---
"Untuk kali ini, tolong izinkan dia menjadi milikku"— S, E. Ximilian
⋆.˚🦋༘⋆⋆.˚🦋༘⋆-ˋˏ✄┈┈┈┈
Kantin Kalistus High School bergema dengan suara riuh siswa-siswi yang tengah menikmati jam istirahat. Di antara keramaian itu, Sereia duduk sendirian, menatap piring makanannya dengan rasa sepi yang menghantui. Hiruk-pikuk di sekelilingnya hanya menjadi latar belakang, sementara pikirannya melayang jauh, terperangkap dalam dunia yang tidak sepenuhnya ia pahami.
Tiba-tiba, suasana berubah ketika segerombolan siswa elit memasuki kantin. Mereka berjalan dengan percaya diri, menjadi pusat perhatian yang tidak bisa diabaikan. Di antara mereka, Braga Mahesputra melangkah dengan aura bintang. Ia adalah sosok figuran yang populer, kaya, dan cerdas, tetapi entah mengapa, keberadaannya tampak menyakitkan bagi Sereia.
“Ganteng bangettt Braga... tapi sayang udah berpawang… hiks...”
“Iya, anjir, mau maju juga kalau lawannya Sereia mah udah tepar duluan!”
“Emang boleh mengobrak-abrik pertahanan gue?”
“Bismillah ya Allah, jalur langit!”
“Langit mana? Orang dia Kristen!”
“Oh, oh…”
“Ada yang patah, tapi bukan kayu!”
“Pasti tulang punggung lo ya?”
“Tau aja lu!”
Sereia menggigit bibirnya, merasa jengah dengan perhatian yang ditujukan kepada Braga, yang memiliki perasaan pada dirinya yang asli—Sereia yang hanya fokus pada akademik. Namun, di tengah perhatian yang mengalir deras untuk Braga, muncul sosok yang sama sekali berbeda.
Tatapan sinis mengalihkan perhatian Sereia ke arah Alistair, tokoh utama dalam novel yang sekarang mengisi hidupnya. Alistair tampak mencari tempat duduk, dan, ironisnya, satu-satunya kursi kosong di kantin adalah kursi di hadapannya. Sereia merasa jantungnya berdebar saat Alistair mendekatinya.
“Gue boleh duduk di sini?” tanyanya dengan suara briton yang tenang namun pasti.
Sereia menatapnya, hampir terpesona oleh pesonanya. “D-duduk aja, bukan kursi pribadi ini,” jawabnya, berusaha terdengar biasa meski jantungnya berdebar kencang.
Alistair duduk dengan santai, mulai menikmati makanannya dengan tenang. Sementara itu, Sereia berusaha untuk menegakkan tubuhnya, kembali ke posisi yang diajarkan oleh gurunya di rumah.
Di sekeliling mereka, bisikan dan komentar terus berlanjut.
“Si miskin berani duduk di meja Sereia. Kalau gitu, kenapa gue nggak duluan aja ya yang minta izin?”
“Kesambet apa coba Sereia? Dia kan nggak mau banget duduk sama orang asing.”
“Gue takut Sereia ketularan miskin.”
“Ya ampun, lo kalo mau ngerampok harta Ximilian pasti bakal diikhlasin!”
Sereia berusaha mengabaikan semua bisikan itu, tetapi Alistair tampak mulai terganggu. Ia menatap Sereia, seolah memastikan bahwa gadis itu tidak terpengaruh oleh komentar-komentar kasar dari sekitarnya.
“Lo suka jamur?” tanya Sereia, berusaha menciptakan percakapan.
Alistair menaikkan satu alisnya, terlihat penasaran. “Kenapa?” tanyanya, suara datarnya membuat Sereia sedikit kesal.
Beberapa detik berlalu dalam keheningan yang canggung, di mana Sereia menggeser tumis jamur di piringnya. Dengan gerakan tak terduga, Alistair mengambil jamur tersebut dengan sumpitnya, meninggalkan Sereia terkejut.
“Alistair, kenapa enggak bilang kalau mau ke kantin?” tanyanya lembut, tetapi Alistair hanya fokus pada makanannya.
Tidak lama kemudian, Asterin, tokoh utama perempuan yang menggoda dengan aroma vanilla yang menemaninya, muncul. “Rei, boleh aku duduk di sini?” tanyanya, mendapatkan anggukan singkat dari Sereia meski hatinya menolak.
“Al, kamu marah ya gara-gara aku minta ayah buat daftarin kamu di universitas yang sama dengan aku?” Asterin bertanya, menarik ujung lengan Alistair.
“Aku tahu kamu marah, dan maaf juga, tapi Al. Ini untuk kebaikan kamu dan juga aku… please, ikuti kata aku ya?” suara Asterin lembut, tetapi Sereia merasakan ketegangan yang mengalir di antara mereka.
Skenario seperti ini mungkin ada dalam cerita, tetapi Sereia tidak pernah menduga bahwa itu akan terjadi di hadapannya. Alistair menghentikan makannya, menatap Asterin dengan tatapan tajam.
“Gue tahu itu demi kebaikan gue, tapi belum tentu yang menurut lo baik itu baik juga buat gue. Rin, gue punya hak untuk menolak. Jangan karena gue nggak punya apa-apa lo bisa memutuskannya sendiri,” tegas Alistair sebelum pergi, meninggalkan Asterin yang kini tampak sedih.
Sereia menyaksikan momen itu dengan rasa campur aduk. Asterin berusaha berbuat baik, tetapi Alistair tampak terjebak dalam prinsipnya yang kuat. Keputusan itu membuat Sereia bingung tentang siapa sebenarnya Alistair.
Dengan hati yang berat, Sereia memutuskan untuk menjauh. Ia membereskan peralatan makannya dan beranjak menuju tempat piring kotor. Namun, saat ia melewati sepasang kekasih yang tengah bertengkar, suasana semakin tidak nyaman.
Si laki-laki tampak ketakutan saat si perempuan melempar buku tebal dan melontarkan umpatan kasar.
“Lo pikir siapa bisa seenak-enaknya mainin perasaan gue? Apa permainan di Play Store nggak cukup sampai mainin perasaan gue, hah? Apa maksudnya???” teriaknya.
“M-maaf, gue nggak mainin lo. Setelah beberapa bulan kita jalin hubungan, gue rasa kita nggak c-cocok… maaf,” jawabnya gugup, berusaha menjauh ke arah pintu.
“Lah, yang bener aja! Gue udah ngasih semuanya ke lo—mobil, apartemen, kerjaan! Bahkan celana dalam lo, gue yang beliin!” teriaknya dengan marah.
“Sekali lagi maaf!!” ucapnya buru-buru pergi saat si perempuan meraih bangku, lemas ia duduk kembali di tempatnya.
Sereia tak bisa menahan tawa. “Singkong di fermentasi apa sih namanya, cape ya?” ujarnya terkekeh, menikmati momen konyol tersebut.
Sang empu, Katrina, menatap Sereia sinis. “Bisa jadi patung aja nggak sih lo, kaya dulu? Enggak peduli sama urusan orang!” cetusnya jutek.
“Haha, iya. Enggak!” sahut Sereia, berusaha mengabaikan konfrontasi tersebut.
Mendengar respons Sereia yang tidak berubah, Katrina tampak kecewa. “Btw, cowok yang tadi enggak ganteng-ganteng amat,” Sereia berkomentar pelan, tetapi suaranya masih terdengar.
“Ganteng Eren kata gue teh, hahaha!” lanjut Sereia, melihat telinga Katrina memerah.
“J'antjoque!” umpat Katrina dengan nada estetik, berusaha mempertahankan wibawanya meski malu.
——
Next??
KAMU SEDANG MEMBACA
SEREIA; Mencuri Peran
FantasíaSereia tak pernah menyangka bahwa kematiannya dalam kecelakaan tragis akan menjadi awal baru. Dia terbangun dalam dunia novel yang pernah diberikan oleh mendiang ayahnya-tetap dalam tubuhnya sendiri, namun dengan takdir yang sepenuhnya berbeda. Kini...