Sebuah ballroom hotel berbintang tujuh sudah dipenuhi dengan hiasan-hiasan bunga. Lengkap dengan ornamen-ornamen khas pernikahan yang terlihat mewah dan fantastis.
Tentu saja Amato membuat pesta pernikahannya semeriah mungkin. Tidak mungkin dia menunjukkan pesta pernikahan yang biasa saja. Malu dengan uangnya yang segunung itu.
Para tamu undangan sudah duduk di kursi masing-masing. Menanti pengantin wanita yang akan memasuki altar—tempat peresmian Amato dan Risa untuk menjadi suami istri.
Wanita yang berusia hampir kepala empat itu berjalan perlahan. Tangannya memegang buket bunga sementara satunya lagi menggandeng lengan putra pertamanya.
Meski ditemani ketujuh anaknya untuk ke altar, tak dipungkiri Risa merasa gugup. Ini adalah momen sakral kedua yang dialaminya. Meski tak pernah ada dalam list hidupnya, Risa tetap menantikan kedatangan hari ini.
Halilintar yang merasakan bundanya gugup segera menggenggam tangan halus sang bunda yang melingkari lengannya. "Bunda, rileks." bisiknya.
Risa menoleh dengan wajah terkejut, kemudian mematri senyuman untuk mengatakan bahwa dia baik-baik saja.
Di ujung sana, Risa bisa melihat punggung yang akan menjadi sandarannya. Punggung dari sosok yang selalu dia kagumi sejak dulu. Sosok yang sangat dicintai Risa—kini akan berubah status menjadi suaminya.
Begitu sampai di altar, Halilintar melepas rangkulan tangan sang bunda di lengan.
"Bunda, sampe sini aja kita bisa nganter bunda." kata Halilintar sambil tersenyum kecil. Untuk hari ini saja, dia akan merendahkan egonya untuk mengulas senyum terbaik di hari bahagia bundanya.
Risa memandang satu persatu anak-anaknya.
Halilintar. Taufan. Gempa. Blaze. Ice. Duri dan Solar yang tersenyum manis ketika Halilintar melepasnya.
Anak-anak yang dia besarkan seorang diri tanpa hadirnya sosok suami. Ketujuhnya sudah menginjak masa remaja. Tumbuh menjadi pemuda gagah yang selalu siaga melindungi satu-satunya pahlawan mereka.
Risa berkaca, tak menyangka akan bisa diantar oleh putra-putranya yang sangat dia sayangi.
Bunda sayang banget sama kalian.
Mematri senyuman terbaik, Risa menganggukkan kepalanya sebelum berbalik untuk berjalan menuju tempat Amato berdiri.
Sedangkan Halilintar dan adik-adiknya ikut berbalik menuju tempat yang memang disediakan khusus untuk mereka. Bisa mereka lihat pula Mira yang sudah duduk di sana terlebih dahulu.
Lalu, upacara pernikahan pun dimulai.
Begitu janji suci diucapkan dan kedua mempelai saling berciuman, bunyi gemuruh tepukan tangan memenuhi seisi ballroom hotel. Turut merasa bahagia atas bersatunya dua insan yang akan menjadi sebuah keluarga.
Mira ikut bertepuk tangan. Sorot matanya memancarkan rasa tidak rela saat melihat papinya terikat dalam sumpah janjinya.
Namun Mira tetap merasa senang. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Mira merasa sangat senang. Apalagi saat menangkap betapa lebarnya senyuman sang Papi saat ini.
Mira tidak bisa egois untuk selamanya. Papinya butuh sumber kebahagiaan. Sumber kebahagiaan lain yang tidak akan pernah bisa dia gantikan. Dan itu adalah tante Risa, istrinya.
'Mami.. kalau Mami liat ini, kira-kira Mami sedih nggak?'
"Yuk, kesana!"
Lamunan Mira buyar saat Duri menariknya untuk pergi panggung. Rupanya upacara pernikahan sudah selesai. Para tamu mulai dijamu dengan makanan-makanan yang beranekaragam.
KAMU SEDANG MEMBACA
sweet home
Random"Pa-papi nikah lagi?" "Iya, dek. Dua minggu lagi, semuanya udah siap." "MANA BISA GITU!?" "Bisa. Jangan khawatir, adek bakal dapet tujuh abang, kok." Demi apapun yang ada di dunia ini, Papinya sudah gila! Menikahi janda anak tujuh, mana sifatnya ber...