[12] Cemburu

574 74 2
                                    

Maaf yaa baruu updatee, jan lupa vote dan komennya yaa~

-

Selamat membacaa💐


-

Dua bulan berlalu begitu cepat dan kini Vano sudah keluar dari rumah sakit. Sejak Vano bertindak aneh di hari itu, di hari-hari setelahnya Jeza bisa melihat pemuda itu perlahan membuat jarak dengannya.

Hal ini awalnya tak membuat Jeza terganggu dan berpikir itu hanya sementara namun tak seperti yang ia duga. Vano menghindarinya terus menerus hingga minggu-minggu selanjutnya membuat nya sangat frustasi. Karenanya Jeza memiliki mood yang sangat buruk akhir-akhir ini yang membuat orang-orang disekitarnya tak berani untuk menyinggungnya.

Seperti saat ini ketika guru sedang menjelaskan materinya, bukannya mendengarkan Jeza terlihat memandangi ponselnya diatas meja dengan tatapan yang tak bisa diartikan namun ia terlihat seperti menunggu sesuatu.

Benar, ia sedang menunggu notif dari Vano. Berkali-kali Jeza menelpon nya dan mengirim nya pesan tak ada satupun yang di jawab oleh pemuda itu sejak kemarin. Hal ini membuat kesabaran Jeza tergores, ia tak yakin bisa bertahan lama tentang ini.

Anton yang di sebelah nya tentu saja sadar suasana temannya tak begitu baik. "Lo kenapa lagi?"

Jeza menghindari pertanyaan itu. "Diem. Mending perhatiin guru dan perbaiki nilai lo dari pada khawatirin gue."

Anton, "..." Ia berniat baik untuk mengkhawatirkannya! Anton mendengus kesal, lalu menatap keluar jendela. Menaikkan alis ia melihat sosok familiar.

"Jez, itu si Vano ga sih?" tanyanya. Anton tentu saja tau tentang kedekatan Jeza dan Vano, apalagi akhir-akhir ini Jeza selalu mencarinya. Anton berpikir bahwa hubungan mereka sangat baik.

Jeza segera mengikuti arah pandangan Anton dan mendapati Vano berjalan bersama seorang gadis di pinggir lapangan.

Anton yang ingin berkomentar langsung mengurungkan niatnya ketika melihat perubahan ekspresi Jeza yang drastis. Hal ini membuat Anton terkejut dan bertanya-tanya bukankah mereka dekat? apakah ia salah bertanya seperti itu?

***

Ketika bel istirahat berbunyi, Vano dan gadis itu duduk berteduh dari sinar matahari di sebuah bangku yang berada tak jauh dari lapangan berada.

"Makasih ya Van udah bantuin gue bersihin perpus." Gadis itu tersenyum.

Vano ikut tersenyum tipis. "Santai aja Mar gue kan suka di perpus. Gamau kotor juga jadi sekalian gue bantuin aja." Tadi ketika waktu pelajaran berlangsung Vano membolos. Ia awalnya ingin tiduran di UKS, namun ia bosan dan akhirnya mencoba ke perpustakaan. Kebetulan perpustakaan itu cukup kotor dan orang yang menjaga perpustakaan lagi membersihkannya, jadi ia segera membantunya.

Orang itu adalah Gadis yang bernama Amara. Ia mengangguk mengerti ke Vano. "Oh iya Van lo dari IPS 3 kan?"

"Iya?"

"Lo kenal Imara gak?"

Vano mengerutkan kening. "Gue tau, dia pindah ya? Gue ga pernah ngobrol sama dia, cuma dia juga di gangguin kayak gue.." namun sejak ia bertemu Jeza, ia tak pernah diganggu lagi oleh Surya dan gengnya. Lalu sekarang ia sedang menghindari pemuda itu, Vano merasa agak bersalah.

"Ohh.." Amara tersenyum miris dan mengalihkan pandangannya ke depan.

"Lo tau ga—"

"Vano." Memotong ucapan Amara, Suara yang memanggil nya penuh ketidaksenangan, wajah Vano menegang dan menoleh kebelakang nya menemukan Jeza berjalan kearahnya.

Seolah-olah ketahuan selingkuh Vano menjadi kebingungan, ia ingin mengucapkan sesuatu tapi tak ada pikirannya yang berhasil keluar. Ketika Jeza berdiri tepat di depannya, Vano hanya bisa mengalihkan pandangan kearah manapun yang penting tak menatap Jeza.

Amara yang memerhatikan atmosfer kedua nya hanya bisa diam dan menyimpan pikirannya.

Vano mengerutkan kening tidak nyaman terus menghindari tatapannya. "Kenapa?"

Ekspresi Jeza datar dan menatapnya dalam diam. Tak tau apa yang dipikirkannya, tangannya mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya dan meletakkan di sebelah Vano, Itu sekaleng minuman segar. Jeza tersenyum kepada mereka. "Maaf kayaknya gue ngasih di waktu yang salah."

Amara langsung berdiri dari tempat duduknya. "Enggak kok! Kebetulan habis ini gue mau pergi."

Vano tersentak, lalu menatap Amara dengan protes dimatanya. Ia tidak tau bagaimana nasib nya jika ia ditinggal sendirian sekarang!

Vano menarik pergelangan tangan Amara. "Bentar gue.. masih ada yang harus di omongin ke Amara." Ia menatap Amara agak putus asa.

Kulit kepala Jeza agak mati rasa melihat pemandangan ini. Ia sempat melototi pergelangan tangan Amara yang di pegang oleh Vano sambil berusaha terus tersenyum. Ia tak bisa mengendalikan diri dan memegang bahu Vano dengan keras.

Jeza mencondongkan tubuhnya ke depan agar lebih dekat dengan pemuda itu dan berbisik di telinganya, "Jangan pikir lo bisa lari terus-menerus kayak gini. Masih ada utang penjelasan bukan ke gue?"

Vano langsung menggeser tubuhnya menjauh dari Jeza.

Melihat tatapan takut dari pemuda itu membuat kemarahan Jeza agak mereda. "Yaudah gue pergi dulu," ucapnya lalu melihat Vano kesekian kalinya untuk memperingati ini. Setelah itu Jeza pergi.

Vano merasakan perasaan rumit ketika melihat punggung Jeza menghilang dari pandangannya.

Amara yang melihat Vano linglung ia bertanya, "Jeza marah?"

Vano mengangguk.

"Kalian pacaran?"

Vano mengangguk lagi. Tapi ia segera tersentak kaget dan menggeleng keras ke arah Amara. "Ga ga gue ga bisa."

"Tapi kok lo tau?!" Vano dibuat kaget kesekian kalinya hari ini.

"Lo ga jijik?"

"Kalo kayak gitu kenyataan nya gue harus gimana lagi?" Amara terkekeh.

Vano tersenyum canggung tak tau harus membalas apa.

Mata Amara menatap Vano tertarik. "Dia marah gara-gara lo megang tangan gue juga deh?"

Vano dengan bodoh nya ber-oh ria.

"..."

Vano terdiam, diam-diam merutuk kecerobohan nya.

Amara terkekeh. Disana Suasana mereka sangat harmonis.

Disisi lain Jeza yang memakai headset di telinganya mendengar semua percakapannya tak merasa lebih baik. Mengapa mereka menjadi sangat akrab?

Tadi ketika ia mencengkram bahu Vano, ia mengambil kesempatan itu untuk menaruh sebuah alat penyadap di bawah bangku untuk mendengarkan pembicaraan nya.

Namun ternyata hal itu membuatnya lebih kesal.

Jeza tanpa sadar mengucapkan pikirannya. "Apa dia gue kurung aja..."

Anton yang tak jauh dari Jeza mendengarnya dan seketika merinding. Bertanya-tanya apakah Jeza memiliki fetish tertentu? kenapa ia baru tau?

***

Art cred.
さいぐみ on pixiv

JEZA'S SUNSHINE [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang