Orang bernama Teru itu benar-benar datang lagi keesokan harinya. Meski sebelumnya pria itu mengatakan bahwa dirinya adalah bawahan Mafu, tetap saja keberadaan orang asing memang membuat gugup. Atau memang efek amnesia sehingga ia tidak lagi mengenal Teru. Yang manapun, intinya saat ini Mafu benar-benar tidak tahu harus berkata apa walau tahu ia punya banyak pertanyaan untuk ditanyakan pada orang itu.
"Ha-halo. Selamat pagi," sapa Mafu canggung.
Teru membalas dengan anggukan sekali kemudian menarik kursi di dekat ranjang. "Saya tahu ada banyak yang ingin anda tanyakan. Tapi, saya putuskan untuk tutup mulut meski anda memaksa."
"Eh?!" pekik Mafu. "Ta-tapi bukankah lebih baik bagiku untuk tahu beberapa hal penting?! Aku hampir tidak bisa tidur karena tidak bisa berhenti berpikir!"
"Kalau begitu jangan di pikirkan."
"Enak saja kau bilang begitu! Kau pikir mudah bagiku untuk tenang di situasi begini!?"
"Apa yang penting untuk anda sekarang adalah pulih. Saya akan menjawab seluruh pertanyaan anda nanti. Tapi syaratnya anda harus pulih dulu dan sembuh. Setidaknya, jalani rehabilitasi total sampai selesai."
"Tapi, Teru-san! Apakah aku punya keluarga? Mereka baik-baik saja, kan?! Setidaknya jawab yang ini!!" desak Mafu.
Teru mengangguk. Mafu menghela napas lega dan sedikit meremas selimut. "... Baiklah. Lalu, pertanyaan macam apa yang bisa kuajukan padamu? Bisakah kutanya dimana aku sekarang?"
Teru mengangguk lagi. "Tempat ini," Ucapnya, "Berada di sebuah pulau yang cukup jauh dari Honshu dan hanya bisa di akses dari Kyushu. Pulau ini lebih dikenal sebagai tempat wisata dan memiliki sebuah kota sederhana yang disebut kota Fuu sebagai pusatnya. Dan sekarang anda berada di rumah sakit satu-satunya kota di pulau ini."
"Kota Fuu," Mafu terdiam agak lama sebelum kembali bertanya. "Apa sejak awal aku memang di rawat disini?"
Teru mengerjap beberapa kali. "Apa anda menyadari sesuatu?"
Mafu menggaruk pipinya gugup. "Ah, itu, bukankah aku mengalami kecelakaan parah? Maksudku, apakah rumah sakit di pulau antah berantah memiliki fasilitas yang memadai?"
"Anda tidak salah. Sebelumnya, anda di rawat di salah satu rumah sakit di Inggris."
"ASTAGA!?" Mafu cepat-cepat menutup mulutnya. "Sebentar! Kenapa harus jauh-jauh kesana!?"
"Karena memang harus begitu."
"Tapi bukankah ada rumah sakit yang—"
"Asal anda tahu, saya bukan orang yang mudah keceplosan," potong Teru.
"Tch!" decihnya. "Apa yang kau pikirkan? Aku hanya bertanya tentang rumah sakit, kok!"
"Memang. Tapi itu bisa mengarah ke tempat lain. Jangan dipikir anda jago berbohong, ya."
Mafu manyun sebal dan melengos. Padahal ia berharap setidaknya tahu dimana sebelumnya ia tinggal dengan sedikit memancing Teru mengatakan sesuatu tentang ibukota atau kota besar lainnya. Meskipun ia hanya mendapat penolakan keras, namun Mafu bisa mengambil asumsi bahwa dugaannya kurang lebih benar. Bahwa ia bisa berada di seberang pulau lain karena sebuah alasan yang membuatnya harus keluar pulau.
"Sebenarnya, apa yang sudah terjadi padaku, Teru?" lirih Mafu.
Teru tidak langsung menjawab. "... Anda mengalami kecelakaan."
"Aku tahu! Maksudku kenapa aku harus mengalaminya!?"
Kamar rawat itu seketika hening. Mafu melirik Teru dengan tatapan nanar. Bahkan ia tak diizinkan untuk tahu alasan dibalik kecelakaannya? bukankah dia yang mengalami musibah? mengapa hal itu harus di rahasiakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Espoir || MafuSora
Short Story🍀Utaite Fanfiction🍀 [ SEDANG DITUNDA ] Begitu membuka mata, hal pertama yang ia dapati adalah seseorang yang duduk tegap di sampingnya dan berkata padanya, "Aku akan mulai melaksanakan perintah. Sampai aku kembali, jadilah daun di permukaan sungai...