02 - Pertengkaran

36 4 0
                                    

Amato menghela napas gusar.

Sudah tiga hari putrinya mendiamkannya sejak dia mengatakan dengan gamblang bahwa dia akan menikah lagi. Bahkan sekedar makan malam pun gadis itu tidak turun. Membuat pelayan harus mengantar makanan ke kamarnya.

Amato tau, ini terlalu mendadak.

Namun keputusan Amato sudah bulat. Dan sayangnya, tak seharusnya pula dia bersikap seperti itu kemarin. Ingatannya terlempar pada kejadian beberapa hari yang lalu.

"Pa-papi nikah lagi?" tanya Mira dengan tergagap. Wajahnya cengo.

"Iya, dek. Dua minggu lagi, semuanya udah siap."

"MANA BISA GITU?!" Mira tanpa sengaja menaikkan oktaf suaranya. Sedikit mengganggu yang lain.

Amato mengangguk. "Bisa. Jangan khawatir, adek bakal dapet tujuh abang, kok. Tuh, di depan kamu."

Pandangan Mira tertuju pada ketujuh laki-laki yang duduk di sana. Rasa syok mendominasi hatinya—kok bisa tante Risa punya anak sebanyak itu? Apakah beliau sangat suka memiliki anak banyak?

Namun Mira menggelengkan kepalanya saat kembali ke kenyataan. "Adek gak mau."

Mengundang tatapan kaget dari Risa dan anak-anaknya. Sedangkan Amato hanya bersikap biasa, seolah sudah mengetahui bahwa reaksi putrinya akan seperti ini.

"Sayang, dengerin Papi du—"

"Gak mau! Papi gak ngomong apa-apa dari kemarin terus tiba-tiba aja bilang mau nikah dua minggu lagi. Gimana adek mau bilang 'iya'?" seru Mira marah.

Amato memandang putrinya sendu. "Sayang, Papi ada alasan harus kayak begini."

"Apa adek udah nggak dianggap anak sama Papi? Kenapa gak minta persetujuan adek dulu? Apa adek se-nggak penting itu di mata Papi?" Mira berujar dengan nada kecewa.

Terlihat Risa ingin berbicara, namun ditahan oleh Halilintar. "Jangan, bun. Ini urusan mereka." katanya menggeleng.

Amato menangkup tangan putrinya di atas paha. "Dengerin Papi dulu, okay?"

Pria itu mulai menjelaskan alasannya dengan detail. Mencoba menarik putrinya untuk setuju dengannya. Karena keputusannya untuk menikah kembali tidak akan pernah dia batalkan.

"Papi butuh pendamping. Dan Tante Risa yang bisa mengisi posisi itu. Selain itu, adek bakal punya Mami lagi. Apa adek nggak mau?"

Mira menunduk menatap sepatunya. Bukan begitu. Jika ditanya apakah dia menginginkan seorang ibu, jelas Mira akan menjawab sangat ingin tanpa pikir panjang.

Tapi selamanya yang dia inginkan hanyalah Maminya yang sudah di surga. Tak ada seorang pun yang bisa menggantikannya di dunia ini. Sayangnya, sekuat apapun dia meminta Maminya kembali, tidak akan bisa.

Lagipula, Mira sudah nyaman hidup berdua dengan Papinya.

Ada rasa tak rela dari dirinya saat mendengar ada orang lain yang akan memiliki Papinya secara utuh. Mengikatnya dalam sumpah bernama pernikahan.

"Tapi adek nggak bisa. Adek nggak mau. Nggak ada yang boleh gantiin tempat Mami dirumah. Sampai kapanpun itu." Mira mengecam Papinya.

"Soal itu, selamanya juga Ayah gue gak bakal ada yang bisa gantiin. Sekalipun itu bokap lo. Di sini kita gak nyuruh lo buat nganggep bunda sebagai pengganti nyokap lo, kita di sini ada untuk saling memenuhi peran yang udah hilang. Kita cuma butuh figur keluarga lengkap, gak masalah mau lo nganggep kita orang luar atau gimana. Karena pada kenyataannya kita cuma terikat dengan hubungan keluarga tiri." Halilintar menyahut dengan tiba-tiba.

sweet homeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang