⋆.˚🦋༘⋆⋆.˚🦋༘⋆-ˋˏ✄┈┈┈┈---
"ANJING, ANJING, ANJING! Gue bener-bener udah gila nih, ngadepin dia bikin gue pengen ikutan gila!" umpat Katrina di ujung koridor sekolah yang sudah sepi. Untungnya, tak ada siapa-siapa di sana kecuali Sereia yang mendengarkan tanpa disadari olehnya.
Tak lama, umpatan itu berubah menjadi isak tangis."Tolong, ini gue nangis bukan gara-gara galau putus sama cowok sialan itu. Ini karena gue emosi! Kenapa sih tuh orang nggak mikir dikit aja, hiks...," ucapnya, wajahnya menyender lemas pada tembok.
Sereia hanya bisa menghela napas panjang. Setelah mengingat masa lalu dirinya yang lama, ia paham bahwa Katrina adalah sahabat lamanya. Namun, ambisi Sereia yang tinggi dan kesibukannya belajar membuat hubungan mereka renggang. Kini, Sereia bertekad mengubah alur cerita dan memperbaiki persahabatan yang renggang itu.
Sereia mendekat, meletakkan tangannya di bahu Katrina, membuat gadis itu terkejut dan buru-buru menghapus air matanya, berubah menjadi jutek dalam sekejap.
"Ngapain lo?" Katrina bertanya tajam, mencoba menutupi bekas air mata.
"Harusnya gue yang nanya. Kenapa lo mojok di sini?" tanya Sereia dengan tenang, wajahnya tanpa dosa.
"Apa urusan lo?"Katrina mendelik, nada sinisnya tetap kuat.
Sereia hanya tersenyum sabar, meski di dalam hati ia mencoba mengendalikan emosinya. Katrina jelas kesal, menatapnya tajam. "Kalau nggak ada perlu, pergi sana. Jangan ganggu gue!"
"Katrina, ada apa sebenernya?"tanya Sereia lembut.
Katrina mendengus, "Buat apa lo tahu? Lagian ini urusan gue, bukan urusan lo." Namun, kata-katanya terpotong saat Sereia menempelkan telunjuknya di bibirnya, membuat Katrina terdiam.
"Kat, gue cuma mau minta maaf. Gue tahu selama ini gue salah. Mungkin gue kurang baik jadi sahabat yang pengertian. Gue minta maaf. Maaf banget,"kata Sereia tulus, membuat Katrina terdiam. Namun, Katrina segera menepis telunjuk Sereia dengan pandangan skeptis.
"Permintaan maaf tanpa perubahan itu manipulasi, Sere. Gue nggak mau kejebak lagi,"sahutnya dingin, namun ada getir di balik nadanya.
Sereia mengangguk, mengerti."Oke. Kita mulai dari awal. Kalau lo masih belum percaya, lo boleh uji gue. Apapun yang lo mau, gue bakal buktiin."
Katrina terdiam, memikirkan ucapan Sereia, lalu tersenyum sinis. "Bener ya? Lo bener-bener mau buktiin?"
"Iyalah," sahut Sereia, meski dalam hati ia merasa was-was. Permintaan macam apa yang akan keluar dari mulut Katrina?
Katrina hanya tersenyum misterius. "Kalau gitu, ikut gue." Tanpa basa-basi, dia membalikkan tubuh Sereia dan mendorongnya ke arah lift.
Setelah masuk ke lift, Katrina menekan tombol ke lantai empat—lantai khusus untuk kegiatan ekstrakurikuler seni. Dalam perjalanan ke atas, Sereia mencoba mengisi keheningan. "Tadi lo kenapa, sih? Kenapa kesel banget?"
"Transfer dulu satu miliar, baru gue ceritain,"jawab Katrina, membuat Sereia menahan diri untuk tidak mengomel. "Sabar, sabar," batinnya.
Sesampainya di lantai empat, pintu lift terbuka, dan Alistair sudah menunggu dengan tangan terlipat di dada, menatap mereka datar. Tatapan dinginnya membuat Sereia terpana sejenak.
"Ke mana aja lo? Udah jam berapa ini?"** tanya Alistair dingin kepada Katrina, yang sekarang tampak gugup. "S-sorry, tadi ada... kendala sedikit," jawabnya dengan suara pelan, berbeda jauh dari biasanya.
"Gantinya?" tanya Alistair, suaranya masih sedingin tadi. Katrina langsung mendorong Sereia ke arahnya, membuat Sereia hampir terjatuh, kalau saja Alistair tak segera menahan pundaknya.
"Lo nggak apa-apa?" Alistair bertanya pada Sereia, yang sekarang berusaha menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak kencang.
"Gak papa,"jawabnya pelan, mundur sedikit, kembali berdiri sejajar dengan Katrina.
Tiba-tiba, terdengar suara cempreng dari belakang mereka. "Maksud lo, dia yang bakal gantiin Bianca?"
Abila Teresia, bendahara ekskul teater, menatap Sereia dengan pandangan merendahkan. Sereia merasa dirinya sedang dihakimi dari ujung kaki sampai kepala oleh tatapan Abila yang tajam itu.
"Gantiin? Maksud lo apa?" Sereia menoleh pada Katrina, lalu Alistair.
"Gantiin Bianca sementara, soalnya dia cedera," kata Abila, melirik Katrina dengan penuh arti.
"Bianca cedera? Kenapa?"
Abila menghela napas panjang. "Temen lo ini—lagi patah hati, kan? Dia ngajak Bianca buat nge-labrak mantannya. Tapi, dia nggak ngecek dulu siapa cewek barunya si mantan, yang ternyata jago bela diri. Alhasil, si Bianca kena hajar. Sekarang Katrina harus cari penggantinya di pentas teater sementara waktu."
Sereia menatap Katrina, yang hanya nyengir tanpa dosa, wajah juteknya seakan hilang.
Alistair mengamati percakapan itu dengan ekspresi tenang, namun pandangannya terus tertuju pada Sereia, siswi berprestasi yang jarang terlihat di sekolah karena sering ikut lomba olimpiade. Mungkin karena itulah mereka jarang bertemu.
"Jadi, lo bisa akting, 'kan?" tanya Abila penuh harap.
Sereia terdiam sejenak, memikirkan betapa ini akan memberinya kesempatan untuk lebih dekat dengan Alistair. Tapi, ia juga mengingat jadwalnya yang padat.
Menangkap keraguan Sereia, Alistair akhirnya angkat bicara. "Latihan bisa disesuaikan dengan jadwal anggota. Lagian, nggak efektif juga latihan kalau anggota kurang." Suara tenangnya membuat Sereia menoleh, menatap manik cokelatnya.
"Kalau gitu, gue bisa bantu deh. Tapi... peran gue jadi apa?" tanyanya, masih penuh harap.
Abila tersenyum penuh misteri. "Antagonis!"
---
-
Next??
KAMU SEDANG MEMBACA
SEREIA; Mencuri Peran
FantasíaSereia tak pernah menyangka bahwa kematiannya dalam kecelakaan tragis akan menjadi awal baru. Dia terbangun dalam dunia novel yang pernah diberikan oleh mendiang ayahnya-tetap dalam tubuhnya sendiri, namun dengan takdir yang sepenuhnya berbeda. Kini...