G7. [ Saudara Kembar ]

8 3 7
                                    

Rezz seperti berada di ruangan yang kosong. Tidak ada satupun orang di sana, kecuali seorang gadis tanpa wajah. Gadis itu, lebih pendek darinya, tetapi ia merasa mengenalnya sebagai sosok yang lebih tua. Entah siapa, Rezz pun tak tahu.

"Tolong bantu...." Dua kata itu keluar dengan halus. Sang gadis berbicara dengannya, wajahnya yang tak terlihat itu seperti memandang ke arahnya; pandangan penuh kesedihan.

"Jangan, gagal, ya?"

Rezz tidak paham sama sekali. Ia merasa dirinya ditarik ke dalam kegelapan. Sementara sang gadis tidak bergerak sedikitpun, membiarkannya menjadi penuh teka-teki.

Rezz tahu ini mimpi, dan dia akan kembali ke kenyataan. Mungkin sekarang sudah pagi, dan ia masih tertidur, akan segera bangun kemudian.

"Gagal lagi... waktunya kurang lama."

Felly kira permainan aneh yang harus mereka lalui telah selesai. Sial sekali, ternyata permainan ini masih berlanjut. Ia yang baru saja terbangun dari tidur nyenyaknya, merasa telinganya pecah mendengar keributan antara Rezz dengan sang guru; mereka sibuk berdebat mengenai permainan petak umpet kemarin.

Rezz masih tidak terima dengan kekalahan mereka, sekalipun memang para guru jelas curang dalam petak umpet ini. Melibatkan hantu untuk mencari mereka, itu di luar nalar mereka. Felly tahu sekolah ini sangat gila, sial sekali mereka justru terjebak di dalamnya.

Harapan untuk keluar pun pupus, karena aksi tidak masuk akal yang dilakukan para guru.

Nara yang melihat perdebatan itu, hanya menyimak dalam diam. Belum tentu dirinya benar-benar mengerti semua kata yang diucapkan oleh kedua belah pihak yang berselisih. Aya juga sama, ia lebih memilih menarik Nara untuk keluar kamar, menjauh dari tempat terjadinya pertengkaran.

Mereka terlalu tidak peduli, kelewat pasrah dengan permainan aneh yang bahkan tidak diketahui kegunaannya untuk belajar. Dzila menutup kedua telinganya, menahan amarah mendengar keributan itu di pagi hari yang seharusnya sangat tenang.

Awalnya hanya sang guru yang ingin memarahi mereka semua yang tiba-tiba saja telat bangun, berakhir dicecar oleh Rezz. Lalu mereka berdua saling ribut, untungnya hanya sekedar adu mulut yang meresahkan.

Felly hanya takut jika Rezz justru tanpa segan-segan membunuh sang guru, mengingat isi kertas yang ia dapat ketika permainan Kenal Aku? Namun, ada pula perasaan yang menginginkan supaya sang guru galak itu dibunuh (ada dendam tersendiri dalam batin Felly).

Ia menyimpan dendam kepada semua guru, kecuali ibu Kamala; guru itu masih terlihat normal, masih menyesuaikan diri dengan kegilaan Gevangenis.

"Udah deh, toh kalau kalah yaudah kalah aja! Gausah pakai tengkar segala kayak bocil, anjir!" Seruan dari Allan terdengar dari kamar sebelah khusus laki-laki. Ia sebagai pihak yang sempat memberikan harapan sebelum detik-detik kekalahannya, tidak mempermasalahkan kecurangan itu.

Mungkin dirinya juga ingin protes, tetapi sudah malas dan lebih memilih untuk pasrah saja terhadap para guru Gevangenis.

Setidaknya, pagi itu Rezz mampu mewakili semua protes serta amarah yang ditanggung teman-temannya. Sekalipun keputusan bahwa mereka kalah tidak akan diubah, tetapi Felly dapat merasa lebih baik. Semua unek-uneknya dikeluarkan oleh Rezz, tentu saja Felly dengan senang hati mendukung gadis itu.

Permainan keempat akan dilakukan hari ini. Batas waktunya ialah sampai esok hari, sesuai bocoran dari ibu Kamala. Waktu yang lumayan lama, Felly dapat menduga jika permainannya lebih sulit daripada yang sebelumnya.

Ia hanya bisa menunggu, berharap supaya permainan ini menjadi harapan mereka untuk keluar dari Gevangenis (harapan yang menjadi kenyataan).

"Kali ini, cari pembunuh." Guru itu memberikan senyum tipis sekilas, ia menyebutkan empat kata sebagai jawaban mengenai inti dari permainan ini.

GEVANGENIS (COLLAB GROUP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang