Pukul tiga sore, kelima anak itu baru saja kembali dari muter-muter mall. Dengan masing-masing menenteng plastik, mereka masuk ke dalam rumah ditemani canda tawa.
"Pft—bwahahaha! Kocak banget!" Mira terbahak saat mendengar cerita Duri tentang masa kecil Solar yang hobi nyemilin garem.
"Terus Solar tuh narsis banget, tau! Kapan-kapan main ke rumah, nanti aku tunjukin foto-foto kecil Solar yang bisa banget jadi sticker pack!"
"WOY!! GUE PUKUL YA LU DURI!" Solar akhirnya mengamuk. Tidak tahan aib masa lalunya terekspos pada calon adek ceweknya.
Duri menjulurkan lidahnya, "Kalo berani sini, wlek!!" ujarnya sambil berlari dari kejaran Solar.
Mira makin ketawa aja melihat tingkah saudara kembar itu. Benar-benar moodboster.
"Eh, udah pulang, ya?"
Suara Amato menyambut mereka saat tiba di ruang tamu. Mira berlari kecil menghampiri Papinya dan membuka kresek yang dia bawa. Dikeluarkannya sebuah bunga matahari.
"Papi! Adek tadi beli bunga matahari!" pamernya sambil menunjukkan bunga kuning cerah itu pada sang ayah.
"Tumben banget kamu pulang-pulang bawa bunga," celetuk Amato terheran-heran.
Mira mendengus. "Tadi adek diajakin ke toko bunga nemenin kak Duri beli bunga. Terus aku dipilihin ini sama kak Solar, cantik banget!"
Penuturan putrinya membawa Amato pada Duri yang duduk bersama Risa di sana. Senyumnya terbit, mengusak pelan rambut Mira dengan gemas.
"Tadi kalian beli apa aja?" tanya Amato yang ditujukan pada Gempa.
"Beli bunga itu, Om. Terus mampir ke mall nemenin Mira jajan, terus Solar sama Duri beli beberapa baju. Maaf, ya, Om." kata Gempa dengan nada sesal.
Amato mengernyitkan dahi, "Kok minta maaf? Kan emang om yang minta buat bebas jajan apa aja, Om nggak akan marah, kok. Iya, kan, Risa?"
Risa mengangguk. "Tapi jangan terlalu manjain mereka, Amato. Takut kebablasan."
Mendengar kata kebablasan entah kenapa membuat Mira sedikit terpanggil. Namun dia tidak peduli. Toh, selama ini Papinya jarang sekali menolak permintaannya.
"Sayang, bilang apa ke om Amato?" Risa melirik anak-anaknya.
"Makasih, Om." kata mereka serempak.
Amato tersenyum teduh. "Sama-sama."
"Kalau gitu aku langsung pulang aja, ya, mas. Kasian Duri sama Solar capek habis ujian, biar bisa istirahat di rumah." Risa berdiri dan berpamitan. Maniknya bisa melihat jelas raut lelah di wajah anak bungsunya.
"Oh, iya. Serahin sisanya ke mas aja, kamu tinggal nunggu siap aja, oke?"
Risa mengangguk. "Aku pamit duluan, ya? Miranda, tante pulang dulu, ya."
"Iya, tante. Hati-hati dijalan." Mira melambaikan tangannya. "Kak Duri besok waktu di sekolah ke kantin bareng, ya!" serunya pada Duri.
"Okaay, adik! Aku pulang duluan yeahh!" Duri balas berseru sambil berjalan menjauh.
Gempa dan Ice membungkuk sebentar pada Amato sebelum akhirnya mengikuti bundanya keluar bersama salah satu pelayan yang bertugas mengantar hingga gerbang depan.
Mira mengangkat pot bunganya dengan tangannya, berniat membawanya menuju belakang rumah. "Papi, adek ke belakang dulu, ya. Mau naruh ini biar hidup subur~"
"Iya, adek."
***
Pintu rumah dibuka oleh Blaze dengan wajah terheran-heran. Tumben banget rumahnya dikunci. Pada kemana ya kira-kira?
KAMU SEDANG MEMBACA
sweet home
Casuale"Pa-papi nikah lagi?" "Iya, dek. Dua minggu lagi, semuanya udah siap." "MANA BISA GITU!?" "Bisa. Jangan khawatir, adek bakal dapet tujuh abang, kok." Demi apapun yang ada di dunia ini, Papinya sudah gila! Menikahi janda anak tujuh, mana sifatnya ber...