2

154 9 0
                                    

Memaafkan merupakan hal yang sulit dilakukan, tetapi dengan perasaan sayang kita bisa memaafkan seseorang dengan mudah. Julia pernah membaca kalimat itu. Mungkinkah itu yang dilakukannya pada Jisoo? Saat dimana dirinya dengan mudah memaafkan sang kakak sulung yang meminta maaf atas segala perlakuannya selama ini padanya.

Bagaimanapun, keempat kakaknya memperlakukannya, ia tidak pernah merasa benci, ataupun mendendam pada mereka. Rasa sayang itu tetap mengalir pada keempatnya, bahkan semakin deras.
Tapi, salahkah ia jika tetap mendamba sebuah balasan kasih sayang dan segala hal yang dilakukan seorang kakak padanya?

Setelah kejadian malam itu, ia tidak melihat lagi keberadaan kakak pertamanya dirumah. Aneh? Tentu tidak. Hanya sedikit penasaran saja, Bibi Min mengatakan jika kakaknya itu tidak pulang ke rumah terhitung 4 hari jika dengan hari ini. Lihat kan? Ia sudah mengatakan pada dirinya sendiri untuk tidak terbuai begitu saja.

Ketiga saudarinya yang lain juga sama sibuknya, mereka pulang ke rumah lagi? Iya, lagi.. lagi.. dan lagi. Bukankah ini sangat aneh, sejak kapan mereka bertahan lebih dari satu minggu di rumah?

Merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu, ia baru pulang sekolah pukul enam kurang di rumah, untung saja tidak ada les hari ini, ia jadi bisa mengistirahatkan otak dan tubuhnya barang sejenak sebelum ia belajar bahasa asing dilaptopnya.

Tidak perduli dengan badannya yang lengket oleh keringat, yang penting rebahan terlebih dahulu. Pasalnya, mata pelajaran terakhir kelasnya hari ini adalah olahraga. Bukan karena jadwal pembelajarannya. Tapi, ia dan teman sekelasnya melakukan pertandingan baseball setelah pembelajaran usai. Menyenangkan dan melelahkan tentunya.

"Kau, baru pulang?" Meremang bulu kuduknya, ia tahu suara ini.
Kenapa kakaknya yang satu ini sudah ada di rumah jam segini?

Pura-pura tidur atau jawab pertanyaan? "Bibi Min tolong!" ia tidak suka situasi seperti ini. Memejamkan matanya, ia tahu Jennie, kakak keduanya itu sudah ada di sebrang kursinya.

"Jika ingin istirahat, bersihkan tubuhmu terlebih dahulu, atau setidaknya ganti bajumu." Suaranya mengalun dengan penuh kelembutan?

"A-ah, n-nde." Dengan panik Lia terbangun dan menyambar tasnya, hampir saja ia terjatuh karena sempoyongan saat berjalan.

"Julia-ya, Hati-hati.."

Ia mendengarnya lagi, suara Jennie yang lembut dan penuh kekhawatiran Untuknya?

....

"Selamat.. selamat.." Mengusap dadanya berulang kali, rasanya ia bersyukur sekali bisa sampai di kamarnya.

Merebahkan kembali dirinya di ranjang, ia jadikan sebelah lengannya menjadi bantalan kepalanya.
Memandangi sekeliling kamarnya, ia sudah mencopot semua foto-foto keempat kakaknya. Bukan karena terlalu percaya diri, ia hanya takut kejadiannya seperti Jisoo yang malah menangis meraung-raung saat mengetahui dirinya menyimpan foto-foto mereka 'kan ia juga yang panik dan repot harus menenangkan.

Perihal foto-foto keempat kakaknya yang ia pajang itu. Ia dapatkan dari sosial media keempatnya. Terhitung dari 4 tahun lalu ia melakukannya, sejak Yerim, kakak sepupunya memberitahukan akun sosial media mereka padanya.

Setidaknya, ia bisa melepas rindu dengan melihat foto-foto yang ia pajang dan ia cetak di album. Mungkin terdengar aneh, tapi kadang-kadang ia suka berbicara pada foto-foto mereka.

Kesalahannya adalah, ia malah memajang foto mereka dan diketahui salah satu kakaknya.

"Tok! tok! tok!"

Baru saja matanya akan terpejam, ketukan dipintu membuatnya membuka matanya kembali. Dengan malas melangkahkan kakinya ke depan pintu.

"Ada apa, Bib-?"

Happy Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang