✧ chap 3 ✧

1K 129 3
                                    

Dua hari sudah berlalu sejak Mama dan Papanya membahas tentang perjodohan tiba-tiba itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dua hari sudah berlalu sejak Mama dan Papanya membahas tentang perjodohan tiba-tiba itu. Selama dua hari ini pun Ricky sama sekali tak ada interaksi dengan mereka seperti biasa. Satu hari pertama Ricky habiskan berdiam diri di kamar. Hari kedua ia pergi ke studio. Semua di lakukannya sebagai bentuk emosi kepada kedua orang tuanya sebab jika harus marah, Ricky tidak bisa.

Aksi mogok bicara itu terdengar sampai ke telinga Hao. Dan kakak Ricky itu sudah menyangka jika ini semua akan terjadi.

"Kan Hao udah bilang kalo Ici gak mau jangan dipaksa, Ma" ujarnya lelah.

Hao itu sangat menyayangi Ricky. Ia tak ingin membuat adiknya kesusahan bahkan saat Ricky mengutarakan keputusannya untuk tidak kukiah pun ia tetap mendukung. Maka saat tau bahwa Ricky dipaksa dijodohkan seperti ink rasanya Hao ingin marah kepada Mama dan Papanya.

"Tapi papa yakin ini keputusan terbaik buat dia, kak" sahut Papa Guan dengan tegas. Meskipun satu sisi dirinya juga merasa bersalah pada anak bungsunya.

"Tapi..." Hao tak melanjutkan ucapannya. Yang ia lakukan hanya menghela napas dengan kasar.

"Mama buna ici mana?" Hanbyul yang semula sibuk dengan mainannya kini mendekat kearah sang mama dan mencari keberadaan Ricky.

"Buna lagi tidur, jangan di ganggu ya?"

"Iya Mama"

"Biar Hao ngomong bentar sama ici, Ma" kata Hao seraya menyerahkan Hanbyul pada Mamanya. "Hanbyul sama Oma Apa dulu ya? Mama mau liat buna ici bentar"

Bisa Hao liat pintu kamar sang adik terkunci rapat. Lagi-lagi ia menghela napas. Pasti saat ini Ricky sedang dilanda bimbang. Ingin menolak tapi semua sudah mutlak. Sebenarnya Hao juga tak masalah jika Ricky harus menikah dengan Gyuvin, asal dengan perasaan Ricky yang ikhlas dan tidak terpaksa seperti ini. Ia takut justru nanti rumah tangganya hanya berakhir hancur berantakan karena semua berawal dari paksaan. Ia tak menginginkan semua itu.

tok tok

"Ici, buka pintunya dek. Kakak mau ngomong bentar" Hao mengetuk pelan pintu kamar berwarna merah darah itu.

Tak lama pintu kamar terbuka menampilkan keadaan Ricky yang masih berantakan khas orang belum mandi. Hao tersenyum tipis saat melihat kantung mata Ricky.

"Jorok belum mandi" ujar Hao meledek yang sukses membuat Ricky mendengus. "Tetep wangi" sahut Ricky sombong.

"Sini duduk," Hao menepuk spot sofa kosong disampingnya.

"Iya" sahut Ricky

"Gimana keputusan kamu?"

"Ya gimana lagi? Emang aku dikasih kesempatan buat nolak? Kan enggak" Ricky menyahut dengan ketus.

"Iya kakak tau. Tapi kalo semisal kamu memang merasa berat, kamu berontak gak pa-pa, dek. Dari pada nanti hubungan kamu hancur, itu justru tambah nyakitin kamu. Tapi dengerin ini baik-baik, Mama sama Papa itu mau yang terbaik buat kamu. Mereka buat keputusan ini udah ambil segala resiko baik buruknya. Kakak harap kamu bisa pikirin semuanya ya? Inget, kakak gak maksa kamu nerima ataupun nolak. Semuanya keputusan kamu, tapi kalo kamu percaya sama Mama Papa tolong terima dengan ikhlas ya?"

Our Stories [slow]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang