The Blue Clan

13 1 2
                                    

Semuanya sudah kembali seperti semula. Namun, bukan berarti menghilangkan kecanggungan antara kami berdua. Kipp masih berusaha untuk tidak menyakitiku dengan ucapannya, sangat terbaca dari raut wajahnya. Kami terus berjalan, tidak tahu arah tujuan. Aku harus menemukan kerajaan Flegethon untuk bisa sampai ke kerajaan Eirene, tetapi bagaimana caranya.

“Morie,” suaranya terdengar ragu.
Kali ini Kipp yang terlebih dahulu memulai perbincangan, mencoba membunuh kecanggungan diantara kami.

“Apa?” aku menoleh kearahnya, Kipp benar-benar menungguku menjawab panggilannya.

“Aku minta maaf tentang tadi, tidak seharusnya aku menanyakan itu padamu,” jelas Kipp.
Memang tidak seharusnya kau membiarkanku menangis karena keingintahuanmu yang begitu besar tentangku.

“Sudahlah, lupakan saja. Kau tahu bagaimana caranya kita bisa sampai di kerajaan Flegethon?” semoga ia memiliki jawaban untuk yang satu ini.

“Apa? Kerajaan Flegethon?” ia menaikkan satu alisnya. Seharusnya tidak kubiarkan ia terus bersamaku. Sekarang bagaimana bisa kujelaskan tentang kerajaan Flegethon yang merupakan kerajaan sihir jahat? Ia tidak akan percaya. Aku gelagapan mencari jawaban yang tepat.

“Um, itu kerajaan yang sangat—aku menghentikan ucapanku. Kurasa Kipp berhak mengetahui tujuanku kesini, aku tidak bisa terus-menerus membohonginya—buruk, Kipp,” aku merendahkan suaraku. Ia memirigkan wajahnya dan tetap menyudutkan alisnya, ia tidak percaya.
Sepertinya ia mencoba berbicara dengan bahasa tubuh dan matanya berkata “Beritahu aku kebenarannya, Morie!!”

Aku menghela, “Baiklah, aku kesini untuk sebuah tujuan.”

“Tujuan seperti apa?” aku benci tatapan itu! Pertama kali aku melihat tatapan itu, saat ia berkata kalau aku ini tahanan.

Aku tidak bisa berbohong padanya, tetapi aku juga tidak bisa memberi tahu kebenaran ini. Aku tidak mengenalnya dan bagaimana jika ia bermaksud jahat padaku? Bagaimana jika ia juga mengincar The Golden Zephyranthes? Jika benar seperti itu, aku tidak akan pernah bisa kembali kerumahku.

“Berhentilah menatapku seperti itu! Aku tidak mengenalmu, Kipp. Bagaimana jika kau ternyata bermaksud jahat padaku?” cercaku padanya.
Ia merendahkan wajahnya padaku.

“Kau yakin sejauh ini kau tidak mengenalku?” Ia begitu sombong, mengintimidasi diriku yang lebih kecil darinya, aku tahu aku hanya memiliki tinggi seratus enampuluh delapan senti. Menurutku ia tidak terlalu tinggi, hanya berbeda beberapa senti dariku. Kini berganti aku yang berjinjit mencoba menyetarakannya. Ia hanya berdecak, lalu kembali berdiri tegap, mebusungkan dadanya dan memajukan dagunya, itu membuatku tenggelam. Baiklah, ia memang lebih tinggi dariku. Huh.

“Baiklah, baiklah akan ku ceritakan, tetapi kau harus berjanji satu hal padaku?”

“Deal!”

“Jangan pernah kau menghianatiku ataupun menusukku dari belakang, kau mengerti!” aku menekankan intonasiku, kuharap bisa membuatnya takut. Diluar dugaan, ia justru tertawa lepas.

“Mengapa kau menertawaiku?” aku menatapnya sinis. Akhirnya ia menghentikan gelak tawanya itu dan berganti dengan senyuman yang sangat puas.

“Kau ini lucu sekali, untuk apa aku menghianatimu? Seperti seorang kekasih saja,” ledeknya.

“Aku serius.” Kali ini aku yang bertingkah seperti anak kecil yang membumbungkan bibirnya.

“Iya Morie—ia mengacak-acak rambutku—lanjutkan ceritamu,” pintanya dengan senyum yang menyudut dibibirnya.

Aku kembali terduduk, mencari posisi yang pas untuk menceritakan rahasia ini. “Begini, aku tahu semuanya begitu rumit dan tidak masuk akal, tetapi aku mengalaminya.”
Ia menatapku layaknya pendengar yang baik sembari meletakkan kedua tangannya didagunya dan mengangguk seakan sudah mengerti semuanya.

MorieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang