BAB 3

14 8 2
                                    

Melupakanmu Dengan Caraku.

Sudah Kuduga, kalau kota ini memang indah dan sangat romantis. Kemana saja aku selama ini? Kenapa setelah beberapa tahun ini aku bisa ke sini.

Saat ini, aku sudah menginjak usia dua puluh dua tahun. Dan baru sekarang, aku bisa melihat secara langsung keindahan kota Bandung ini, lihatlah, ada banyak anak muda yang tengah bersenda gurau dengan temannya. Serta, ada banyak anak kecil yang tengah berlari sambil membawa mainan mereka masing-masing.

Ada yang membawa, mobil remot kontrol, balon dengan gambar karakter yang mereka suka, dan juga ada mainan tongkat yang di hiasi lampu gitu. Di sini, tampaknya ada banyak keluarga yang tengah menikmati kebersamaan mereka.

Namun, di sinilah kami. Kami tengah menikmati semua pemandangan itu sambil menikmati ketoprak yang letaknya di tepi jalan kota Bandung ini. Sungguh pemandangan yang sangat indah, bukan?

"Sya, keren 'kan, kota tempat kami tinggal ini?" ucap Seli, salah satu partner kerjaku itu.

"Keren banget Sel, dari awal, aku memang udah jatuh cinta sama kota ini. Dan ternyata benar, kota ini keren," jelasku yang begitu antusias dengan kenyataan yang benar adanya ini.

Sementara Evan, dan kak Adit hanya tersenyum ke arah kami berdua saat ini. Sesekali mereka juga ikut mengangguk setuju dengan cerita kami berdua itu.

"Sya, kalau Kakak boleh tahu. Kamu kenapa jauh-jauh ke sini?" tanya kak Adit yang menatapku penasaran, dari ekspresinya itu ia tampak sedang menunggu jawaban dariku.

"Kenapa ya Kak? Kayaknya aku mau ngerasain susahnya nyari uang deh, Kak," jelasku sambil tersenyum pada pria, yang kini juga tersenyum dengan jawabanku tadi.

"Hidup mandiri, gitu?" sambung Evan yang juga ingin terlibat dalam obrolan ini.

"Eum," jawabku seadanya, karena aku sendiri tengah sibuk menikmati makananku sekarang.

"Udah Van, ntar aja lanjut ngobrolnya. Kasian tuh Nesya, dia harus jawab pertanyaan kamu sambil ngunyah makanannya," tutur Seli pda Evan, dan diangguki oleh pria itu, pertanda setuju.

Setelah lepas dari obrolan itu, aku kembali menikmati makanan ini. Dan juga kota serta isinya, bukan hanya kota ini saja yang aku kagumi, tapi, dengan kisah cintanya yang begitu mengesankan.

Semua orang yang datang ke sini, pasti menginginkan mendapatkan pasangan dan berakhir di pelaminan, tapi, berbeda dengan diriku. Aku datang ke kota ini, karena ingin menghilangkan perasaan itu. Aku ingin menghilangkan perasaan cinta, kasih sayang dan perhatianku padanya.

Karena semuanya, tampak sia-sia buatku. Hanya aku yang mencintainya. Tapi, dia sama sekali tidak pernah menganggap keberadaanku dan berpaling begitu saja. Semua pengorbanan, kasih sayang dan semua yang telah aku lakukan untuknya, hanyalah sia-sia.

Karena itu, aku datang ke sini. Ke kota ini, mungkin, mereka akan berpikir itu aneh. Tapi, dengan melihat banyaknya pasangan di sini, itu akan membantuku untuk melupakannya.

Melupakan semua perjuanganku yang sia-sia itu. Melupakan, saat aku menjemputnya pulang kerja. Tapi, malah melihatnya berpelukan dengan wanita lain. Membuatkannya bekal makan siang, tapi, dia malah membuangnya ke tempat sampah.

Merawatnya saat dia tengah sakit, tapi setelah dia sembuh malah mengajak wanita lain untuk berlibur dengannya. Mencaciku di tengah khalayak umum, mempermalukanku dengan sifat peduliku padanya. Mengabaikan panggilanku, dan bahkan dia membiarkanku kehujanan demi wanita lain.

Bahkan, yang lebih sakit. Saat dia bersifat tak peduli ketika aku jatuh sakit. Hingga aku harus di rawat di salah satu rumah sakit yang ada di Jogja saat itu. Satu minggu lamanya aku dirawat, dan selama itu juga, dia tidak pernah melihatku. Ketika aku menanyakan alasan dia tidak melihatku waktu itu. Kalian tahu apa jawabannya. "Wajar saja, karena lo wanita yang lemah dan cengeng," itu jawaban yang keluar dari mulutnya. Saat mendengar kalimat itu. Aku merasakan ada ratusan jarum yang tengah menusukku secara bergantian.

Sejak saat itu, aku memutuskan untuk pergi darinya. Dan membiarkan dia bahagia dengan wanita pilihannya. Lagian, aku hanyalah wanita pilihan orang tuanya 'kan? Jadi wajar saja, jika dia tidak memiliki perasaan apapun padaku.

Paginya, tepat menunjukan tanggal 12 Mei, pukul 13:00 WIB, kereta yang aku naiki tengah melaju, menyisir jalanan dan menuju ke tempat yang aku inginkan. Dan, kebetulannya, aku juga berulang tahun saat itu. Ya, ulang tahunku yang ke dua puluh dua tahun. Indah bukan? Hadiah termanis yang pernah aku dapatkan selama ini.

Selama perjalanan, aku di suguhkan dengan pemandangan yang sangat indah. Perlahan, semua kenangan buruk itu kembali menamparku dengan semua tangis, lelah dan usahaku.

Aku berusaha sekuat mungkin, untuk melupakan semua itu. Dan ya, aku berhasil, walau, kebenarannya aku berbohong. Tapi, percayalah ada hal yang mudah untuk di buang, dan ada hal yang susah untuk di lupakan.

Karena itulah, aku berada di sini sekarang. Di tempat baru ini, di tempat, di mana aku akan memulai kehidupan baruku. Dengan teman baru, pekerjaan yang menyenangkan dan lingkungan yang sangat indah.

Malam ini, semua terasa menyenangkan. Setelah kami menikmati makanan tadi, kami juga memutuskan untuk mengambil beberapa gambar dan menjadikannya sebuah kenangan.

Aku benar-benar bahagia malam ini, di sini, ya, baru dua hari ini aku mengenal mereka, aku sudah mendapatkan tempat di hati mereka masing-masing. Canda tawa mereka, keseruan dan kebahagiaan yang mereka berikan padaku. Kami menari bersama, di bawah sinar bulan malam ini, serempak, kami pun melihat ke atas, dan mengagumi ke indahan malam ini.

"Cantik banget," gumamku yang masih terus melihat bulan yang cantik itu.

"Sya, bulannya cantik banget ya," tutur Seli yang juga tengah terpesona dengan keindahan bulan di malam ini.

"Jangan cuma bulannya aja, di atas sana juga ada bintang," terang Evan, yang juga terlihat tengah menikmati pemandangan di atas sana.

"Coba deh, kalian berdiri berjejer, trus liat ke kamera ya. Aku mau ngambil beberapa gambar kalian dengan bulan itu," ucap Kak Adit sambil mengarahkan benda pipih canggihnya, pada kami semua.

Kami yang mendengar kalimat itu, langsung mengikuti saran dari kak Adit dan mulai berpose. Dalam hitungan tiga, beberapa gambar berhasi di ambil. Dan, ya, benar saja gambarnya cantik-cantik semua, bahkan keliatan banget bulannya di dalam gambar itu.

Masing-masing kami memiliki dua gambar, yang satunya gambar kami berempat. Dan satunya lagi gambar diri kami masing-masing.

Malam yang indah ini, kami akhiri dengan ucapan terima kasih, dan senyuman hangat. Setelah itu kami memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing, mengingat ini juga sudah semakin malam. Dan paginya juga giliran kami untuk bekerja, jadi selamat malam dan tidur yang nyenyak semuanya.

Cinta (Lost) di Kota Bandung (SELESAI)    Event Novel       Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang