, menjagaku selama ini membuatku berpikir tak selamanya aku terus diam dan terus menagisi kepergian orang yang tak akan kembali.

MorieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang