Siapa yang paling kuat

808 125 7
                                    

Prahara melepas anak panah, membuatnya meleset cepat dan menancap pada batang pohon ketapang tepat di atas kepala Pesona.

Percayalah, Prahara sudah berlatih memanah sejak usianya masih lima tahun dan ia sangat berbakat untuk itu. Setelah berlatih terus-menerus dan ia sudah mampu menguasai teknik memanah,  bidikannya tidak pernah gagal lagi— selalu tepat menancap pada sasaran. Bahkan ketika usianya sudah masuk tujuh tahun Prahara sudah diajak sang raja untuk berburu Menjangan di hutan dan alangkah bahagianya ia saat bidikannya berhasil mengenai satu ekor Menjangan. Sejak saat itu sang raja dari kerajaan Pujasera percaya dengan kemampuan memanah sang putra mahkota. Malah pada perburuan-perburuan selanjutnya Prahara selalu diajak karena kelihaiannya dalam membidik dan bahkan dijadikan andalan. Jadi, jika kali ini anak panah yang ia lepaskan dari busur hanya menancap pada batang pohon ketapang, tepat di atas kepala Pesona, itu bukan karena kemampuan memanahnya yang payah, tapi ia sengaja melakukan itu. Ya, Prahara hanya ingin mengejutkan Pesona dengan suara panahnya yang menancap pada batang pohon, supaya anak itu terbangun dan melihat dirinya di sana.

Sayangnya tidur Pesona terlalu nyenyak, sehingga sedikit pun ia tidak merasa terganggu hanya dengan suara panah yang menancap. Anak itu masih pada posisinya, menyandar pada batang pohon dan terlihat sangat nyaman. Sesekali ia memukul pelan wajahnya, menggaruk pipi dengan ujung jari karena merasa gatal oleh nyamuk yang hinggap.

Hal itu tentu saja membuat Prahara menjadi kesal. Ia lalau mencoba hal sama, melepas anak panah ke arah pohon dan menancap berjajar lurus dengan panah yang sebelumnya. Sialnya sampai lima anak panah menancap dan berbaris rapi pada batang pohon— tepat di atas kepala Pesona, anak itu masih saja tertidur lelap. Tentu saja Prahara semakin jengkel dibuatnya, ia mendengkus menatap kesal pada Pesona.

“Tidur apa mati sih, itu anak.”

Prahara terdiam, memandangi dengan jengkel wajah Pesona sambil memikirkan ide untuk mengejutkan anak itu. Ternyata ide datang tidak terlalu lama setelah manik matanya refleks melirik ke atas, menatap pada ranting dan dedaunan.

Menarik sebelah ujung bibir, Prahara tersenyum menceng hingga mendesis. Tanpa berlama-lama pangeran Prahara menaruh anak panah pada busur yang kemudian ia arahkan ke atas dan membidik ranting pohon paling kecil yang lurus di atas Pesona. Setelah yakin bidikannya tepat, Prahara melepas anak panah yang membuat anak panah melesat bagai kilat dan tepat mengenai ranting pohon hingga patah.

Ranting dan daun pun melayang-layang sebelum akhirnya terjatuh tepat di atas tubuh Pesona. Hal itu sukses membuat Pesona tidak hanya terkejut, seketika anak itu terbangun dengan cara meloncat, berteriak sambil pencicilan melakukan beberapa gerakan jurus yang seolah-olah sedang berkelahi dengan seseorang. Namun ketika suara tawa yang tiba-tiba terdengar menghentikan pergerakan Pesona. Anak itu langsung terdiam dan melihat anak laki-laki yang bisa langsung ia kenali siapa anak yang tengah nangkring di atas kuda sambil menertawakan dirinya.

Pesona mendengkus menatap kesal pada sang pangeran. “Tidak sopan,” ucapnya ketus. “Kamu mengganggu orang lagi istirahat.”

Tawa Prahara terhenti dan wajahnya langsung berubah menjadi sinis. Namun ia juga merasa heran, biasa-biasanya anak itu terlihat santai saat melihat dirinya setelah apa yang dilakukannya beberapa waktu lalu— mengotori wajahnya dan pakaiannya dengan lumpur. Harusnya anak itu merasa takut karena sudah pasti ia akan marah dan membalas dendam. Tapi anak itu malah bersikap seolah-olah tidak pernah melakukan kesalahan yang sangat besar kepadanya.

“Kamu enggak tahu, siapa aku?” cetus Prahara akhirnya.

“Tahu,” sahut Pesona dengan nada ketus. “Kamu pangeran Prahara kan, putra mahkota dari kerajaan Pujasera yang som...”

“Kamu anak kurang ajar yang pernah mengotori wajah dan pakaianku pakai lumpur, kan?” potong Prahara tidak ingin berbasa-basi.

Pesona tersenyum mengejek, ia jadi teringat lagi kejadian itu dan membuatnya merasa geli. “Kalau iya, emang kenapa?” ucapnya tanpa sedikit pun merasa bersalah.

PESONA PRAHARA {Legenda Tanah Wulandira}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang