Di ruang tamu kediaman Risega yang luasnya hampir menyamai lapangan bola, terlihat dua orang dewasa yang sedang berbincang dengan asyik.
Ditemani tiga krucil yang sedari tadi hanya duduk tanpa membuka sepatah kata. Saling diem-dieman sambil menyimak apa yang dibicarakan oleh Amato dan Risa.
Mira sendiri gak terlalu peduli, sih.
Dia sibuk menikmati waffle kesukaannya yang datang beberapa menit yang lalu. Pas banget barengan sama kedatangan calon Mamanya bersama dua anaknya.
Mira sempet kaget. Perasaan kemarin ada tujuh, kok sekarang menyusut jadi dua. Taunya yang lain lagi sibuk sekolah sama kuliah.
"Adek, mau ngundang artis nggak?" tanya Amato menawari tiba-tiba.
"Artis? Emang masih sempet, ya, Pi? Nikah aja tinggal semingguan," Mira menjawab dengan tidak yakin. Mungkin bisa, tapi wasting money banget kalau mendadak, tuh.
Karena bakal butuh duit banyak kan pasti. Mira tau duit Papinya segudang, tapi entah kenapa dia tidak terlalu excited.
Mungkin karena dia emang masih maju mundur tentang pernikahan ini.
"Aman pokoknya sama Papi, mah. Gimana? Mau siapa? Artis barat? Atau boyband Korea?"
Mendengar itu Gempa dan Ice melongo. Benar-benar definisi melongo sampai bibirnya mangap lebar. Bahkan Risa pun ikut bengong.
"Kayaknya nggak usah. Seadanya aja Papi, adek lagi nggak kepengen." Mira tersenyum kecil. "Lagian itu acaranya Papi, kenapa malah nanya aku, deh. Heran."
"Beneran? Kalau gitu Papi undang artis lokal aja." Amato segera berkutat dengan iPadnya untuk mengurus hal itu.
Sementara itu, Gempa dan Ice yang duduk bersebelahan kini berbisik-bisik.
"Gue ga salah denger, bang? Barusan calon bapak kita bilang apa? Boong kali, ya." —Ice.
"Kuping gue kayaknya belum dibersihin juga, Ice. Barusan Om juga bilang undang artis lokal aja. Emangnya ngundang artis segampang itu?" —Gempa.
Samar-samar Mira mendengar apa yang bisik-bisik tetangga itu bahas. Keningnya mengerut bingung; mereka kenapa? Oh, apa jangan-jangan mereka pengennya ngundang mbak Swift kah?
"Papi, papi. Kayaknya abang yang itu pengen guest star-nya Taylor Swift." Mira menunjuk Ice yang kini melotot.
"Heh! Mana ada!" sanggah Ice cepat. "Nggak, kok, Om. Misa ngawur aja itu, mah." sergahnya saat Amato dan Risa sama-sama menoleh kepadanya.
Kalau Amato, sih, nggak terlalu Ice pikirin. Cuman masalahnya si bunda!
"Namaku Mira!" sewot gadis itu merasa marah karena namanya salah disebut. Padahal Mira itu panggilan kesayangan yang dibuatkan oleh Maminya.
"Iya, iya, Mira." Ice berdecak malas, salah dikit doang aja pake ngegas.
Amato menggelengkan kepalanya dengan kekehan. "Tapi kayaknya bener kata adek. Udah nggak sempat, yaudah lokal aja, ya?"
Mira mengangguk.
"Oh, iya, kak, jemput adikmu, gih. Udah pulang jam segini," Risa yang baru saja mengecek jam segera menyuruh putranya untuk menjemput si bungsu yang masih sekolah.
"Baru jam dua belas, bun. SMA mah pulang sore," celetuk Gempa.
"Mereka ada ujian hari ini. Makanya pulang cepet, udah sana buruan dijemput. Takut ngambek kalau kelamaan,"
"Emangnya mereka nggak bawa motor?" tanya Gempa dibalas gelengan kepala oleh bundanya. "Bareng Hali tadi pagi."
Gempa mengangguk-angguk. Kemudian berdiri dari kursinya, tak lupa berpamitan kepada calon ayahnya. "Om, saya mau jemput adek dulu, ya. Titip bunda disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
sweet home
Random"Pa-papi nikah lagi?" "Iya, dek. Dua minggu lagi, semuanya udah siap." "MANA BISA GITU!?" "Bisa. Jangan khawatir, adek bakal dapet tujuh abang, kok." Demi apapun yang ada di dunia ini, Papinya sudah gila! Menikahi janda anak tujuh, mana sifatnya ber...