Kegaduhan diluar sana mengusik kedamaian putri Floryna yang tengah bermeditasi dengan posisi duduk bersila dan terpejam di ranjang berkelambu. Kelopak matanya terbuka, ia lalu menoleh pada Rengganis yang selalu setia menemaninya.
“Ada apa di luar, Rengganis?”
Tanpa menunggu jawaban Rengganis— karena kelinci putih itu tak bisa bicara, putri Floryna lalu meraih kelinci itu dan membopongnya. Putri Floryna turun dari ranjang sebelum akhirnya melangkah dan bagaikan bayangan ia keluar menembus pohon Fetus Duripa. Alangkah terkejutnya ia ketika menemukan makhluk bumi sedang meringkuk pingsan dengan goresan luka di beberapa bagian tubuhnya.
“Siapa dia?” Putri Floryna bergumam sambil memandangi penuh tanya makhluk bumi itu.
Rengganis meloncat dari gendongan dan langsung menempatkan dirinya di dekat kepala anak laki-laki itu yang kemudian diikuti oleh Floryna mengambil tempat di sebelahnya.
Putri Floryna terdiam sambil manik matanya menelusuri tubuh anak itu dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Dari situ ia merasa heran karena bentuk tubuh anak ini sangat berbeda dengan dirinya dan makhluk kayangan lain di negerinya. Namun ia bisa langsung mengambil kesimpulan, “dia laki-laki, Rengganis.”
Memang, Putri Floryna pernah mendengar kata laki-laki sering disebut-sebut di negerinya. Kadang para dayang juga menceritakan pada dirinya tentang kaum tersebut. Akan tetapi ia sama sekali belum pernah melihat secara langsung dan percayalah, ini pertama kalinya bagi Floryna melihat sosok yang bernama laki-laki, bahkan dengan jarak yang sangat dekat. Mangkanya ia tidak berhenti memandang dengan tatapan aneh wajah anak laki-laki yang tengah terkapar di depannya itu. Namun terlalu lama menatap, Floryna menemukan sesuatu pada wajah anak laki-laki dan itu sukses membuat bibirnya tersenyum. Ternyata semakin lama diperhatikan laki-laki juga memiliki wajah yang begitu indah. Apa mungkin ini yang dinamakan ‘tampan’ seperti yang sering diceritakan oleh dayang pengasuhnya. Entahlah, yang jelas Floryna begitu kagum dengan wajah anak laki-laki itu. Tapi melihat beberapa goresan luka di wajahnya, senyum Floryna memudar. Ia merasa luka itu sedikit mengurangi keindahan pada wajah anak laki-laki itu.
Untung saja Floryna ingat ratu Srinirmala telah membekali ia ilmu Mariluko dimana ia bisa menyembuhkan luka berat dan memberikan energi pada orang yang bahkan hampir sekarat meski orang itu berada di jarak yang sangat jauh. Tanpa berpikir panjang Floryna meletakkan telapak tangan di atas wajah Pesona, mendiamkannya sesaat hingga mengeluarkan cahaya sebelum akhirnya ia mengusap luka-luka di sekujur tubuh Pesona tanpa menyentuhnya. Hanya dalam sekejap, luka-luka di tubuh Pesona sembuh seketika tanpa meninggalkan bekas sedikit pun.
Putri Floryna kembali tersenyum setelah semua luka di tubuh Pesona sembuh dengan begitu ajaib. Namun ia tersentak ketika melihat Pesona tiba-tiba membuka mata dan sepertinya juga sangat terkejut hingga anak itu beringsut mundur sampai mentok pada pohon Fetus Duripa.
Ternyata tidak hanya Floryna dan Pesona saja yang terkejut dengan keadaan itu, Rengganis juga tidak kalah terkejut hingga kelinci putih itu meloncat ke tubuh Floryna dan langsung di bopong olehnya.
“K-kamu siapa?” ucap Pesona dengan gugup sambil menatap bingung pada gadis kecil yang sedang menggendong kelinci di hadapannya.
Namun melihat kelinci putih itu Pesona langsung menduga, mungkin kelinci itu yang diceritakan oleh warga tentang kelinci putih yang berubah menjadi menyeramkan, sementara gadis kecil itu adalah gadis kecil yang tengah menangis di dalam pohon durian.
“Aku Floryna.”
Entahlah meski ratu Srinirmala sudah mengganti namanya menjadi Dewi Duripa, akan tetapi ia lebih suka dengan nama Floryna. Ia hanya menganggap nama baru itu hanya sebagai julukan karena menjaga pohon Fetus Duripa.
Pelan-pelan Pesona bangkit, ia terdiam memandang dari ujung kepala sampai ujung kaki gadis kecil itu dan baru menyadari gadis itu memiliki paras yang sangat cantik jelita. Matanya yang bulat dan bening, hidung yang mancung serta bibir tipis yang mungil. Bahkan sekujur tubuh gadis itu seperti mengeluarkan cahaya yang berpijar. Sungguh kecantikannya melebihi putri raja yang pernah ia lihat ketika raja pernah membawanya ke padepokan untuk diperkenalkan dengannya. Mangkinkah gadis itu adalah bidadari kecil yang tersesat di bumi dan tidak bisa lagi naik ke kayangan? Begitu pikir Pesona.
“Kamu siapa?” putri Floryna balas bertanya.
“Aku... aku Pesona.”
Putri Floryna tersenyum yang kemudian senyumannya itu menular pada Pesona meski ada sedikit guratan canggung pada senyum itu.
“Tadi aku lihat kamu pingsan, tubuhmu juga banyak luka,” beritahu Floryna kemudian. “Tapi sudah aku obati.”
Pesona refleks mengecek bagian tubuhnya, memegang wajah dan lengan yang terkena panah tadi. Ia sontak terkejut setelah menyadari luka-luka itu lenyap tak berbekas. Hal itu membuat senyumnya mengembang meski masih ada kebingungan dalam dirinya.
“Terima kasih, Floryna.”
Putri Floryna hanya mengangguk.
“Siapa kamu sebenarnya?” tanya Pesona kemudian. “Kenap bisa ada di tempat ini sendirian? Memangnya kamu tidak takut?”
Sambil menggendong Rengganis putri Floryna berjalan ke arah ayunan yang menggantung pada pohon Fetus Duripa. Sementara Pesona hanya diam di tempat namun tatapannya mengikuti pergerakannya hingga gadis kecil itu duduk di ayunan. Menghela napas panjang, putri Floryna lantas mulai bercerita tentang siapa dirinya dan bagaimana ia bisa berada di puncak bukit Jayapada.
Dari cerita itu semua pertanyaan Pesona terjawab secara tidak langsung. Tentang keajaiban tanah Wulandira yang tiba-tiba menghijau, tentang gadis kecil itu yang ternyata bukan manusia, melainkan makhluk gaib atau bisa disebut bangsa jin dari kayangan, serta suara tangis dari pohon dan kelinci putih menyeramkan yang diceritakan oleh warga.
Pesona lantas mendongak, memandangi dengan heran pohon di dekatnya. Apa yang membuat Floryna sampai harus dihukum hanya karena menanam pohon yang terlihat biasa saja di matanya.
“Memangnya ini pohon apa?” celetuk Pesona.
“Ini pohon Fetus Duripa,” jawab Floryna.
Kening Pesona berkerut, ia mengamati kembali dengan detail pohon itu. “Seperti pohon durian. Lalu apa istimewanya sampai kamu harus dihukum menjaga pohon ini?”
Untuk kali ini Floryna sangat hati-hati. Ia tidak berani memberitahu pohon macam apa Fetus Duripa itu, apalagi pada seorang manusia. Ia takut Pesona akan memberitahu pada orang-orang dan itu akan merusak keseimbangan pada kehidupan manusia, seperti apa yang dikatakan ratu Srinirmala.
“Maaf, aku tidak bisa memberitahumu, karena itu sangat terlarang. Tugasku menjaga pohon ini supaya tidak ada manusia yang memakannya, apalagi seorang laki-laki.”
Pesona hanya mengangguk-angguk dalam diam sambil terus memandangi pohon itu. Tapi demi apa pun, ia menjadi merasa sangat penasaran karenanya. Mencoba mengabaikan rasa ingin tahu yang menggebu, Pesona kemudian bertanya diluar pohon Fetus Duripa.
“Jadi kamu menangis karena harus tinggal di bumi, untuk menjaga pohon ini?”
Floryna mengangguk. “Aku takut, walaupun aku bawa kelinci dari kayangan, tapi aku kesepian karena dia tidak bisa bicara. Aku tidak punya teman mengobrol.”
Pesona mengalihkan perhatiannya pada Floryna yang masih duduk di ayunan, memangku Rengganis dan ia merasa kasihan dengan gadis kecil itu. “Kalau kamu tidak keberatan, aku mau jadi temanmu,” kata Pesona kemudian.
Floryna tersentak, ia sesaat menatap anak laki-laki itu sebelum akhirnya berkata. “Sungguh?”
Pesona mengangguk mantap. “Iya, aku akan sering ke sini menjadi temanmu.”
Floryna sangat bahagia hingga tersenyum lebar. Akhirnya ia mempunyai teman dan tidak akan kesepian lagi.
Seperti itulah awal mula persahabatan ganjil antara anak manusia dan anak jin yang kemudian terjalin. Pesona pun menepati janjinya, dengan ilmu yang dimiliki ia sering datang dengan cepat ke puncak bukit Jayapada dan menemui Floryna yang selalu bersetia menungguinya di ayunan. Hampir setiap hari mereka berdua— bertiga dengan Rengganis, melewatkan waktu bersama-sama. Bermain ayunan, berganti siapa yang naik dan siapa yang mendorong ayunan, main petak umpet, berlarian ke sana kemari dan kadang menangkap ikan di danau. Jika waktu menjelang sore Pesona kemudian pamit dan esoknya Floryna bersetia menunggu di ayunan. Jika Pesona tidak datang ia mengabarinya lewat ilmu telepati yang ia pelajari dari Floryna. Persahabatan ganjil itu terus berlangsung hingga Pesona beranjak dewasa, berumur sekitar sembilan belas tahun, bertubuh slim cenderung berisi dan memiliki wajah yang tampan rupawan.
Tidak diketahui berapa usia Floryna sebenarnya— bahkan Floryna sendiri, sebab, bagi makhluk kayangan, putri Floryna mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Mungkin itu disebabkan karena putri Floryna terlalu lama tinggal di bumi yang membuat ia tumbuh sama seperti manusia pada umumnya. Kini ia sudah seperti gadis beranjak dewasa berusia sekitar delapan belas tahun dengan kecantikan yang luar biasa.
Namun dibalik kesetiaan Pesona menjadi teman Floryna sampai dewasa, ada maksud terselubung yang ia sembunyikan. Sungguh, ia benar-benar penasaran dengan buah Fetus Duripa. Bahkan selama bertahun-tahun diam-diam ia menantikan pohon itu berbuah dan ingin memakannya suatu saat.
![](https://img.wattpad.com/cover/361657671-288-k554967.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PESONA PRAHARA {Legenda Tanah Wulandira}
FantasiBL-Mpreg, dengan latarbelakang Kerajaan. Fantasi, semua apa yang ada di dalam cerita ini adalah fiktif. Tidak ada di dunia nyata. Jika ada kesamaan tokoh, tempat, dan kejadian, itu hanya kebetulan saja. Cerita ini saya buat hanya untuk menghibur sa...