04

23 6 0
                                    

Langkah kaki kecil berjalan mantap menuju ke sebuah tempat. Gadis kecil bersurai keperakan itu sampak di depan kulkas dan mengeluarkan satu persatu piring yang ia letakkan di atas meja dekat microwave. Selesai mengeluarkan tiga piring berisi sandwich dan onigiri, ia menarik salah satu kursi dari meja makan dan menggesernya ke dekat microwave. Memasukkan dua piring ke dalam microwave, jemari kecilnya menekan tombol-tombol dengan cermat dan menginput timer yang tepat. Sambil menunggu makanan hangat, ia merogoh kantong kemeja piyama abu-abunya dan mengambil sisir yang ia bawa dari kamar. Duduk dengan tenang menunggu makanan, ia menyisir rambut sepunggungnya dan menguncir kuda surai tebalnya itu.

TING!!

Denting timer microwave sudah berdentang. Ia meraih sarung tangan di samping microwave dan membuka tutupnya perlahan. Mengeluarkan piringnya satu persatu, ia masukkan piring terakhir dan kembali duduk menunggu.

Sudah jam berapa ya? Pikirnya.

Selesai menghangatkan makanan, ia menuju ruang tamu dan menatap jam dinding di atas sana. Ia menyipit, menatap lamat-lamat jarum panjang yang menunjuk angka delapan dan jarum pendek di angka 7. Menggumam agak panjang, ia akhirnya berhasil memahami jam di atas dinding.

"Ah! Jam 06.40!!" Serunya.

Mempercepat langkah, ia kini menaiki tangga menuju lantai dua dan berhenti di depan sebuah pintu. Mengetuk pintu dua kali, gadis kecil cantik itu memanggil lembut. "Mama ...?"

Tak ada jawaban. Segera mengintip dari celah bawah pintu, sepasang manik zamrud cantik itu mengerjap dan mendapati kamar sang mama menyala terang. Bangun dari rebahnya, gadis kecil itu menggembungkan pipinya sebal dan menarik tuas pintu tanpa permisi.

"MAMA!! INI UDAH PAGI!!" seru gadis itu marah.

Di dalam ruangan seluas 5x5 itu, seorang pria bersurai raven acak-acakan berjengit kaget dan menoleh cepat kebelakang. "I-iroha?!"

"Iya! Ini Iroha!!" Gerutunya sambil berkacak pinggang. "Pasti mama gak tidur lagi, nih!"

"Euh, yah ... Pesanan lagunya masih banyak, jadi—"

"Iro udah panasin sarapan, lho! Ayo turun!"

"Eeh ... Gi-gimana kalau habis ini?"

"Iro bangunin Pote ya, sampai nangis," ancam si kecil.

"Eh, aduh! Jangan, sayang. Ayo, ayo!"

Soraru bangkit dari kursi gamingnya dan meninggalkan 3 layar komputer yang masih membuka software Cubase 8 itu. Mengangkat Iroha ke dalam gendongan, ia mengusap surai pelan gadis itu dan mengulum senyum lembut. "Wah, kamu sekarang sudah bisa panaskan sarapan sendiri, ya! Hebat."

"... Padahal mama yang ajarin Iro seminggu lalu."

"Eh? umm ... Ah! Rambutmu! Kamu sudah pintar kuncir sendiri, ya!"

"... Iro juga bisa kuncir karena mama ajarin tiga hari lalu."

"Eh!?" Soraru mengerjap gugup. "Euh ... Oh, begitu ya?"

Iroha menyipit tajam. "... Habis makan mama tidur, ya?"

"Lho?! Tapi lagunya—"

Iroha menarik napas. Jelas sekali mengambil ancang-ancang untuk teriak. Soraru langsung membekap mulut gadis kecilnya itu dan menggeleng, sekaligus menatap penuh mohon. "Jangan, ya, cantik. Biarkan Pote bangun sendiri."

Iroha mengangguk setuju.

Sesampainya di meja makan, Soraru menyantap sandwich hangat sambil menyeduh susu untuk satu gadis kecilnya yang masih terlelap di kamarnya. Di belakangnya, Iroha duduk kalem mengunyah sandwich isi tuna sembari memerhatikan Soraru yang telaten menyiapkan susu untuk adik kecilnya.

Espoir || MafuSoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang