Chapter 2

166 17 0
                                    

"Apa la-

"Naufan!"

-gi"

...

"P- papa?".

***

Setelah puas menggoda Naufan, Fariz berjalan menuju dapur berniat membuat sebuah kopi, tapi mengingat pintu utama yang belum terkunci Fariz segera beralih haluan untuk mengunci pintu terlebih dahulu karena jujur dirinya sedikit pelupa.

ceklek'

"Papah?"

Fariz terkejut kala melihat sosok tegas seorang Haidar Hasan ayahnya dan Naufan dibalik pintu yang hendak ia kunci.

"Hm, kenapa? kok kaget gitu?". Tanya Haidar.

"Bukanya papa bilang pulang besok gara-gara ada kerjaan tambahan?". Tanya Fariz sedikit resah.

"Sekertaris papa yang ambil alih." Ucap Haidar tanpa menghentikan langkahnya menuju lantai atas.

Jam menunjukan pukul 20.15

Fariz cemas dirinya sudah menyuruh sang adik untuk tidur, apa jadinya nanti kalau Papah nya itu melihat Naufan sudah terlelap pada jam ini?.

Sedikit berharap bahwa papanya akan langsung pergi menuju kamarnya kemudian beristirahat tanpa harus mampir untuk mengecek aktivitas Naufan di kamar seperti hari-hari yang lalu,

atau bisakah ia berharap bahwa adiknya itu sekarang sedang duduk di meja belajar seperti yang ia lihat tadi.

"Naufan?!'


Sial. Ia seharusnya tahu itu tak akan pernah terjadi.

Fariz abaikan niatnya yang akan membuat kopi, ia segera berlari menuju lantai atas mencoba menghentikan sesuatu yang tak ia inginkan terjadi.

***

"Pa-papah?"

Badan anak itu menegang bukanya kakaknya bilang sang ayah akan kembali esok?, lalu kenapa ia kini melihat sosok tegas itu berada di kamarnya dengan wajah garang yang jujur  membuat Naufan sangat takut sekarang.

"Sini kamu!". Tangan besar itu menarik kasar tangan Naufan agar turun dari kasur.

Badan Naufan tersungkur ke depan karena tarikan keras dari ayahnya, hingga kakinya terantuk lantai cukup keras.

brukk'

awhh'

Tubuh Naufan bergetar menahan rasa takut sekaligus ngilu pada pergelangan kakinya.

"Pah!"

"K-kak fariz"

Itu Fariz yang kini berada di depan pintu kamar Naufan mencegah sang ayah membawa adiknya ke ruangan kerja sang ayah hanya untuk sebuah hukuman.

"Mau apa kamu?! minggir! jadi Kakak nggak becus! sudah papah bilang jangan terlalu manjain adik kamu!".

"Mau jadi apa dia kalo nilainya saja masih dibawah rata-rata?! percuma otak pintar kamu itu kalau bikin adikmu setara dengan kamu saja kamu nggak bisa Fariz!!". Murka Haidar pada anak sulungnya.

NAUFANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang