Hari Kelima

504 68 10
                                    

Taufan kelelahan. Sungguh dia sangat lelah. Padahal ini baru hari kelima dirinya menjadi yang tertua diantara saudara-saudaranya, tetapi dia sudah sangat kelelahan.

Kondisi Gempa memang mulai membaik, tetapi dia masih harus beristirahat. Ibu telah kembali ke rumah sakit setelah makan siang, dan kini hanya ada Taufan yang harus mengurus kelima adiknya. Jujur saja dia tak pernah menyangka menjadi yang tertua akan sesulit ini. Bagaimana caranya Halilintar bertahan selama ini? Mengapa Halilintar sangat baik melakukan tugasnya sebagai seorang kakak dibandingkan Taufan? Mereka hanya berbeda beberapa menit saja, apa yang membuat Halilintar jauh lebih dewasa dibanding dirinya?

Dia baru selesai mencuci seprai dan selimut yang terkena muntahan Gempa saat Blaze memecahkan gelas. Taufan tau semua itu murni ketidaksengajaan, tetapi hanya menyaksikan bagaimana Blaze dan Ice berdebat karena hal ini, entah mengapa malah membuat tenaga Taufan makin terkuras. 

Dia telah memisahkan keduanya dan menyuruh agar mereka memperingatkan kedua adik bungsu mereka agar tidak ke dapur dahulu sementara dirinya mulai membersihkan pecahan kaca. Entah kesialannya atau Tuhan ingin menguji batasan Taufan. Tapi jika iya, Taufan hanya ingin menyerah.

Tangannya teriris oleh pecahan kaca, bukan luka yang besar tetapi entah mengapa darahnya mengalir keluar cukup banyak. Taufan tidak mempermasalahkan hal tersebut, dia hanya mencucinya dengan air untuk menghentikan perdarahan lalu kembali membersihkan pecahan kaca yang tersisa. Masalah sebenarnya adalah Duri dan Solar, yang terlepas dari peringatan Taufan, malah berlari ke dapur sambil memanggilnya.

"Kakak! Solar mukul Duri!"

"Jangan kemari!" Taufan berkata, berusaha menghentikan kedua adiknya. Duri berhasil berhenti tepat waktu, tetapi tidak dengan Solar. Bocah itu menginjak salah satu pecahan kaca dan mulai menangis karena kesakitan. Mendengar kembarannya menangis dan melihat bagaimana kaki Solar mengucurkan banyak darah, Duri juga ikut menangis. Dia memegang tangan Solar dan menyuruh Taufan menyelamatkan saudaranya.

Taufan lelah, panik dan kebingungan. Dia tak tau apa yang harus dilakukan, dia hanya bisa mengangkat Solar dan mendudukkannya di kursi terdekat, memerintahkan adiknya itu untuk tidak melakukan apapun selagi dia mencari kotak P3K dan menghubungi sang Ibu untuk meminta arahan darinya. Sebenarnya Taufan merasa sangat bersalah ketika mendengar suara lelah dari sang Ibu, tetapi apa lagi yang dapat Taufan lakukan? Tak mungkin dia mencoba menangani semua sendirian ketika dirinya sendiri tak yakin dengan apa yang harus dia lakukan.

Duri masih menangis dengan Solar yang terisak-isak. Untungnya menenangkan keduanya adalah hal yang mudah. Taufan menawarkan senyuman kecil bagi keduanya, menepuk pundak Duri dan meyakinkan adiknya untuk membantu dalam mengobati Solar sebagai langkah untuk menenangkannya. Dia juga mengatakan pada Solar untuk menjadi berani karena ada Duri yang bersedia merawatnya. 

Mengeluarkan pecahan kaca dari kaki Solar adalah tantangan tersendiri bagi Taufan karena Solar terus menjerit dan menarik-narik kakinya. Jika Taufan menahan kaki sang adik terlalu keras karena dia kesal, dia akan berpura-pura tidak tau akan hal itu saat ini. Untungnya adalah pecahan kaca pada kaki Solar hanya pecahan kaca kecil walau lukanya mengeluarkan banyak darah. Pendarahannya pun dengan cepat berhenti setelah Taufan membasuh kaki Solar. Setelah memastikan luka Solar telah diolesi antiseptik untuk mencegah infeksi, Taufan menutupi luka pada kaki adiknya dengan plester yang memiliki motif salah satu karakter Transformers.

Solar, yang sudah tidak menangis, kini menatap kakinya. Dia mungkin tertarik dengan plester yang digunakan oleh Taufan—yang Taufan curi dari meja Halilintar dengan maksud membalut jarinya.  Taufan yang kelelahan dan masih merasa khawatir terhadap adiknya, mulai memberikan ceramah panjang lebar pada kedua adik bungsunya tentang bahaya berlarian di dapur juga akibat tak mendengarkan peringatan saudara mereka yang jauh lebih tua. Dia ingat Halilintar yang selalu memarahi saudara-saudara mereka seperti ini, terkadang juga dirinya, tetapi tak pernah membayangkan dirinya akan berada dalam posisi seperti ini. Dia baru menghentikan ceramahnya saat melihat mata kedua adiknya kembali berair, seolah-olah mereka belum lelah menangis tadi. 

Dengan helaan nafas, Taufan membiarkan keduanya lolos kali itu, dia bahkan memberikan potongan buah pada mereka untuk memastikan mereka tetap diam selagi dia kembali membersihkan pecahan kaca dan membuangnya dengan aman ke tempat sampah. Taufan ingin sekali beristirahat, tetapi dia kembali teringat akan selimut dan seprai yang dicucinya tadi. Dia masih harus menjemur kedua benda itu, lalu kembali memeriksa keadaan Gempa untuk memastikan adiknya itu baik-baik saja. 

Itu hari yang melelahkan hingga Taufan langsung tertidur saat menjatuhkan dirinya ke tempat tidur pada akhir hari. Hal yang menghibur hati Taufan adalah pesan dari Ayahnya yang mengatakan jika esok, Halilintar sudah dapat dipulangkan.

Taufan ingat dia tersenyum saat menatap layar ponselnya sebelum jatuh ke dalam tidur tanpa mimpi.


Tbc~

Berat (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang