Ku pikir, sudah selayaknya manusia dewasa bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhannya. Terkadang aku berpikir, beruntung mereka yang menjadikan hobinya sebagai pekerja, mungkin saja mengasikan dan aku tak tau bagaimana rasanya. Namun, apapun itu, aku sudah berusaha yang terbaik untuk posisi pekerjaan ku saat ini. Untuk berada di posisi sekarang bukanlah hal yang mudah untukku, banyak hal yan harus ku pelajari dan lalui.
"Ingin makan apa, Lala?"
"Astaga mengejutkan" Aku mengelus dadaku. Sepertinya aku terlalu fokus dengan angka-angka pada monitor dihadapanku.
"Waktunya makan siang" Ucapnya.
Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, menghitung jumlah angka yang sudah ku habiskan untuk memecahkan persoalan data kebutuhan perusahaan.
"Sudah 3 jam ternyata"
"Terlalu fokus" Tangannya terulur merapikan pucuk rambutku yang berantakan. Agaknya berpikir membuat tampilanku sedikit kacau.
"Terima kasih, Taka" Ada senyum manis yang aku sengaja terbitkan untuk ia.
"Ayo" Tangannya menggenggam tanganku. Menuntut kearah mana seharusnya kami berjalan.
"Ah, sudah resmi ternyata" Ucap Jie, teman sekantor ku dan Taka, hanya saja ia bertugas divisi IT, sama dengan Taka.
"Diamlah Jie!" Ucapku.
***
Ini pertama kali aku dan Taka menghabiskan waktu bersama pada jam makan siang kami. Bukan tanpa alasan, hanya saja aku terlalu takut kala dulu.
"Hei Lala" Tangannya berayun dihadapanku.
"Ya?"
"Sedang apa?"
Cafetaria yang sedang kami kunjungi penuh dengan karyawan kantor seperti aku dan Taka. Jadi wajar saja ada waktu tunggu hingga pesanan kami diberikan. Selagi menunggu, ku putuskan untuk menyalurkan ide yang ada di kepala, pada goresan di atas kertas. "Menggambar mu"
"Aku?"
Hanya anggukan yang menjadi jawabanku. Setelah kurasa sudah selesai, ku izinkan Taka untuk melihatnya. "Aku serasa bercermin, Lala" Aku tersenyum. Bahagia rasanya ketika mendapatkan pujian seperti itu dari ia yang berarti dalam hidupku.
"Aku baru tau kau pandai dalam hal ini"
"Kau tau apa tentangku" Ucapku meremehkan. Taka tau segalanya tentangku? Mustahil itu.
"Boleh aku lihat gambar lainnya?" Aku mengangguk setuju. "Wow" Ia menggelengkan kepala pelan, isyarat kagum pada apa yang ia lihat. "Tapi Lala?" Kalimatnya menggantung.
"Apa?"
"Kenapa hanya hitam dan putih?"
"Aku terlalu takut bermain dengan warna"
"Kenapa selalu takut, Lala?"
"Entahlah"
"Jangan takut apapun, selagi itu benar, lakukan yang ingin kau lakukan Lala"
"Aku terbiasa mengabaikan hal yang membuat aku takut"
"Termasuk aku?" Aku berangguk pelan. "Lala, bisa berjanji satu hal padaku?"
"Apa?"
"Lakukan apapun yang kau inginkan"
"Kenapa harus?"
"Karena aku selalu mendukungmu"
***
Sudah bertemu tujuh senja, berarti genap seminggu hubungan aku dan Taka. Sore ini aku dan Taka berencana untuk menghabiskan waktu bersama hingga malam menjemput pulang, sekedar berkeliling kota sambil berbincang apapun yang terlintas di kepala. Namun di dunia ini, tak semua ekspetasi bisa menjadi kenyataan. Kau kira hidup menjadi manusia dewasa itu mudah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Temaram
RomanceHai, Aku Nala. Penulis amatiran yang enggan bercerita tentang Temaram. Sebab, jika aku tak salah ingat, Taka adalah pemeran utamanya. Pria yang berparas tampan itu merenggut paksa hatiku. Padahal ia adalah sumber luka dan sialnya aku sambut dengan h...