3

16 2 0
                                    

Aeri banyak melamun sejak jam masuk sekolah hingga bel pulang berbunyi. Ia jalan menuju gerbang tanpa ekspresi karena masih memikirkan hal yang membuat perasaannya terganggu karena Hallen.

Apapun yang dilakukan agar tidak kepikiran, justru membuatnya makin berspekulasi dan menduga-duga. Ia tidak tau harus mencari tau bagaimana mengawalinya.

"Ri, Ri!"

Sadar. Aeri terkesiap saat mendengar ada yang memanggilnya. Ia menoleh ke kanan dan kiri mencari pelaku. Aeri menemukan Rehan dan ketiga teman F4-nya sedang berdiri di parkiran.

"Munduran, dong! Munduran!" kata Rehan dengan wajah serius.

Menurutinya, Aeri melangkah mundur sekali dan melihat Rehan penasaran.

"Munduran, dong. Soalnya cantiknya kelewatan. Eaak!"

"Asik, cikiwir slebeww." Leon tertawa geli menaggapi gombalan temannya itu. Sedangkan Jaka dan Suwan menahan malu namun seperti ingin tertawa tipis dengan kelakuan Rehan yang gesrek.

Aeri menipiskan bibir. Dia ingin tertawa, namun Rehan jadi terlihat aneh sekarang.

"Kak Rehan," panggil Aeri. Rehan masih tak berhenti tersenyum dan mulai penasaran. Aeri menunjuk ke atas, membuat Rehan mendongak mengikuti arah jari Aeri.

"Ada apa di atas?"

"Ada perasaan Kak Rehan yang kayaknya melambung tinggi sampek ke langit." Saat Rehan masih mendongak, Aeri cepat-cepat pergi keluar gerbang sekolah. Meninggalkan Rehan yang membeku masih menatap ke atas langit. Diam seperti patung.

Leon mengguncang bahu Rehan karena merasa aneh melihat temannya satu itu tetap diam tidak bergerak sedikit pun. "Bre, lo kenapa?" tanyanya. Suwan yang justru menjawab, "Dia lagi salting berat itu."

"Ah, masa sih saltingnya diem gini?"

"Kagak. Entar ada lagi."

Leon mengangkat alis bertanya. Ia menoleh ke arah Rehan yang masih membeku dan Suwan secara bergantian.

"1, 2, 3." Jaka berhitung. Membuat Leon semakin dibuat kebingungan.

"4, 5—"

"Aaaaaaaaa!" Rehan menjerit girang dengan wajah kemerahan yang senang. Mungkin karena menganggap Aeri sedang menggombalinya balik tadi. Mampu membuat mereka berempat jadi pusat perhatian.

♠♠♠

"Oi!" Ricky menepuk pundak Aeri dari belakang. Ia tadi berusaha menyusul Aeri yang sudah keluar gerbang sekolah. Aeri tersentak. Ia mengusap dada terkejut. "Bikin kaget aja."

"Aerin mana? Nggak keliatan jalan sama lo. Lu tinggal lagi?" tukas Ricky curiga. Aeri sontak mencibir, "Kagak, dih. Orang dia masih ada bimbingan," balasnya sewot. Ricky terkekeh dan nyengir. Dia menahan bagian handles dari tas Aeri dan mengangkatnya hingga gadis itu terpaksa berhenti melangkah. "Ih, Jamet! Lepas!"

"Nggak mau. Usaha sendiri sana. Mangkanya jangan cebol-cebol." Ricky tertawa. Kemudian Aeri menggapai rambut Ricky untuk dijambak. "Lepas, nggak? Lepas! Jamet lo, lepas!"

"Aduduh!" Ricky mengadu kesakitan saat rambut hitamnya ditarik. Ia pun melepas cengkramannya pada tas Aeri untuk menyelamatkan rambutnya sendiri. "Sakit, tau."

"Biarin, wleeee." Menjulurkan lidahnya mengejek. Ricky hanya tersenyum tipis dan mengacak rambut Aeri hingga anak rambutnya berantakan. "Gue pulang dulu." Ricky melambai dan langsung berlari menghindari amukan Aeri sebentar lagi.

"Rickyyy! Rambutkuuuu!" memekik kesal. Aeri berlari menangkap Ricky yang sudah jauh. Karena terlalu bersemangat. Aeri tak sengaja menabrak seseorang saat berlari hingga jatuh.

Maruella GoddessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang