Kesurupan

44 27 0
                                    

"Farrel!"

"Deni!"

Panggil Anas dan Elin berlari menuju Deni. Sebelumnya mereka mendengar dari kejauhan teriakan Deni dan jeritan Farrel,
 lalu mencarinya.

Anas mendekap mulutnya saat melihat Farrel terluka parah." Farrel, kenapa?" tanyanya panik dan syok.

"Dia ma- mat." bibir Deni gemetar dan berbicara terbata, tak sanggup melanjutkan.

"Dia mati?!" tanya Elin melanjutkan kalimat Deni. Sekaligus bertanya. Deni mengangguk.

" Gak, gak mungkin! Gak mungkin!" tangis Elin pecah. Menganti Deni memeluk kepala Farrel. Dia tak terima orang yang ia sukai selama ini meninggalkannya dengan cepat.

"Dia gak bersalah tapi kenapa, ia yang mati!" seru Eling dramatis." Rel, bangun! Bangun!"

"Farrel kenapa?" tanya Rina yang baru datang bersama Wira. Anas menggeleng tak kuasa menjawab. Ia terduduk lemas dan menangis. Tidak menyangka acara traveling pertama kalinya malah mengalami kejadian yang mengerikan dan memilukan seperti sekarang.
Kehilangan seorang teman.

"Ini, semua gara-gara lo!" seru Elin menunjuk Wira. "Kalau lo gak ngajak kita ke sini! Farrel pasti gak kenapa-napa! HAAAH!" teriaknya frustasi di hadapan Wira. Lelaki rambut klimis itu sedikit menunduk karena merasa bersalah. Perkataan Elin tidak salah, nyatanya ialah penyebab semua kejadian ini. Andai, ia tidak membawa mereka kesini. Semuanya akan baik-baik saja.

" Tenang, El! Semua ini gak ada yang salah!" bantah Rina, membela Wira.

"Kita juga nggak tahu bakalan terjadi kaya gini!" jelasnya kemudian.

" Semua ini gara-gara setan gila itu!" seru Rina, mengepal tangan. Geram.

"Tapi tetap aja sala—" kalimat Elin terpotong karena merasa gerakan tangan Farrel.

"Farrel, lo masih hidup?" heboh Elin menepuk-nepuk pelan pipi lelaki gondrong itu. Anas mendekat, lalu memeriksa denyut nadi dipergelangan tangan Farrel. "Iya, masih hidup walaupun denyut nadinya sangat lemah," jelas Anas.

Elin meroboh isi tasnya mengeluarkan kotak p3k, lalu membersihkan darah-darah Farrel dengan tisu dan obat merah serta melilitkan perban. Semuanya menghela nafas lega, Farrel masih bisa tertolong dan masih hidup.

***

"Sekarang kita kemana?" tanya Deni dengan tangan Farrel melingkar di bahunya. Dia bertugas merangkul Farrel karena tubuh Deni besar jadi tidak keberatan menahan tubuh lelaki itu.

"Sebelum kita lanjut jalan, ingat. Kita pura-pura nggak bisa ngeliat setah keparat itu," bisik Wira kepada teman-temannya.

"Hah? Gue kayaknya gak bakal sanggup. Dengar suaranya aja udah bikin mules,'' jujur Deni meneguk ludah kasar.

"Cuma cara itu, Den. Supaya kita selamat. Keluar dari hutan ini. Lo pasti bisa, percaya sama diri lo," kata Rina menyakinkan diri Deni.

"Mumpung, ia tidak ada. Ayo kita jalan, gue udah dapet sinyal. Jadi kalian ikuti gue," kata Elin mulai melangkah, memimpin jalan.

Elin berjalan paling awal, Deni dan Farrel
di belakang gadis tomboi itu dan belakangnya lagi Wira berjalan dengan sebilah kayu untuk membantunya berjalan di bantu Rina yang terlalu khawatir padanya. Anas lah paling belakang namun gadis itu tidak menunjukkan wajah takut. Tetep tenang.

"Hikhikhikik ...." suara itu kembali membuat bulu kuduk mereka berdiri serta detak jantung bertalu-talu.

"Lin...." panggil Deni berhenti melangkah. Ketakutan.

"Gapapa. Ayo jalan," bisik Elin berbalik sebentar kemudian menatap ponselnya.

Eling duduk di dahan pohon saat mereka lewat. " Mau kemana kalian?" sapanya menyeringai lebar.

Mereka berusaha menahan diri agar tidak terpancing takut pada Eling. Tetap melanjutkan langkah tergesa-gesa dan seolah tidak mendengar apapun dan mengobrol agar
membuat mereka tidak merasa sepi yang bisa menghadirkan rasa takut.

"Harrrggghhh ...." geram Eling merasa terabaikan. Terbang mengikuti mereka dengan tawa kecicikan."Oh, kalian tidak bisa melihatku kalau begitu. Akan kubuat kalian melihatku .... Hihihihi...." kekeh Eling.

Rina tersentak, merasa sentuhan dingin bak es batu di kedua bahunya." Ada apa, Rin?" tanya Anas yang dibelakang Rina.

Suuuuppptttt! Tubuh Rina mengejang, kepalanya mendongak keatas dengan mata memutih." Herkkkk," geramnya.

"Rina!" seru Anas panik. Semua mata tertuju pada Rina dan bertanya-tanya. Ada apa?

"Hikhikhik ...." Rina tertawa kecicikan,  menjawab pertanyaan mereka yang tidak terlontar, sudah jelas .....

" Rina, kesurupan!" pekik Deni ketakutan.

Tubuh Wira terpelanting jauh dan menamburk batang pohon. Lelaki itu merintih kesakitan. Tulang punggungnya seolah patah.

"Keluar kau dari tubuh diaa!" teriak Elin.

"A-pa aku mau? Hikhikhik..." suara Rina berubah nada seperti Eling. Gagap dan serak.

"Harus mau!" jawab Elin, melayang pukulan pada perut Rina.

" Akkk!" pekik Eling di dalam tubuh Rina, mengaduh kesakitan.

"Greekkk .... " geram Eling, melayangkan batu besar yang di semak-semak ke arah Elin.

"Awas, El!" pekik Anas.

"Aaaaaa! El!" teriak Deni.

Pertama Elin bisa menghindar sampai ketiga kali batu itu berhasil mengenai kepala gadis itu membuat tubuhnya semboyan dan jatuh pingsan dengan kepala berdarah.  Eling kecicikan senang. Mengulang-gulingkan tubuh Elin di tanah membawa menjauh
dari tempat itu.

"Eliiiiiinnn!" teriak  Deni dan Anas.

Wira berusaha bangun setelah, kakinya semakin parah, keluar darah lagi.

Anas berlari mengejar, meninggalkan Deni yang kebingungan harus bagaimana? Apakah ia tetap di sini mematung bersama Farrel yang masih tak sadarkan diri dan Wira yang mengerang kesakitan. Sepertinya, lebih baik menolong didepan mata dulu.

"Eliiiiin, Rina. Berhenti!" pekik Anas dengan tangisan. Hatinya begitu sakit sahabatnya  dalam bahaya dan bisa membahayakan seorang di bawah pengaruh sosok setan
tak punya hati dan akal.

"Hikihikk ..." tawa Rina di ujung jurang, siap melempar tubuh Elin. Dia mengembang
di udara dengan kerah baju Elin yang cekal.

Mata Anas membelalak terkejut dan  ketakutan kian mendera. Nyawa kedua temannya di ujung tanduk. Kalau Eling melepaskan cekalnya pasti Elin akan jatuh ke jurang. Dan tubuh Rina? Pasti Eling akan berbuat sama.

TBC









Traveling ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang