Suara siapa?

52 31 2
                                    


"El, kita istirahat dulu. Kepalaku pusing banget.'' Rina merintih pusing, tangannya terus memijat pelipisnya.

Elin melihat Rina tidak mampu lagi melanjutkan perjalanan. Ia mengiyakan dan melepaskan rangkulan tangan Anas dari pundaknya. "Kita istirahat di sini aja." Elin menunjuk kesebuah pohon tumbang dan mendudukkan diri di sana.

Sebelum duduk Rina merebahkan tubuh
Anas di hamparan dedaunan kering dan mengambil tas Anas yang masih menggantung ditubuhnya dijadikan
sebagai bantal untuk kepala temennya itu.

"Hahh ... pusingnya," desis Rina masih memijat kepala, ia bersandar di pohon yang berada dekat dengan pohon roboh yang dia duduki.

"Rin!" panggil Elin yang duduk agak berjauhan dari Rina,"Di tas ini, ada makanan dan obatan." Elin mengeluarkan kotak p3k yang lumayan besar. Menyodorkan kepada Rina.

"Thanks." Rina mengambil dan mulai mengobati lukanya, sedangkan Elin
minum dan melahap sebungkus roti.

Terjadi keheningan sesaat sebelum ada suara meminta tolong tertangkap indra pendengaran Elin.

"Tolong ...." suara itu berada saat dekat disekitar mereka. Namun, suara itu terdengar sangat lemah. Tidak tahu di mana letak sumber suara itu.

"Rin, lo dengar suara nggak?" Elin meneguk ludah kasar serta alat penglihatannya memindai ke segala arah dengan takut-takut.

Rina yang masih sibuk mengobati lukanya tidak menanggapi pertanyaan Elin karena
Elin bertanya dengan bisikan.

"Jangan-jangan suara itu ...." kalimat Elin terjeda karena suara itu kembali terdengar.

"Tolong ...."

Elin tertegun sejenak, dia mempertajam pendengaran. Suara itu familiar di telinganya.

"El, ada air lagi?" tanya Rina menepuk pelan lengan Elin, memecahkan konsentrasi Elin yang sedang fokus mendengarkan suara yang entah ada dimana.

"Eehh?" Elin tersentak, "Apa?" tanyanya balik.
"Ada air?" jawab Rina mengulangi pertanyaannya. Elin kembali membuka tasnya, mengambil satu botol Aqua full dan memberikan pada Rina.

"Thanks." Rina menyambut, sebelum meminum air, ia melempar sebiji obat kedalam mulutnya berlanjut meminum air.

Rina beralih duduk, duduk di bawa dan menyandarkan tubuhnya di pohon roboh yang dia duduki sebelumnya.

Dikening Rina menempel tisu dan hasipas
di kedua sisi tisu. Bercak darah di kulit wajahnya sudah tidak ada.

"Rin!" panggil Elin seraya menepuk pundak Rina,"Lo dengar suara nggak?" tanya Elin mengulang pertanyaan yang sejak tadi tidak dijawab. "Nggak ada," jawab Rina apa adanya serta menggeleng kepala.

"Tolong ...."

"Itu ... Coba dengar." telapak tangan Elin menempel di belakang daun telinganya.
Mengisyaratkan Rina mempertajam pendengaran.

"Tolong ...."

"Iya, ada suara!" Rina beranjak berdiri.

"Tapi dimana?" tanya Elin mengikuti berdiri.

Jari telunjuk Rina menempel di bibirnya. Meminta Elin diam. Dia berjalan menuju arah sumber suara yang masih diragukan keberadaannya. Elin mengikuti langkah Rina.

"Tolong ...."

"Seperti sekitar sini," ujar Rina terus memindai segala arah. Matanya berhenti ketika melihat sebuah gundukan dedaunan kering bergerak-gerak dari kejauhan.

Mereka langsung menghampiri.

"Jangan!" cegah Elin saat tangan Rina ingin menyentuh gundukan dedaunan itu.

Traveling ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang