Enam

22 7 0
                                    

Kita kembali ke masaku, dimana aku tengah terbaring di Rumah Sakit...

***

"Kau tampak jahat, Baekhyun."

Aku bisa mendengar suara Chanyeol berucap, walaupun pelan. Wajahnya tampak kecewa padaku. Sementara Kyungsoo, dia tampak marah dan semakin membenciku. Terlihat dari kepalan kuat tangannya, membuat otot-otot tangan Kyungsoo keluar, menahan emosi.

Pukul saja, aku, Kyungsoo. Aku memang pantas mendapat pukulan kencang darimu.

"Chanyeol," kupanggil nama pria tinggi itu setelah menceritakan awal mulaku bertemu dengan Jongdae.

"Apakah aku sejahat itu?" tanyaku takut. Chanyeol menghela napas panjang dan mengangguk sekilas.

"Untuk sekarang, ya. Kau sangat jahat."

Sesuai dugaan, aku memang jahat, terlebih pada Jinho dan Hoetaek. Aku ingin jujur pada kalian. Ya, aku yang membunuh mereka berdua, lebih tepatnya menyuruh orang bayaran dari Jongin. Aku menyesal, benar-benar menyesal. Terlebih ketika aku tahu Jongdae menyusul mereka berdua.

"Kudengar, saat Jongdae meninggal, Jongin bunuh diri?" tanya Chanyeol.

"Ah... Chanyeol," sesalku.

Benar, rasa sedihku semakin bertambah kala mendengar Jongin bunuh diri setelah kematian Jongdae. Jongin sempat menulis pesan padaku serta kedua orang tuanya.

"Aku menyesal melakukan ini pada Jinho dan Hoetaek. Seandainya waktu boleh diulang, aku akan mencegah bawahanku untuk membunuh mereka. Aku juga akan menghalangi temanku saat dia menyuruhku membunuh mereka. Argh! Aku jahat dengan mereka. Maafkan aku."

"Sudah terlambat, Byun Baekhyun. Mereka sudah meninggal," sesal Chanyeol.

"Aku juga sangat menyesal ketika tahu Jongin meninggal."

Namun, aku mendengar dari perbincangan orang tuaku, bahwa ada orang lain di balik kematian Jongin. Mereka beranggapan bahwa Jongin dibunuh oleh seseorang, terlebih saat melihat surat wasiat itu. Menurut mereka, tulisan Jongin tidak seperti itu. Tapi, tim forensik mengatakan bahwa Jongin murni membunuh dirinya sendiri.

Tak hanya Jongin yang menyesal, aku juga begitu. Dulu, ketika aku benar-benar di titik terendah ketika tahu perlahan semua temanku lebih sukses dariku. Rasa ketidak sukaanku membuatku menjadi hilang akal dan membunuh mereka tanpa belas kasihan.

"Dia sudah merubahku dari seorang yang jahat menjadi baik. Dia yang merubah cara pandangku kepada orang lain. Dan sekarang, aku menghancurkan hidupnya. Argh!"

"Baekhyun. Itu bukan salahmu," hibur Chanyeol padaku, sekaligus mencegahku melepas selang infus di tangan kanan.

"Aku bisa begini karena Jongdae, Chan! Aku bisa meraih mimpiku karenanya! Aku..." aku mulai menangis. Cengeng memang, tapi aku butuh menangis saat ini.

"Aku tahu, aku tahu. Sudah, tidurlah. Aku benci sikapmu yang begini." Chanyeol menurunkan bed dan memaksaku untuk tidur, "Ini masih jam 1 pagi. Aku ngantuk. Besok aku ada jadwal dengan Sehun. Tidur atau kau kubunuh."

Damn, Chanyeol mengatakan Sehun, sementara disini sudah ada Kyungsoo yang diam sembari menatapku tajam. Aku tahu dia semakin benci padaku. Sedari aku bercerita, wajah Kyungsoo sangat merah bak kepiting rebus. Tentu saja, dia sudah benci padaku sejak lama, apalagi Kyungsoo sangat dekat dengan Jongdae, melebihi kakak dan adik. Bahkan Kyungsoo sempat mengaku bahwa tipikal ceweknya seperti Jongdae dan ingin memacarinya.

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan sekarang? Membangkitkan mereka dan minta maaf? Semua sudah terlambat, Baekhyun!" bentak Kyungsoo kencang.

"Kyungsoo, diamlah! Baekhyun mau tidur!" bukannya tenang, Chanyeol malah menambah keributan.

"Kenapa kamu masih membela pembunuh ini?! Dia sudah membunuh Jinho, Hoetaek, Jongin, semuanya!" teriak Kyungsoo balik.

"Baekhyun sudah menyesal! Dia akan meminta maaf! Kenapa kamu suka ikut campur masalah orang, sih?! Lebih baik diam!"

"Ya! Aku suka mencampuri hidup orang, apalagi hidup Baekhyun! Dia juga sudah membunuh—."

"Kyungsoo, Chanyeol, tinggalkan aku sendiri. Aku ingin tidur, benar-benar ingin tidur," usirku halus.

Kyungsoo tentu pergi tanpa permisi, sementara Chanyeol kembali memastikan perkataanku. Aku mengangguk dan menunjuk pintu keluar untuk Chanyeol. Dia pergi, kini hanya tinggal aku sendirian. Hanya terdengar suara detak jantung, angin sepoi, serta suara jangkrik yang kadang ada, kadang tiada. Ketenangan ini seakan menyuruhku untuk merenung, meresapi serta membayangkan kesalahan-kesalahanku pada orang-orang.

Hoetaek. Aku menyuruh Jongin untuk menenggelamkannya di Sungai Han.

Jinho. Kembali aku menyuruh Jongin membunuhnya ketika di rumah. Hebatnya, Jongin bisa memanipulasi pembunuhan ini agar terlihat seperti bunuh diri.

Aku hanya bisa menarik selimutku hingga menutupi seluruh wajahku. Rasa menyesal terus menghantuiku. Bagaimana aku bisa kembali ke masa lalu, untuk memohon ampun pada semua orang?

Rasa lamunanku pecah kala mendengar pintu terbuka. Kubuka selimut, melihat siapa orang yang datang. Ternyata, itu Ayahku sendiri. Beliau datang membawa buket bunga serta makanan, mungkin itu untukku. Ayah menaruh buket itu di nakas, kemudian menarik meja. Sepertinya dia ingin aku makan malam, karena Ayah langsung mengeluarkan banyak makanan di meja kecil itu.

"Ayah, aku—."

"Tidak perlu banyak omong, cepat makan, keburu dingin."

Kuambil sop rumput laut dan meminum kuahnya. Segar sekali, seperti buatan Ibu dulu. Aku merindukan Ibu, dia adalah orang yang bisa mengontrolku ketika aku hilang akal. Sayang, Ibu memilih bunuh diri karena mengetahui perselingkuhan Ayah. Karena itu, Ayah semakin over padaku, sehingga aku bisa seperti ini.

Mungkin, didikan Ayah salah? Atau, karena aku memiliki trauma karena Ibu? Entahlah, aku tidak tahu.

"Ayah, siapa yang masak ini? Mirip sekali dengan masakan Ibu," tanyaku senang.

"Kamu tahu, ada seseorang yang meninggalkan sebuah resep di rumah saat itu. Aku lupa siapa orangnya. Tapi, hasil masakan dari resep itu sangat mirip dengan masakan Ibu," jelas Ayah.

"Bawa sini, dong. Aku penasaran," bujukku.

"Iya, besok Ayah bawakan. Sekarang, cepat selesaikan makan dan tidur. Ayah ingin lanjut kerja."

"Ayah." Kupegang lengan yang sudah keriput itu, "apakah aku kena karma?"

Ayah mengangkat bahu tanda tak tahu, kemudian berdiri. Dari wajahnya, sepertinya ayah menyesal dengan tindakanku.

"Kamu tahu, tentang kejadian Jongdae?"

"Ayah sangat menyesal dengan hal itu."

***

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang