Semburat Jingga dalam Diri Bian

31 6 0
                                    

Ngomong-ngomong,Tuhan.
Aku sedang tidak mau berdoa untuk dijauhkan dari apa yang memberikan dampak buruk untuk kehidupan ku. Mereka sudah pernah hilang dan tidak kembali, Kau sudah menggantinya dengan mereka yang baru. Aku tidak mau kehilangan hanya karena mereka buruk dari untuk ku.

Aku ingin bersama mereka untuk waktu yang lebih lama. Tuhan, bukan aku mau meragukan kehendak mu tapi aku memang sudah lelah menghadapi kehilangan.

***

Saat Libra masuk ke dalam rumah menterengnya. Satpam yang menjaga pintu sudah terlelap sehingga dia mesti membuka gerbang dengan tenaganya sendiri. Cowok itu mencoba berjalan sepelan mungkin, meski ini adalah rumah miliknya tapi Libra sadar bahwa pukul setengah dua dini hari bukan waktu yang dapat ditoleransi untuk pulang ke rumah.

Libra tidak tahu. Apa yang akan menyambutnya dibalik pintu raksasa berwarna cokelat tua itu, maka cowok itu berniat untuk tidak menimbulkan keributan dengan membuka sepatunya,dan berjalan mirip maling Tv komplek. Sampai kala dia berhasil menembus pintu dengan aman tubuh bongsornya justru menabrak tubuh minimalis Bian.

"Anjing! lo nggak liat badan kayak Hercules begini apa?! buta,hah?

Meski masih berceloteh panjang lebar. Libra masih membantu Bian untuk mengambil kertas yang berserakan. Karena cowok berambut belah tengah itu sadar kalau kekacauan ini berawal dari dirinya yang tidak melihat sekitar sebelum masuk ke rumah pagi pagi buta begini.

"Misi,ah gue mau lewat. Nih kertas punya lo!" sinis Libra seraya menyerahkan tumpukan kertas itu tepat di muka Bian.

Baru beberapa langkah berjalan,Libra mendadak berhenti dan menoleh pada Bian yang terpaku menatapnya seperti dia adalah artefak aneh,sebelum tiba tiba kakaknya itu menghela napas dengan sedikit kelewatan.

Mampus gue!

"Kamu udah makan?" tanya Bian dengan suara serak, kantong mata yang menggelayut mesra dibawah matanya seperti mengatakan pada Libra betapa mereka butuh istirahat segera.

Belum lagi dua cangkir kosong kopi di meja ruang tamu yang terlihat tak kalah letihnya dibanding muka Bian.

Payah!

Libra mengusap wajahnya yang terasa kebas.

"Ib? sudah makan?" ulang Bian.

"Udah, lo nggak perlu ngurusin gue masih ada mama sama papa yang care sama gue."

Bian melengos, mendesah lemah,dan membatin gemas dalam kepalanya.

Ini bisa nggak sih lo dengerin gue sehari aja? atau minimal kalau ditanya jangan nyolot?

Tangan Libra terangkat ,menunjuk tepat arah Bian, cowok itu kembali mengoceh,"Lo urus aja diri lo sendiri , mata lo tuh udah kayak panda. Jam segini bukannya tidur malah jalan jalan sambil bawa file."

Kemudian Libra melanjutkan langkahnya, kali ini melangkah lebar untuk mencegah argumen lain dari Bian. Lagipula, Bian tidak seharusnya ada di rumah ini. Harusnya mama dan papa mengembalikan Bian ke orangtuanya atau membebaskan Bian dari tuntutan mereka agar Bian bisa mandiri bukannya bekerja dibawah bayang bayang bisnis gelap keluarga Libra.

Entah apa bahasanya, balas budi? Libra  tidak  peduli.

Yang jelas Libra ingin Bian pergi dari rumahnya. Ralat! bukan hanya rumah tapi juga kehidupannya. Bian seharusnya sadar posisinya hanya sebagai anak angkat,tapi disini semuanya menjadi terbalik Bian yang anak angkat diperlakukan seperti anak kandung sementara Libra kebalikannya.

Libra tidak mau meminta apa apa. Dia hanya ingin Bian angkat kaki dari rumah dan kehidupannya. itu saja.

Tanpa sadar Libra sudah sampai di depan kamarnya. Saat dia masuk keadaan kamarnya sudah bersih. Sangat bersih. Sprei berwarna merah maroon nya diganti menjadi biru laut, keranjang pakaian kotor disudut ruangan pun sudah kembali kosong, barang barang milik Libra ditata rapi di lemari dan rak ,berikut juga action figurnya yang kelihatan kinclong.

SAUDADE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang