Karena tidur dini hari, Taufan terlambat bangun untuk menyiapkan bekal bagi keempat adiknya. Untungnya ada Gempa yang membantunya menyiapkan bekal bagi keempatnya dan sekaligus menyiapkan sarapan untuk mereka semua. Ah, betapa beruntungnya Taufan memiliki adik yang begitu pengertian seperti Gempa. Dia berjanji akan membalas kebaikan Gempa saat pulang sekolah nanti dengan menjadi orang yang memasak makan malam dan mengurus keempat adik mereka.
Tapi sebelum itu, Taufan harus berjuang melawan kantuknya sepanjang pelajaran agar tak mendapat hukuman dari guru.
"Aku masih ada rapat OSIS setelah pulang sekolah dan sekarang tidak bisa keluar karena ada kegiatan, nggak masalahkan kakak yang jemput mereka?" Gempa meneleponnya saat jam istirahat. Taufan mengatakan jika dia tak masalah dengan hal itu. Dia memeriksa jam tangannya untuk memastikan waktu, "Duri dan Solar paling sudah pulang kan?"
"Iya, biasanya langsung kujemput. Tapi hari ini nggak bisa."
"Santai aja, Gem. Ini aku mau minta ijin dulu ke guru piket untuk keluar jemput mereka." Saat mengatakannya, Taufan berdiri dari kursinya. Melambaikan tangan pada teman-temannya dan memberi isyarat jika dia harus segera pergi. Salah satu temannya bertanya bagaimana dengan makanan yang sudah dipesannya, Taufan hanya melambai dan mengatakan mereka bisa memilikinya karena dia harus segera menjemput kedua adiknya yang masih duduk di bangku kelas 4 SD.
"Jangan lupa jas hujan, kak. Aku ngelihat langit mendung. Sepertinya bakalan hujan." Gempa berpesan.
"Iya, tenang aja."
"Maaf ya, kak. Nanti pulang kumasakin yang enak deh."
Taufan tertawa. Mengatakan tak masalah sebelum memutus panggilan mereka setelah Gempa mengucapkan salam dan dibalas olehnya. Taufan telah meminta ijin dari guru piket—meski dia harus menghadapi rentetan pertanyaan dari sang guru. Sekolah Duri dan Solar sebenarnya cukup jauh dari sekolah Taufan. Bahkan bisa dikatakan berlawanan arah dari sekolah Taufan yang membuat waktu perjalanan dari sekolahnya pasti akan memakan waktu lebih lama dibanding jika Gempa yang menjemput kedua adik bungsunya itu. Namun apa hendak dikata, ini adalah tugas Taufan sebagai kakak mereka. Sekali lagi Taufan bertanya-tanya apakah memang beban anak sulung seberat ini?
Perjalanan dari sekolah Taufan ke sekolah kedua adik bungsunya memang memakan waktu yang terbilang cukup lama, tetapi untungnya jarak sekolah Duri dan Solar dengan rumah sakit tempat Halilintar dirawat cukup dekat. Taufan akan mengantar mereka berdua ke rumah sakit lalu setelah sore hari Ayah akan mengantar keduanya ke rumah sembari mengambil pakaian ganti baginya dan Ibu.
Ah, berbicara soal itu, mungkin dia bisa sekalian menjenguk Halilintar. Dia ingin tau bagaimana keadaan satu-satunya kakak yang dimilikinya sekalian mengadu soal kesulitannya menjaga adik-adiknya selama dua hari ini.
Saat Duri dan Solar melihat dirinya datang, mereka menanyakan berbagai pertanyaan tentang mengapa bukan Gempa yang menjemput mereka dan dimana Gempa saat ini. Taufan masih dapat menjawab pertanyaan mereka, tetapi keduanya juga banyak bertanya sepanjang jalan. Malah kadang keduanya berdebat tentang banyak hal yang membuat Taufan hanya dapat menghela nafas.
"Jangan kemana-mana. Tunggu kakak nelpon Ayah dulu." Taufan memperingatkan kedua adiknya begitu mereka tiba di rumah sakit. Yang Taufan syukuri adalah baik Duri maupun Solar mendengarkan perkataannya. Mereka saling bergandengan tangan dan mulai sibuk dengan beberapa hal yang menurut mereka menarik. Jika ini Blaze dan Ice, keduanya pasti sudah berlarian entah kemana—tepatnya Blaze yang berlarian dan akan menarik Ice bersamanya.
Saat menghubungi sang Ayah, pria itu berkata akan menjemput mereka di parkiran. Mereka bertiga menunggu dengan sabar hingga sang Ayah muncul. Jika dipikir-pikir, ini kali pertama Taufan menjenguk Halilintar selama kakaknya itu berada di rumah sakit. Karena dua hari belakangan dia sibuk melakukan berbagai macam hal. Bangun lebih awal demi menyiapkan bekal dan sarapan untuk adik-adiknya, pergi ke sekolah dan pulang sore hari, menyiapkan makan malam sekaligus memastikan keempat adiknya itu mandi dan bukannya berlarian ke sana kemari, kadang dia harus berlarian sekitar rumah demi membujuk Duri dan Solar untuk memakan makanan mereka—kedua adiknya itu sangat pemilih dalam makanan yang mereka makan—setelahnya dia harus memastikan mereka semua mengerjakan pekerjaan rumah mereka sebelum dia mengerjakan miliknya sendiri, lalu setelah semua itu dia masih harus memastikan tak ada satupun adiknya yang tidur larut malam dan seragam mereka siap untuk hari esok. Yang disyukurinya adalah dia memiliki Gempa untuk semua kesulitan yang dilaluinya. Dia bertanya-tanya bagaimana sang Ibu dapat bertahan merawat mereka semua dan tak pernah mengeluh kelelahan. Taufan harus memanjakan Ibunya nanti begitu Halilintar keluar dari rumah sakit.
"Kak Hali tadi tidur saat Ayah keluar, mungkin saja dia masih tidur. Jadi, kalian jangan berisik ya." Ayah memperingatkan mereka sebelum memasuki ruangan tempat Halilintar dirawat. Baik Duri maupun Solar mengangguk dengan antusias, mereka melambaikan tangan mereka di depan mulut seolah membuat isyarat jika mereka tak akan berisik. Taufan dapat melihat Ayah tersenyum meski guratan kelelahan pada wajahnya tetap terlihat jelas. Saat Ayah melihat ke arahnya, Taufan memberikan seringai khas miliknya meski dia ragu itu terlihat sebagaimana seharusnya.
Benar kata Ayah, Halilintar masih tertidur. Ibu berkata jika sejak malam Halilintar tak dapat tidur dengan tenang dan baru sekarang dapat tertidur.
Duri dan Solar sudah mulai mengklaim sudut ruangan untuk diri mereka. Solar mengeluarkan buku sekolahnya dan mulai mengerjakan tugasnya, sementata Duri mulai menggambar pada buku catatan kecil miliknya. Karena kedua adiknya sudah asyik dengan dunia mereka, Taufan merasa tak ada lagi yang harus dia khawatirkan.
"Aku harus kembali sekarang. Waktu istirahat akan segera habis." Taufan berkata sembari memeriksa jam tangannya.
"Ah, sayang sekali padahal kau baru datang. Kak Hali pasti senang melihatmu jika dia bangun."
"Tidak apa-apa, Bunda. Jangan bangunkan Kak Hali." Taufan berkata. Dia mendekati Duri dan Solar. Mengusap kepala mereka dan mengatakan jika dirinya harus segera kembali ke sekolah. Selanjutnya dia menyalami kedua orang tua nya dan bercanda untuk menyampaikan salamnya pada Halilintar bahwa dia sangat merindukan sang kakak.
...
Untungnya, hari ketiga menjadi yang tertua berakhir dengan baik. Tentu ada sedikit masalah dengan Blaze yang kehilangan ayamnya, tapi semua bisa diatasi dengan baik.
Taufan berharap esok akan baik-baik saja.
Tbc~
KAMU SEDANG MEMBACA
Berat (Tamat)
FanfictionSelama ini yang memikul beban sebagai anak pertama adalah Halilintar. Taufan sebagai anak kedua tidak pernah berpikir suatu hari dia yang akan memikul beban anak pertama itu.