12

4 0 0
                                    

VOTE KOMEN SUNFRIENDS JGN LUPA.

Share jg cerita ini ke temen dan sepupu kamu gengs.

💛💛Happy Reading💛💛























Semilir angin yang berembus dari arah utara membawa helaian tipis rambut Aeri melambai-lambai mengikuti ke mana angin mengarah. Gadis itu langsung memakai hoodie kuningnya karena dingin. Terutama langit yang kini mulai abu-abu, menandakan hujan akan turun.

"Aku titipkan Alia padamu. Aku pergi beli payung dulu." Adam berpas-pasan dengan adik tingkatnya itu saat menjemput Alia setelah jam sekolah berakhir.

Aeri mengangguk saat rambut pirang itu tidak terlihat lagi. Kepalanya terangkat melihat langit yang kini semakin abu-abu. "Nah, Lia. Kamu sama Kak Aeri dulu." Ia berbalik. Dan menatap tempat berdiri Alia tadi kini sudah kosong.

Ia berjengit saat baru sadar balita itu tidak ada bersamanya. Padahal tadi ia sempat bergandengan tangan sebelum ayah anak itu pergi.

Matanya menyusuri setidaknya satu jejak Alia yang tertinggal agar ia mudah mencarinya. Kemudian pengelihatannya jatuh pada topi bulat dengan bentuk kepala ayam tergeletak di depan sebuah gerbang. Tadi memang Alia mengeluh saat Adam memakaikan topi pada putrinya itu. Mungkin sengaja Alia lepas. Aeri segera memungutnya.

Matanya terarah lurus ke sebuah gerbang berwarna hijau army, tepat di mana topi Alia jatuh. Semakin matanya ke atas, sebuah halaman besar, dengan gedung sekolah yang warna catnya mulai pudar terlihat. Ia mendongak lagi membaca papan besar yang ada di atas gerbang.

'Sekolah Birna Saka Bakti.'

Gawat! Nama sekolah SMA itu. Yang dikenal oleh murid-murid sebagai sekolahnya para berandalan. Karena hampir semua siswa yang berasal dari sana pernah melakukan tindak kejahatan menengah. Aeri tidak tau jelas seperti apa. Dan yang paling ia ingat, bahwa sekolah itu dipimpin oleh seseorang yang dikenal sebagai ketua. Ketua itu dari salah satu murid di sana. Bukan kepala sekolah yang menjabat di sekolah. Namun satu murid yang dipercaya sebagai pemimpin dari komplotan sekolah tersebut.

Kakinya melangkah ragu-ragu memasuki kawasan sekolah. Tanah dan tanaman yang kering tak terawat, juga banyaknya sampah plastik yang berserakan adalah hal yang mengganggu bagi gadis itu. Ada sebagian jalan bersemen yang punya lubang besar. Sepertinya tempat parkiran. Ada pun lantai depan kelas yang amblas. Tidak ada sekuriti sama sekali di dalam pos. Bangunan yang berdiameter seperti pesergi itu terlihat berdebu dan usang.

Ia melangkah lebih jauh lagi ke dalam. Sekolah terlihat sangat sepi, namun membuat bulu kuduk merinding dengan suasananya.

Sebuah halaman luas yang Aeri perkirakan adalah sebuah lapangan yang ada di tengah bangunan-bangunan kelas, seperti kolam batu baginya. Banyak bebatuan kecil dari reruntuhan hampir mengisi isi lapangan. Ada tiang basket yang bengkok menyamping. Tentu tidak bisa disebut lapangan lagi.

Dari kejauhan, di ujung lapangan ia melihat dua siswa sedang bertengkar, saling berkelahi dengan siswa lain yang ada di sekitarnya mendukung salah satu dari mereka yang akan menang.

Aeri lantas berlari masuk ke dalam bangunan sekolah agar tidak tertangkap oleh mata mereka.

Sepanjang lorong ia telusuri. Sesuai dugaannya, kotor, berdebu, dan banyak sampah minuman berserakan. Yang dia cium sepanjang perjalanan hanya bau debu.

Ia terus melangkah sampai tak sadar akan melewati sebuah tangga. Suara obrolan yang terdengar di telinganya menandakan bahwa ada orang lain yang sedang duduk di atas tangga yang harusnya ia lewati.

Maruella GoddessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang