Menyuguhkan teh untuk dua temannya, Soraru duduk di sofa seberang dan berhadapan dengan Amatsuki serta Sako yang asyik memangku putrinya. Baru ia akan membuka percakapan, Amatsuki angkat bicara. "Kamu terlihat cukup baik sekarang."
Soraru tertawa kecil. "Syukurlah kalau begitu yang terlihat."
Membalas dengan senyum, Amatsuki melirik sekitar untuk kemudian terfokus pada rak gitar yang bersandar rapi pada dinding. Tepatnya pada gitar listrik berwarna putih yang baginya begitu terasa khas sebagai milik seseorang.
"Gitar itu ... jarang dipakai, ya?" ucap Amatsuki lirih.
Tanpa harus menoleh, Soraru tahu apa yang dilihat oleh netra cokelat kemerahan yang menyorot dengan tatap rindu itu. " ... gitar itu disetting sesuai kebiasaan pemiliknya. Meskipun aku bisa memainkannya, tapi setting senarnya tidak cocok dengan jariku. Jadi aku tidak berani mengubahnya."
"Begitu." Amatsuki mengulum senyum paham. "Aku jadi gatal ingin main gitar, tapi gitarku ada dirumah."
Sako yang semula fokus mengepang rambut Iroha menoleh kaget. "Memang gitarmu yang kemarin sudah selesai di perbaiki?"
"Eh—"
Soraru mengerjapkan matanya, ingin tahu. "Gitarmu rusak?"
"Biasalah," tepis Sako, "badan gitarnya dicakar-cakar sama Hana-chan. Jadi mau tak mau ya dikirim ke tempat servis."
Gelas teh dan kudapan sudah habis. Pun waktu kunjungan Amatsuki dan Sako yang masih harus mengurus sisa pekerjaan mereka. Untunglah Soraru masih sempat memberitahu Amatsuki dan Sako perihal jalan-jalan yang dibahas Sakata sebelumnya. Dan keduanya juga antusias untuk ikut.
"Luz pasti ngambek tidak diajak liburan. Kesibukannya bukan main di tempat lain," gurau Amatsuki selagi diantar Soraru sampai di depan pintu.
Membalas dengan angguk, Soraru menjawab santai. "Begitu dia sudah selesai dengan urusannya, kita bisa ajak dia jalan-jalan ke banyak tempat."
Menutup rapat pintu, Soraru menghela napas pelan dan masuk kembali ke ruang tamu. Iroha tampaknya sudah kembali ke kamarnya, melihat satu tas paper bag di dekat sofa sudah hilang. Anak itu diam-diam sangat antusias dengan yang namanya oleh-oleh dan bingkisan. Membuatnya teringat masa kecil saja. Hendak menuju tangga, langkahnya terhenti di depan rak gitar. Menatap lekat pada gitar yang tersandar di tengah rak, jari rampingnya menyusuri tuning hingga nut dengan rabaan lembut. Untuk kemudian sepasang manik biru gelapnya memanas dan digenangi air mata. Buru-buru menyeka dengan lengan, Soraru menarik napas berat dan menghembuskannya pelan.
"Aku jadi tidak yakin apa ada gunanya meneruskan konseling disaat aku masih tidak ingin melepas masa lalu," sindirnya pada diri sendiri, " ... tidak, Mafu bukanlah masa lalu."
Dirinya saat ini adalah dirinya yang telah dibawa oleh Mafu yang ingin mencapai masa depan bersamanya. Oleh karena itu, ia tidak mungkin menyebut Mafumafu sebagai masa lalunya. Jutru karena Soraru masih berada di rumah ini, itu artinya Mafu masihlah menjadi masa depannya. Seseorang yang berdiri bersamanya hingga akhir masa depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Espoir || MafuSora
Short Story🍀Utaite Fanfiction🍀 [ SEDANG DITUNDA ] Begitu membuka mata, hal pertama yang ia dapati adalah seseorang yang duduk tegap di sampingnya dan berkata padanya, "Aku akan mulai melaksanakan perintah. Sampai aku kembali, jadilah daun di permukaan sungai...