"Kalian sudah siap?"
Dwarf, ia telah menyusun rencana untuk pelarian kami menuju kerajaan Eirene, dan tentunya untuk melewati Flegethon. Semua tidak semudah yang dibayangkan, semua sudah tersusun rapih pada selembar kertas dengan tinta tebal. Ternyata Dwarf semalaman tidak tidur, setelah mengobrol denganku ia langsung membuat rencana, rencana perjalanan hingga perlawanan terhadap Styx.
Tiny telah mempersiapkanku perbekalan berupa air mineral, beberapa kacang-kacangan yang dibungkus dengan daun yang cukup lebar, tali tambang dan beberapa bamboo kecil. Ini terlalu banyak untuk dikatakan perbekalan bahkan lebih tepat disebut perlengkapan tempur daripada kata perbekalan itu sendiri. Scrubby memberikan perlengkapan perang layaknya militer kepada Kipp, memberikan pakaian bersih untuk kami, memberikan plat baja sebagai pelindung yang dipakaikan langsung pada tubuh Kipp dan juga duabuah bamboo kecil runcing yang diselipkan diantara pedangnya. Tak kusangka mereka mempersiapkan ini dengan sangat matang.Hampir saja airmataku menetes, aku bahagia sekali mereka sangat memperhatikanku. Tanpa mengucapkan sepatah katapun aku langsung memeluk mereka berenam yang sedang berjajar mengurusi Kipp. Mereka tersentak mengetahuiku memeluk mereka semua, kurasa tanganku cukup besar untuk bisa merangkul mereka semua. Dwarf yang berdiri disamping Kipp menatapku bingung, kali ini kutatap balik dirinya, kami berdua berkomunikasi melalui mata, sangat emosional.
"Terimakasih, kalian sudah membantuku," ucapku megeratkan pelukanku pada mereka.
"Oh Morie. . ."
Kali ini Pygmy dan Pigmy membalas pelukanku, kemudian Stunted dan dikuti oleh Tiny. Scrubby terlihat ragu tetapi ia segera membalas pelukanku. Pgymean, aku tahu gengsinya sangat besar terutama untuk memeluk seorang gadis sepertiku, walau ia tidak memelukku tetapi aku tahu kalau ia orang yang sangat baik dan bersahabat, hanya saja ia terlalu naif dan menutupi segala perasaan yang ia miliki, ia tidak pernah mau berbagi mengenai perasaannya bahkan bila luka yang sangat berat sekalipun ia tetap berusaha tegar. Aku memang bukan peramal tetapi hatiku tahu, hatiku mengenal mereka semua lebih dari ragaku.
Satu persatu dari mereka melepaskan tangan mereka dari tubuhku, aku melihat Pygmy dan Pigmy berderai airmata, bukan hanya tertawa dan bertengkar tetapi ketika mereka menangis mereka tetap membuat suasana gaduh. Aku hanya bisa tertawa kecil melihatnya lalu kuhapus airmata itu yang jatuh dikedua pipi mereka."Tidak apa-apa. Semoga kita bisa bertemu lagi ya." semoga ucapanku kali ini bisa membuat mereka lebih tenang.
"Mengapa begitu cepat?" Pygmy berbicara sembari menahan airmatanya yang akan tumpah lagi.
"Terlalu cepat, kami belum melakukan banyak hal bersama," tambah Pigmy.
"Aku pasti akan kembali."
"Janji?" mereka berteriak bersamaan, aku tidak mungkin merusak keceriaan mereka saat mengatakan hal itu.
"Aku janji," ucapku riang.
Aku tahu aku tidak bisa berjanji tentang hal yang tidak pasti seperti ini, akupun tidak yakin aku mampu menepati janjiku saat ini tetapi yang kutahu aku harus membahagiakan mereka saat ini, meski dengan cara berbohong.
Kipp hanya tersenyum melihat semua yang terjadi, begitu pula dengan Dwarf. Ia pasti tahu aku sedang mengatakan hal yang mustahil. Keenam manusia bertubuh mungil itu mengiringiku keluar, mereka tahu waktuku untuk bersantai tidak banyak dan perjalanan yang sangat panjang akan kulalui."Terimakasih kalian sudah menolong kami," Kipp menghancurkan suasana yang pilu ini.
"Jagalah Morie!" Kipp mengangguk keras pada Dwarf. Dwarf berkata seakan aku ini puteri sematawayangnya, aku merasa ia sangat kebapakan dan itu membuatku teringat pada ayahku.