02

11 2 0
                                    

"Lo siapa?"

Tidak ada jawaban. Galan malah sibuk berukutik dengan layar ponselnya. Kedua lelaki itu hanya diam. Sunyi, hening dan tenang. Okay, mungkin ia sedang sibuk?Maybe.

"Alan", jawab Galan 5 menit kemudian.

"Kalau lo Alan, kenapa nggak kasih tau gue kalo mau ke Jakarta?!"

"Lupa"

"Bagaimana mungkin bisa, itu alasan"

Tak ada respon. Alan bangkit dari duduknya, bergegas pergi meninggalkan Giovano, sendirian dan begitu menyedihkan.

Giovano mengumpat dalam hati, setidaknya ia masih bisa menghormati para penghuni makam disini.

'Kita udah stanby'
'Mereka sekarang lagi berada di pintu masuk hutan. Kita kirim Tim bard'

°°°

Doorr!!

"Bangsat!!", Seorang cowok memakai style hitam itu memberontak, meringis kesakitan setelah peluru mengenai kakinya.

"Puas Lo?!! Semua udah terbukti kalau bukan gue pelakunya!!", geram Galan.

Cowok itu mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah. Ia berusaha untuk melepaskan cengkeraman dikedua tangannya. "Lepasin gue!"

Bughh

Remon menendang perut Draco. "Nggak bisa semudah itu!"

"Le-lepasin kita!", ucap Andree dengan posisi terlentang, menahan sakit di bagian perutnya akibat goresan pisau.

Cowok yang dipenuhi darah itu menatap para gerombolannya sekitar 60 orang, tergeletak entah masih bernyawa atau tidak.

Sedangkan sekitar 40 orang memakai jubah hitam nampak mengelilingi mereka ber-5.

Andree menatap mereka satu persatu. "Kita minta maaf dan gue mohon Lo maafin Draco. Dan kita menyesal...."

Apa yang dia katakan? Maaf? Oh, Galan tidak bisa menerima kata maaf, dan tidak akan pernah.

"Woiii!!", berontak Andree ketika perutnya di injak oleh Elgav.

"Maaf?!", Elgav menendang perut nya beberapa kali.

"Udah"

"Lepasin mereka"

Elgav melotot. "Ga! Ngga bisa gini dong. Kok lo-"

"Biarkan. Yang penting bukti dan pelaku udah terpapapang. Kita masih punya urusan. Nggak guna banget gebukin manusia lembek kayak mereka, kurang kerjaan"

Galan menatap 2 orang yang mencengkeram kedua tangan Draco. "Lepaskan"

"Tapi bos-"

"Dengar tidak kamu"

Mereka menggangguk, lalu melepaskan cowok itu.

"Kalian, bersihkan sampah-sampah ini", perintahnya kepada Tim Bard, mereka mengangguk mengerti.

"Cabut"

Galan meninggalkan tempat tersebut dengan Remon dan Elgav berada dibelakangnya.

Hari sudah mulai gelap, mereka berjalan menyusuri hutan tanpa bantuan cahaya. Bahkan mereka berjalan dengan sangat lancar seperti sudah sangat hafal dengan penjuru titik hutan ini.

Tidak ada yang buka bicara sampai mereka telah sampai dimarkas terdekat dari hutan.

"Hahaha! Andree, si ketua Dragon itu minta maaf? Nggak salah denger kan gue?", Elgav tertawa terbahak. Sedangkan yang lainnya menutup telinga.

"Eh woi, Zayn!", panggilnya saat melihat cowok itu berjalan hendak keluar.

"Hmm?"

"Lo mau ke supermarket?"

"Iya, kenapa?"

"Seperti biasa, nitip susu kotak yang 1 literan 2 ya, nanti uang gue ganti"

"Ye", jawab Zayn singkat.

"Anjir. Badan gede jiwa anak-anak", heran Dinan dengan kebiasaan ketua Legaster itu.

"Capek ah guee!", Tambahnya kesal.

"Sembarangan! Otot-otot gini nggak bakalan muncul kalau nggak dari itu"

Remon berbisik ditelinga Dinan. "Halah nyangkal! Orang kerjaannya gebukin orang"

"Heh, gue denger!"

"Gue mau pulang", Galan bangkit dari duduknya dan mengambil kunci motornya.

"Mobil gue balikin kesini, Ga"

"Ambil sendiri", jawabnya yang telah berada di ambang pintu.

°°°

Setelah pergi dari markas, ia memutuskan untuk mampir disebuah minimarket pinggir jalan.

Saat Galan hendak berjalan menuju pintu minimarket, seorang remaja laki-laki masih dengan seragam SMA dengan membawa 2 kantong besar menabrak bahu cowok itu hingga membuat mereka terjatuh secara bersamaan.

tepluk ~(anggap saja benda jatuh)~

Prakk ~(ulang lagi deh)~

Sebuah benda hitam jatuh dari saku hodie Galan, mengenai kaki anak laki-laki itu.

"Lo ngapain sih! Kalau jalan lihat-lihat dong!", kesalnya.

Anak SMA itu hanya diam tak menjawab. Matanya menatap benda hitam yang jatuh mengenai kakinya itu, pistol.

Galan yang baru sadar cepat-cepat mengambil benda kesayangannya itu dan langsung kembali menyimpannya kedalam saku. Ia membantu anak laki-laki itu memasukkan belanjaan yang sebagian keluar dari kantong putih yang cukup besar.

"Lain kali hati-hati", ucapnya menyerahkan dua kantong itu sang pemilik yang menatapnya dengan tatapan aneh.

Tak mengucapkan sepatah kata pun, dia segera pergi dari tempat. Galan menatap kepergiannya dengan sinis. Tadi dia sempat melirik salah satu tag bajunya, SMA Wismagama.

"Gue tandai muka lo", gumamanya.

Lagi-lagi, saat ia hendak melangkah, atensinya teralihkan kepada seogok mobil sedan berwarna hitam pekat parkir didepan minimarket tersebut. Sang pemilik keluar dari mobil tersebut.

"Eh, kita ketemu ni? Kebetulan sekali", seorang cowok dengan kacamata orange yang bertengger diatas hidungnya mendekati Galan.

"Kok Lo bisa ada disini? Ngintilin gue lagi?!", Galan mengepalkan tangannya didepan wajah Giovano, siap menonjok hidungnya.

"Apaan, orang gue habis kabur dari acara makan-makan keluarga"

Galan menurunkan tangannya untuk memukul lengan cowok itu. "Bohong"

"Sumpah", Giovano mengangkat dua jarinya dikedua tangannya.

Galen menghela napas, memilih untuk segera berjalan memasuki minimarket itu.

"Tungguin Lann!"

"Lo ngaku aja anjing!"

Baru saja cowok itu masuk, ia sudah disambut dengan keributan tepat didepan kasir.

"Sumpah mas. Saya nggak ngambil"
"Halahh! Mana ada maling ngaku!"

"Woi woi para bocah! Jangan buat keributan disini!", seru Giovano yang mendadak menjadi pusat pasang mata.

"Jangan ikut campur lo!", seorang lelaki yang mengenakan seragam SMA berantakan, menunjuk cowok itu.

"Minimal kalau mau cari keributan nggak usah disengajakan begini, kelihatan cemen", Galan terkekeh.

"Bacot lo. Nggak usah ikut campur. Lo nggak tau apa-apa!", cowok itu menatapnya dengan sangat tajam.

"Bocah, nggak usah natap kita seperti itu. Lo kelihatan kayak monyet", Giovano tertawa pelan.

Salah satu dari 5 orang tersebut maju. "Jangan ngomongin sembarangan sama Tayger", hendak memukul Giovano tapi tangannya ditahan oleh Galan.

"Oh namanya Tai? pantesan"

GangleadersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang