Hari Sabtu.
Kediaman keluarga Risega terlihat ramai. Banyak pelayan yang berlalu-lalang untuk menyiapkan pernikahan esok hari. Bahkan sang kakek dan nenek pun sudah tiba jauh-jauh dari London untuk merayakan pernikahan anak semata wayangnya, Amato.
Berhubung Amato sedang open house untuk para tamu undangan yang gak bisa datang esok hari, jadilah rumahnya ramai sekarang.
Karena nggak semuanya bisa menghadiri upacara pernikahan besok. Jadi Amato berinisiatif buat hari ini. Gatau, ini idenya Amato sendiri.
Saat ini Mira sedang duduk di kamarnya bersama Solar dan Duri. Sejak hari dimana Mira ikut jemput mereka berdua, ketiganya jadi dekat.
Bahkan sejak tadi malam dua anak itu menginap disini dan mengabaikan suruhan bundanya untuk pulang. Kalian penasaran mereka ngapain aja?
Main PS.
Bahkan hampir nggak tidur sampai pagi kalau saja Amato nggak memergoki mereka masih rame padahal jam udah menunjukkan pukul dua dini hari.
Tadi pagi saja, mereka baru bangun jam sepuluh pagi. Itupun karena kedatangan kakek nenek yang baru sampai dari bandara.
"Eh, kalian udah ketemu kakek sama nenek belum, sih?" Mira bertanya pada (calon) kakak tirinya itu. Satu lagi nge-game, satunya lagi muter-muter kamar Mira gak jelas.
Solar mengangguk di sela-sela permainannya. "Udah, kok. Kenapa emangnya?" sahutnya.
Mira menggeleng, "Tanya doang, sih." ujarnya pendek.
"Dek, ke bawah, yuk. Aku laper, deh." ajak Duri setelah kegiatan tak berfaedah yang dia lakukan. Mira mengangguk kecil, perutnya juga keroncongan.
"Solar mau ikut?" Duri bertanya sebelum membuka pintu kamar. "Duluan aja. Belum kelar nih match-nya." jawab Solar tanpa menoleh.
Tak lagi menjawab, Duri dan Mira keluar dari kamar si gadis menuju ke bawah. Lebih tepatnya ke ruang keluarga karena di meja banyak sekali makanan yang terbungkus toples.
Di sana, keduanya menemukan Amato yang sedang duduk sambil memangku laptop. Bisa Mira lihat kalau Papinya tengah membuka dokumen tentang perusahaan.
Batinnya tertawa kecil. 'Kasihan, besok nikah tapi disuruh kerja.'
"Oh, adek! Gantiin Papi nyelesaiin laporan ini dulu, ya? Papi harus nemuin kolega bisnis dulu di ruang tamu," Tanpa izin Amato menarik putrinya untuk duduk di sofa lalu memindahkan laptop ke pahanya.
Mira mendelik, dia baru saja turun untuk nyemil tapi malah disuruh gelud sama dokumen?
"Loh, Pi—tung—"
Belum sempat memprotes, Amato sudah melenggang pergi tanpa mengindahkan Mira lagi. Meninggalkan gadis itu yang mencak-mencak bersama Duri yang hanya menatap bingung.
"Bapak kampret!" Mira bersungut-sungut, namun tak urung mulai membaca isi dokumen itu.
"Itu apa dek?" Duri melirik layar laptop dengan penasaran. Setoples makanan sudah berada di pangkuannya.
"Laporan perusahaannya Papi." jawabnya singkat. Matanya mulai fokus membaca dari awal untuk melanjutkan isi laporan tentang perusahaan mereka.
"Loh, emang kamu ngerti?" tanya Duri dengan alis bertaut. Normalnya kan nggak mungkin, ya?
Mira mengangguk sekilas. "Udah sering mah ngelanjutin begini doang. Dari SMP udah diajarin, toh, nanti juga aku yang ngewarisin perusahaan." jelasnya.
"Widih, keren banget!" Duri memuji dengan tulus. Mira membalasnya dengan senyuman lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
sweet home
Random"Pa-papi nikah lagi?" "Iya, dek. Dua minggu lagi, semuanya udah siap." "MANA BISA GITU!?" "Bisa. Jangan khawatir, adek bakal dapet tujuh abang, kok." Demi apapun yang ada di dunia ini, Papinya sudah gila! Menikahi janda anak tujuh, mana sifatnya ber...