Tanya Tanya Diri

16 6 0
                                    

Naka berlari melalui koridor rumah sakit secepat yang dia bisa.

Ettan tidak pernah sakit ataupun menunjukkan tanda tanda kalau dia punya riwayat penyakit kronis sehingga Naka dan Arsa pikir untuk tidak terlalu memikirkan keadaannya, mereka juga tidak pernah bertanya apakah Ettan sudah makan atau belum ketika anak itu menampakkan wajah semrawutnya ketika menapaki lantai kost.

Naka pikir Ettan baik-baik saja menjalani hari hari terakhir masa kuliahnya. Tapi,setelah mendapat panggilan dari Arsa kalau Ettan ditemukan pingsan di depan ruang sekre dengan keadaan tubuh mengigil dan bibir membiru, cowok itu menghapus segala pemikirannya tentang Ettan yang titisan Angling Dharma.

Karena sungguh tidak lucu.

Naka celingukan, baru saat dia melihat potret Arsa yang terduduk dengan posisi kepala menunduk dan kesepuluh jari bertaut, dia segera berlari lagi menghampiri si gembul itu.

"Gimana si Otan baek baek?"

Arsa yang merasakan tepukan di pundaknya sontak mengangkat kepala,"Baek dia , katanya cuman dehidrasi gara gara kurang cairan sama kecapean aja. Kata dokter bentar lagi boleh dijenguk."

Arsa menjelaskan dengan tenang, meski kilatan khawatir juga menguar dari sepasang irisnya.

Akhirnya Naka menarik napas lega, selega-leganya. Cowok itu melemparkan tubuhnya pada ruang kosong disamping Arsa, entah cuma perasaan Naka saja tapi dia merasa kalau ruang yang tak seberapa lebar itu seperti memanggil dan meminta Naka agar duduk rileks, tapi tanpa melupakan kejadian tak teduganya beberapa jam lalu.

Dia menyisir rambutnya menggunakan jemari, memanfaatkan keheningan disana untuk merenung. Siapa tahu setelah berdiam diri seperti ini bisa membuat pikiran Naka jadi lebih jernih. Sudah Naka katakan kan , sebelumnya? kalau pertemuannya dan Kirana tidak seharusnya terjadi, tidak sekarang besok maupun kapanpun.

Naka memang biasa menjumpai kemungkinan hingga kenyataan buruk dalam hidupnya. Dia terbiasa untuk menamengi diri dengan tidak terlalu mempedulikan bagaimana dunia disekitarnya bekerja dan itu berjalan sebagaimana yang Naka inginkan sejauh ini. Tidak ada cacat lagi. Sama sekali.

Dan Naka juga tidak mendapatkan kehilangan maupun kebenaran kebenaran yang bisa membuatnya hilang akal sehat. Tapi ,setelah Kirana muncul semena mena dalam hidupnya menjelma menjadi seseorang yang mencoba mengisi relung kosong yang selama ini Naka biarkan yang bahkan dia sendiri ragu apakah relung itu sebenarnya sudah terisi dengan kehadiran orang lain atau masih sama kosongnya seperti beberapa tahun lalu?

Semua jadi mulai tidak teratur. Ibarat timbangan , kini satu sisi menjadi berat sebelah dan akan sulit mengembalikan posisi timbangan itu ke posisi berimbang saat beban berlebih yang ada disana tidak bisa untuk dihilangkan.

Menghilang atau dihilangkan?

Karena Naka tidak pernah menyiapkan diri untuk bertemu dengan orang seperti Kirana.

Oke, ini mungkin akan terdengar komikal. Tapi ,Naka benar benar butuh bicara meskipun kini satu satunya manusia yang tersisa disampingnya hanya Arsa yang sebenarnya bukan tipe pendengar baik.

"Sa?"

"Nghh." Arsa menoleh sementara tangannya masih menggaruk lubang hidungnya yang terasa gatal bukan main. Jauh disela kegiatan menggaruk lubang hidungnya ,Arsa tahu jenis kekhawatiran apa yang menyapa Naka.

"Bentar gue bingung mau ngomong darimana. ribet soalnya."

Arsa mengangguk,"Oke dah."

Artinya dia harus menunggu sampai Naka bisa mendapatkan kalimat yang pas untuk melanjutkan dialog mereka. Meski sebetulnya Arsa tidak pernah menyukai sesi menunggu, untuk apapun itu.

SAUDADE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang