7

85 12 0
                                    

Seharusnya ia memilih belajar saja dikamar. Bukan mendengarkan pembicaraan yang tidak ia mengerti dari kedua orang tuanya dan juga semua kakaknya. Bisnis terus~
Dirinya 'kan belum paham hal seperti itu.

Kenapa juga guru lesnya mendadak tidak bisa datang hari ini? Setelah makan malam yang sedikit ada drama dari dirinya 'lagi. Ia harus menghadapi suasana membosankan ini. Ayahnya bilang. Katanya, jarang-jarang bisa lengkap seperti ini, jadi mereka memutuskan untuk kumpul sembari melepas rindu juga. Nampak harmonis, kan?

"Aku sudah menyelesaikan semua urusanku di Paris, Eomma. Grandma juga sudah mengetahuinya, dan besok akan datang kemari.

Eh. Apa kata kakaknya tadi? Urusan apa ya, maksudnya? Nenek dari pihak ibunya juga katanya akan datang. Ia jadi penasaran. Walaupun suasana ini membosankan, kupingnya tetap bekerja dengan baik mendengarkan. Sesekali ia harus menjawab singkat jika kedua orangtuanya bertanya padanya.

Menjadi pendengar ternyata membuatnya haus juga. Duduk diantara Ayah dan Ibunya, gelas berisi jus alpukat yang dengan nikmat melewati tenggorokannya harus terganggu karena kalimat yang diucapkan kakak keempatnya.

"Uhuk.. uhuk.. uhuk..."

"Sayang, pelan-pelan." Ibunya mengingatkan karena khawatir.

Bukan menunduk, tapi memalingkan wajahnya ke kanan saat keempat kakaknya itu menatapnya. Memang seperti ini jika ada orang tuanya, kegugupannya akan sedikit banyak menguap dari dirinya ketika berhadapan dengan mereka berempat.

"You oke, Little Princess?" Ayahnya menatapnya khawatir. "I'm oke, Appa."

"Lain kali tidak perlu buru-buru saat sedang minum, nde?"

"Nde, Appa." Perasaan ia tidak buru-buru saat minum, ia tersedak karena kaget dengan apa yang dikatakan Lisa tentang Jennie yang akan mengurus bisnis fashion milik keluarganya. Setelah sekian lama, walau terus mendapat paksaan dari Ibu dan juga Neneknya setelah lulus kuliah di Perancis, tidak pernah Jennie menuruti keinginan mereka. Tapi, kenapa sekarang tiba-tiba?

Padahal yang ia tahu, karir kakaknya sekarang di kota mode sana cukup mentereng sebagai asisten Designer disebuah brand kenamaan asal Perancis. Tapi sayangnya, inilah alasan kenapa kakaknya yang satu ini cukup ditentang saat memutuskan untuk bekerja disana, dan terus disuruh untuk mengurus anak bisnis milik keluarga saja. Ya, karena agak melenceng dari tatanan 'gurita bisnis keluarga besarnya di negaranya ini.

Untuk etos kerja semua keluarganya ia memang akan memberikan bintang lima untuk mereka. Terlebih seperti kakaknya Jennie, demi mewujudkan mimpinya, dia memilih bersekolah dari senior high school di Paris, dan tidak ragu bekerja pada orang lain disana.

Sayangnya, karena semua kesibukan mereka itulah yang membuatnya selalu kesepian. Belum lagi keempat kakaknya yang seolah menganggapnya tidak ada.

Selalu bertanya-tanya pada dirinya sendiri mungkinkah ia membuat kesalahan yang membuat mereka berempat enggan perduli padanya. Tapi, apa? Ia memang anak yang cerdas dan cukup baik dalam mengingat, tapi bukan berarti semua kenangan saat dirinya masih kanak-kanak bisa tersimpan juga. Ia hanya mengingat sebagian saja yang menurutnya membekas diingatannya.

"Kenapa melamun, sayang?"

"Eoh. Tidak Eomma." Elaknya, "Grandma, dan Grandpa, benar akan kemari besok?"

"Nde, Sayang. Kakakmu Jennie, Minggu depan sudah bergabung dengan lini bisnis fashion keluarga kita." Senyuman penuh kebanggaan itu ibunya tunjukkan pada Jennie.

"Begitu, ya." Liriknya pada Jennie yang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia baca.

"Nde. Seharusnya Eomma, dan Appa kembali hari Rabu nanti untuk pembicaraan bersama Grandma. Tapi, karena mendengar kondisimu kami jadi mempercepat kepulangan. Kami khawatir padamu." Elusan dipipinya menyadarkan Lia dari Jennie. "Aku sudah baik-baik saja, Eomma."

Happy Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang