"Dua......ribu", bisik Galan membuat dirinya dan Pak Sooman tertawa.
"Sembarangan! Ini kacamata Harga 27 juta", cowok itu menonyor jidat Galan.
"Sok kaya, kerjaannya cuma koleksi kacamata"
"Itu tangannya nak Galan kenapa? kok luka?", tanya pak Soman tiba-tiba.
"Gapapa pak, cuma kegores kunci motor", Galan berdusta.
"Hilih, kalau cari alasan yang logis-aduh woii"
Galan meremat kaki cowok itu.
Kening pak Sooman mengerut, mimik wajahnya terlihat khawatir. "Bapak ambilkan obat dulu"
"Eh pak! Nggak usah!"
Tapi tak ada guna cowo itu melarang, pak Sooman datang kembali dengan membawa kotak yang sekiranya berisi obat luar.
Pak Sooman duduk disebelah Galan kemidian memknta tangga kirinya yang memang terdapat goresan yang tidak terlalu parah.
"Ini agak dalam, harus diobati", ucapnya setelah menelisik luka tersebut.
"Saya bisa obati sendiri pak. Lagian ini cuma luka kecil", elaknya.
Tapi pak Sooman ya pak Sooman, ia sangat keras kepala. Pria tua itu tetap mengotot untuk mengobati luka ditangan Galan.
Galan tercekat melihat wajah pak Sooman. Meskipun sudah tua wajah pak Sooman masih terlihat sangat segar dan muda, hanya saja rambutnya yang telah berubah warna.
Pak Sooman membersihkan luka itu dengan hati-hati. Tangannya begitu kasar menandakan betapa kerasnya bapak ini bekerja.
Meneteskan obat merah dan menggulum plester putih dengan sangat telaten.
Galan menunduk. Disaat-saat seperti ini dada nya serasa terhambat. Seumur hidup ia tidak pernah dan belum merasakan bagaimana rasanya diperlakukan seperti ini oleh seorang lelaki yang bersetatus sebagai ayah.
Hidupnya dipenuhi dengan manusia kejam. Dan semenjak kecil yang seharusnya menjadi masa bermain bagi anak-anak seumuran dengannya, cowok itu malah dihadapkan dengan didikan yang seharusnya tidak pantas ia dapatkan di umurnya yang baru dini.
Bahkan disaat anak-anak lain bermain dan memegang mainan mobil-mobilan, robot dan sejenisnya, ia malah disodorkan dan memainkan benda-benda berbahaya. Seperti pistol, pisau, panah dan sejenisnya.
Memang sesusah itu dirinya semenjak kecil hanya untuk mendapatkan perlakuan sama dengan anak lainnya.
~~~
Galan memarkirkan motornya disebuah lahan luas yang berada dikawasan milik sebuah yayasan pendidikan.
Cowok itu membuat ponsel, pukul 05.47. Terlalu pagi, ia memilih untuk duduk diatas motornya. Ia melihat popup masuk dari layar locksreen nya. Sebuah pesan dari Giovano.
Kutu Kupret
|Good morning devil
boy
|Congrats for new
your school
|Ngingetin, semalem
lo ngutang gue"Anjir", umpatnya kesal saat membaca pesan yang dikirim oleh cowok itu.
Kutu Kupret
|WTF!
|Semnjk kpn gwngtang lo?!!!
|Lo pikun
|Gw g minta
|Tetap gue anggap!
|Trsrah! Nnt sore
bku htam
|Anggap sja lunasin
ReadGalan berdecak kesalnya saat pesannya hanya dibaca oleh kutu kupret itu.
Satu per satu motor memasuki area lahan luas itu, mulai memenuhi dan membentuk deretan barisan. Sebagian besar murid menatap Galan dengan pandangan aneh. Galan yang melihatnya langsung melemparkan tatapan tajam hingga membuat mereka buru-buru membuang pandangannya.
Setelah kurang lebih setengah jam berada diparkiran, ia segera bergegas untuk segera masuk di sebuah gedung bertingkat melalui pintu belakang.
Galan menatap sekeliling, terbilang cukup luas dan elit. Entah kenapa cowok itu menjadi pusat perhatian para murid disitu, beberapa ada yang berbisik.
"Siapa dia?"
"Kok aku nggak pernah lihat?"
"Kelihatan kayak serem ngga sih?"
"Ganteng banget ga si?!!"Begitulah kaliamat yang Galan dengar dari para murid yang dilewatinya, ia pun bodo amat. Baru saja ia hendak melangkah menuju perpustakaan, atensinya teralihkan pada sebuah keributan tepat dikoridor.
5 siswa terlihat tengah berdiri dan 1 siswa tengah terduduk dilantai. Okay, mungkin pembulian.
"What? Pantesan, ga salah lagi" kening Galan sedikit mengerut saat mengenali 5 orang itu.
"Tai plus ger beserta kawannya sekolah disini? Bagus", Galan tersenyum devil. Entah apa yang dipikirkannya.
"Galan. Serah mau panggil apa"
Galan memperkenalkan diri setelah mendapatkan kelasnya, XII IPS 3.
Cowok itu menatap sebuah bangku paling belakang, ditempati oleh 1 orang yang tengah menunduk.
"Pak, ga ada bangku lain?"
Guru sejarah yang bernama Pak Bambar itu mengerutkan kening. "Lho, lho, lho. Mau rikues bangku ceritanya? Ya ndak bisa atuh mas. Itu cuma ada sisa satu bangku. Udah nggak usah sewot duduk sana"
Pak Bambar dengan suara khas medok Jawa itu mendorong pundak Galan menuju bangku kosong yang berada paling belakang.
"Lenggah, lenggah. Ampun komentar njih", guru itu mendorong bahu Galan, menyuruhnya untuk segera duduk.
Cowok itu mengerutkan keningnya.
'Ngomong apa sih, njir?'Jujur saja, saat mendengar guru itu berbicara medok rasanya terdengar sangat aneh ditelinga Galan, apalagi mendengar nada bicaranya. Maklum, ia belum pernah mendapat guru yang seperti itu. Semua guru yang pernah ia temui selalu dengan sifatnya, membentak dan sangat kasar.
Dan akhirnya cowok itu terpaksa duduk di bangku yang telah dihuni satu murid. Agak heran, tapi murid itu hanya diam dan menunduk. Mungkin dia mengantuk? Maybe.
Pelajaran hari ini sangat membosankan, sangat berbeda sekali dengan sekolah cowok itu sebelumnya. Karena ia akan selalu membolos atau akan menganggu dan menjaili guru yang sedang mengajar. Bahkan kerap sekali jam yang seharusnya di isi dengan pelajaran malah diganti oleh cek cok dirinya dengan para guru.
Jadi jika kalian berpikir bahwa mungkin itul adalah alasan mengapa cowok itu dikeluarkan dari sekolah? Oh, tentu tidak, itu salah besar. Galan dikeluarkan dari sekolah karena alasan lain dan tidak ada sangkut pautnya dengan kenakalannya dikelas.
Sekarang jam memasuki waktu istirahat, sebagian besar murid dikelas XII IPS 3 memilih untuk mengisi perutnya dan sisanya masih tertinggal dalam kelas.
Sedari tadi Galan menatap seorang siswa yang sebangku dengannya. Tapi anehnya siswa laki-laki itu sama sekali tidak terlihat risih atau bahkan merespon. Hanya terlihat biasa saja.
"Lo yang malam itu kan?"
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
To be continueDukung Sar dengan klik logo bintang nya yaa.. biar Sar tambah semangat buat nulis🥰
Trimakeset ya readerss...
KAMU SEDANG MEMBACA
Gangleaders
Teen FictionLyna, seorang wanita yang terobsesi dengan kesempurnaan, diliputi kegilaan ketika dia didiagnosis tidak bisa memiliki anak. Demi mewujudkan keluarga "sempurna"nya, dia menipu suaminya, Herga, dengan meminta kembarannya untuk bercinta dengannya dan m...