Tiga

24 8 0
                                    

Mobilku melewati jalanan luas di pagi hari. Tidak ada suara dari luar, hanya suara mesin dan radio di dalam. Jalan raya yang biasanya ramai tampak sepi, hanya beberapa mobil atau motor melintas tanpa permisi. Sungguh kenikmatan yang hakiki. Tenang tanpa kebisingan dari mesin murahan di luar sana. Kutarik napasku, menghirup angin perpaduan dari AC mobil serta pengharum beraroma bunga melati. Tenang, menyenangkan, serta memberi semangat pagi.

"Kita sampai," kata supirku. Kusuruh dia membukakan pintu untukku keluar.

Sesaat setelah kakiku menyentuh tanah, banyak orang yang memperhatikanku, baik guru maupun siswa. Aku tentu tidak peduli dengan adik kelas yang heran nan takjub dengan mobilku atau dengan rupaku yang tampan bak artis Korea. Kulenggangkan kakiku, membelah kerumunan dengan sikap sombongku.

"Baekhyun!" teriak seseorang. Jongin berlari untuk merangkulku. Tak lama Yixing datang.

"Kau sudah melakukan tugasku semalam?" Jongin mengangguk mantap.

"Aku yakin setelah ini kamu tidak akan melihat anak itu lagi," jawabnya. Aku tersenyum penuh kemenangan. Berjalan ke kelas dan melihat tempat duduk kosong di ujung belakang.

"Aku menang lagi."

***

Berita terkini

Terjadi sebuah pembunuhan di salah satu rumah pukul 02.00 waktu setempat. Diduga korban melakukan aksi bunuh diri dengan cara gantung diri. Korban ditemukan di hutan dekat rumah. Terdapat surat wasiat yang ditulis langsung oleh korban, meminta semua orang mengiklhaskan korban serta meminta dimakamkan dengan layak.

"Kalian dengar sesuatu? Hoetaek bunuh diri."

"Iya, weh. 1 sekolah heboh sama berita itu."

"Kata Kepala Sekolah, kasus bunuh diri Hoetaek tidak ada hubungannya dengan sekolah."

"Terus, gimana?"

Aku, Jongin, dan Yixing hanya diam seribu bahasa, terlalu malas membahas kasus kematian Hoetaek. Lagipula, dia pasti bunuh diri karena sekolah yang terlalu menekannya, tapi bisa jadi karena keluarga yang terlalu miskin. Ah, kelas semakin ramai kala Jinho, teman dekat Hoetaek datang ke sekolah dengan wajah kusut. Orang-orang langsung mendekat, sok memberi perhatian.

Jinho tampak menangis, bibirnya terus menerus memanggil nama Hoetaek tanpa malu. Orang-orang tentu semakin menaruh simpati ke Jinho.

"Apa slah Hoetaek sampai Tuhan mengambil nyawanya secepat ini?" seru Jinho.

Itu bukan Tuhan, kali. Jelas-jelas Hoetaek unuh diri, bukan dibunuh. Aneh banget. Begitu ucapku dalam hati.

Kuabaikan Jinho dan menikmati udara segar di pagi hari. Caranya? Tentu saja tidur! Aku mengambil bantal di lokerku, kemudian mencari posisi enak untuk tidur. Sepertinya menata 4 kursi di belakang kelas lalu merebahkan tubuh adalah cara terbaik pagi ini. Jadi, segera kutata kursi-kursi di belakang kelas, kemudian menaruh bantal dan tidur.

Sungguh nyaman.

Sayangnya, baru 10 detik aku merebahkan tubuh, salah satu kursiku ditarik ke belakang. Alhasil kaki dan bokongku terjun bebas ke lantai dengan kencang. Setelah itu, seluruh badanku ikut jatuh ke bawah karena kurang keseimbangan. Sialan! Siapa orang yang berani mengganggu raja sekolah Byun Baekhyun?!

"Sialan! Sakit weh..." kalimatku terhenti kala melihat pelaku yang membuatku terjatuh.

Pria berkacamata besar dengan wajah tegas serta pin bernama 'KIM JONGDAE' menatapku tajam. Dia melepas kacamatanya, kemudian mendekat ke arahku.

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang