بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
WALCOME BACK
*
*
****
Viona mengayunkan langkah kakinya menuju rooftop sesuai permintaan Alvano tadi. Ia membuka pintu itu perlahan, dan langsung masuk ke dalam ruangan itu yang terasa sangat sepi.
"Sepi." lirih Viona setelah mengedarkan pandangannya pada seluruh penjuru arah.
Viona terlihat celingak-celinguk mencari keberadaan Alvano yang masih belum terlihat batang hidungnya.
"Alvano?" Panggil Viona sembari terus berjalan di ruangan yang agak cenderung kegelapan itu.
"Ya, Queen? Kamu mencariku hm?"
Viona terlonjak kaget ketika Alvano tiba-tiba berada di belakangnya serta berbisik tepat di telinganya.
"Ngagetin!" Ketus Viona.
Alvano terkekeh pelan, "Maaf," ucapnya.
"Kenapa kamu ngajak makan di sini?" Tanya Viona seraya membuka kotak bekal miliknya.
"Males aja kalau makan di luar," ucapnya berkata jujur.
"Bukan karena malu?"
Alvano menggelengkan kepalanya pelan. "Gak. Mau makan di luar hm?" Tanyanya untuk meyakinkan Viona.
"Enggak."
Alvano juga ikut membuka kotak bekal yang ia bawa dari apartemen.
"Kalau kamu gak suka makan bekal, lebih baik makan di kantin aja," ucap Viona merasa tak enak pada Alvano yang biasanya selalu makan makanan kantin yang mewah-mewah.
"Jangan sok tau," sangkal Alvano.
"Kok jangan sok tau? Maksudnya?" Tanya Viona.
"Gue lebih suka masakan lo daripada makanan di kantin," jujur pria itu.
Seketika pipi Viona langsung merah merona tatkala mendengar perkataan dari Alvano. Ia tidak tau apakah pria itu berbohong atau tidak, tapi yang pasti ia sangat senang mendapat pujian seperti itu dari Alvano. Pasalnya, selama ini ia tidak pernah mendapat pujian seperti itu.
"Kenapa melamun?" Tanya Alvano yang melihat Viona terlihat terdiam mematung.
"Hah? Enggak. Gak papa," jawab Viona menggelengkan kepalanya pelan.
"Apa gue ada salah ucap?"
"Gak ada. Kenapa bertanya seperti itu?" Tanya Viona heran.
"Soalnya setelah gue bicara lo langsung diem," ungkap Alvano.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVANO ALASTAR
Teen FictionAlvano alastar adalah seorang pria yang sangat mandiri dan tidak pernah bergantung pada kedua orang tuanya sejak dini. Semenjak ia duduk di bangku sekolah dasar, kedua orangtuanya lepas dari tanggung jawabnya kepada putra semata wayangnya itu hanya...