10

7 0 0
                                    

Aeri melangkah gontai di koridor sekolah. Tubuhnya sempoyongan dengan mata setengah terpejam. Jelas kantung matanya yang menghitam menunjukkan ia benar-benar lelah.

Kemarin ia terpaksa mengambil shift sore dan malam karena salah satu pekerja yang biasanya datang sore tak masuk.

Aeri mengiakan tawaran itu karena setidaknya gaji Aeri jadi ada tambahan. Toh, ia pikir belum mencapai batasnya.

Tapi kemarin, tepatnya hari Senin. Aeri hampir tidak punya waktu istirahat.

Pukul 04.00 bangun pagi, salat shubuh, kemudian memasak sarapan dan berangkat ke sekolah pukul 06.34 setelah semuanya lengkap dan rapih. Hingga pulang sekolah jam 14.00, ia masih harus ikut ekskul jurnalistik dari pukul 15.00 hingga pukul 16.00.

Kemudian ia langsung berangkat ke minimarket tempatnya kerja sambilan sampai waktu berganti ke shift malamnya. Dan ia pulang ke rumah pukul 22.00.

"Aeri!" Rehan berlari dari arah belakang dengan tangan melambai. Aeri menoleh ke belakang dan membalas sapaan kakak kelasnya itu dengan lemas.

Rehan mengangkat alis. Tak biasanya gadis yang banyak tingkah itu menyapanya dengan singkat. "Lo kenapa?"

Aeri menggeleng lesu. "Kurang tidur."

"Ohh, begadang, ya?" Tidak sepenuhnya salah. Ia memang tidak punya waktu istirahat yang banyak. Namun bukan karena begadang.

Namun agar cepat selesai Aeri mengiakannya saja.

"Kak, aku mau ke kantin, ya? Nyusul temen-temen," kata Aeri.

"Bareng aja kalau gitu. Gue juga." Rehan tersenyum mengangkat kedua alisnya senang setelah menerima anggukan.

Saat langkah kaki Aeri mencapai kira-kira 14 langkah, bahkan masih belum keluar dari koridor. Aeri berhenti dan membeku tiba-tiba. Ia melebarkan mata dengan ekspresi terkejut.

"E-eh, kenapa, Ri?" Rehan yang khawatir menahan bahu kanan Aeri yang terlihat seperti akan limbung.

"Kak ... Kak! Tadi pandanganku kayak jadi hitam semua. Aku takut. Aku pikir aku buta" Aeri berujar dengan panik. Rehan juga ikut terkejut mendengar Aeri.

"Ri, lo kecapean." Rehan menarik bahu kirinya agar Aeri penuh menghadap Rehan. "Kapan terakhir kali lo makan?"

"Tadi pagi."

"Kemarin makan kapan?" tanya dia lagi.

"Ke ... maren pagi," balas Aeri ragu.

"Jadi lo makan dari kemaren sama sekarang cuma dua kali?!" intonasi Rehan meninggi. Aeri mengerutkan kening merasakan cengkraman kedua tangan Rehan pada bahunya mengerat.

"Bisa-bisanya lo nge-skip makan gitu aja? Lo tau nggak sih kalau ngisi perut itu penting? Apalagi lo keliatan kayak banyak kegiatan gitu. Pikirin diri lo sendiri juga. Urusan sibuknya lo mah bisa nomor dua. Lo dulu yang pertama dipikirin."

Bibir Aeri terus terkatup selama Rehan berbicara. Biasanya ia yang menasihati teman-temannya. Kini ia yang diceramahi dan dinasihati orang lain. Dan itu pun kakak kelasnya sendiri.

"Kalau tetep gini mah, gue bisa laporin ke Jaka. Biar lo absen dulu beberapa Minggu nggak ikut ekskul," kata Rehan melanjutkan. "Ih, jangan!"

"Mangkannya dengerin kata gue." Kini kedua alis Rehan menekuk. Aeri nyaris tertawa. Seperti salah satu karakter angry bird yang bulunya berwarna merah.

"Woi! Aeri!" Ricky mendekat dari arah lapangan membawa buku tulis. "Lo belum ngerjain tugas kimia. Disuruh guru."

"Nggak usah ngerusuhin kita tiba-tiba lo, monyet!" maki Rehan. Ia masih dendam pada pemuda itu karena masalah mereka terakhir kali. Soal drama LDK dan MangAsep. (Komplek Sebelah Bab 18 dan 25)

Maruella GoddessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang